Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Midnight Murderer

BY: Nia

Terkuak sudah sosok midnight murderer yang diburu hampir tujuh tahun lamanya. Polisi meringkusnya di sebuah rumah kontrakan sederhana yang letaknya jauh dari pusat kota. Berita itu berhasil membuat geger masyarakat awam. Media cetak maupun elektronik berlomba-lomba untuk meliputnya. Namun, pihak kepolisian masih enggan memberitahukan fakta terbaru yang didapat.

Diketahui sosok midnight murderer itu bernama Riki Kurniawan. Lelaki jangkung berkepala plontos itu digelandang masuk ke kantor polisi, menerobos kerumunan para reporter berita yang telah menanti kedatangannya. Riki duduk saling berhadapan dengan salah seorang penyidik untuk dimintai kesaksian.

"Benar sekali. Saya menyaksikan langsung bagaimana pembunuhan itu terjadi karena saya sendirilah pelakunya."

Begitulah jawaban yang meluncur keluar dari bibir Riki tanpa menunjukkan rasa menyesal dan bersalah sedikit pun. Begitu ditanya motif apa yang melatarbelakangi tindakan pembunuhan keji terhadap ayah kandungnya beserta wanita simpanan sang ayah, Riki menjawab sambil tersenyum getir.

"Semuanya karena kedua manusia busuk itu tidak lagi pantas untuk hidup di dunia ini."

"Bisakah Anda menceritakan semua kronologi kejadiannya, Pak Riki Kurniawan?" Begitulah pertanyaan berikutnya yang dilontarkan oleh sang penyidik.

Riki terdiam sesaat. Kepalanya menunduk dan kedua tangan yang terikat borgol itu pun mengepal erat. Riki mencoba mengorek kembali ingatan kenangan terkelam dalam hidupnya.

"Tenang, Pak Riki. Anda bisa bercerita pelan-pelan," ujar sang penyidik. Riki meneteskan air mata sebelum pada akhirnya ia bercerita.

***

Tujuh tahun yang lalu,

Riki berdebat dengan ibunya di depan sebuah bangsal kamar rumah sakit, tempat Humaira sedang dirawat.

"Ibu memberi Ayah uang lagi? Kenapa, Bu? Kenapa Ibu terus melakukannya padahal Ibu tahu Ayah menipu kita? Lupakah Ibu kalau uang itu akan dipakai untuk biaya operasi transplantasi jantung Humaira? Lantas, bagaimana sekarang? Pihak rumah sakit berhasil mendapatkan donor jantung dan jadwal untuk operasi pun telah ditetapkan, tapi kita .... Kita tidak punya sepeser pun uang untuk membayar semua biayanya."

"Riki, Ibu sungguh menyesal. Ibu minta maaf. Begini saja. Ibu pikir masih ada solusi untuk mendapatkan uang itu kembali. Kamu pergilah dan temui ayahmu! Minta kembali uang yang telah Ibu berikan padanya! Kamu katakan saja situasinya sedang urgent." Sang ibu memberi titah putranya sambil menangis sesenggukan.

Ucapan sang ibu berhasil membuat Riki lemas. Beruntung kedua kakinya masih kuat berdiri menopang beban tubuhnya. "Begitulah yang selalu Ibu katakan tiap kali dihadapkan pada situasi terjepit seperti ini."

Sang ibu memukuli lengan Riki bertubi-tubi. "Jangan berkomentar apa-apa! Lakukan saja apa yang Ibu katakan! Lebih baik mencoba entah bagaimana hasilnya nanti daripada tidak sama sekali."

Riki mengalah. Apa yang diminta sang ibu, pasti ia lakukan. Riki berlari meninggalkan rumah sakit untuk menemui ayahnya yang entah di mana keberadaannya saat itu. Usaha yang dilakukan Riki tidak membuahkan hasil karena di tengah perjalanan mencari sang ayah, Riki tiba-tiba diberi kabar buruk bahwa Humaira sudah tiada. Adik perempuan satu-satunya itu tidak bisa tertolong lagi nyawanya.

Tiga hari semenjak kepergian Humaira, sosok ayah yang dinanti pun tidak kunjung datang. Sang ibu terus-menerus menyalahkan diri sendiri. Hingga tepat di hari ketujuh, Riki harus menelan kenyataan pahit sekali lagi. Ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya, lebih memilih untuk menyusul Humaira dengan cara bunuh diri. Sang ibu mengakhiri kehidupannya di dunia dengan cara menenggak racun tikus.

Ditinggal pergi selamanya oleh dua orang tercinta, membuat Riki sangat terpukul. Namun, Riki sadar tidak ada gunanya untuk bersedih terus. Setelah masa berkabung selesai, Riki bertekad ingin mencari dan menemukan ayahnya. Emosinya sudah tidak tertahankan lagi. Riki ingin menghabisi ayah kandungnya sendiri.

Hanya dengan sekali cara, Riki melempar sebuah umpan dan sang ayah berhasil mengambil umpan tersebut. Dengan dalih mengaku rindu karena telah lama tidak berjumpa, Riki berhasil mendapatkan alamat keberadaan sang ayah. Riki bergegas memburu ayahnya yang keji dan tidak bertanggung jawab itu.

Sampailah Riki di sebuah rumah apartemen sederhana yang berada jauh di luar kota pada suatu tengah malam. Suara-suara bisikan iblis semakin terdengar nyaring di telinga Riki. Aura-aura kejahatan telah merasuki jiwa serta pikiran Riki. Ketika tangan Riki hendak memutar kenop pintu sebuah rumah apartemen, ia mendapati pintunya tidak tertutup rapat.

Riki mendorong mundur pintu tersebut hingga terbuka perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Begitu ia berhasil masuk, Riki secepat kilat menutup serta mengunci rapat pintu itu. Riki pun dikejutkan oleh suara erangan-erangan dan juga desahan yang berhasil membuatnya naik darah.

Dengan kedua tangan terkepal erat, Riki berjalan menuju sumber suara berasal dengan derap langkah yang lebar. "Wah. Pemandangan yang sangat menjijikkan sekali, Ayah."

Sepasang pria dan wanita yang tengah menikmati penyatuan tubuh mereka, terlonjak kaget setelah mendengar suara Riki yang sedang berdiri di ambang pintu kamar tidur, menyaksikan adegan panas yang dilakukan ayahnya bersama wanita lain.

"Riki? Apa yang kamu lakukan di sini tengah malam begini?" tanya sang ayah usai melepas penyatuan tubuhnya itu.

"Tentu saja untuk bertemu denganmu, Ayah."

"Iya. Ayah mengerti kamu rindu ingin bertemu dengan Ayah, Nak. Namun, ini bukanlah waktu yang tepat untuk saling bertemu."

Riki dan ayahnya yang polos tanpa busana, saling berjalan mendekati satu sama lain. Riki dengan tatapan matanya yang sangat dingin, mengutarakan komentar pedasnya. "Oo .... Jadi, semua ternyata gara-gara wanita jalang itu."

"Hey, Nak. Tolong jaga tutur katamu itu! Jangan menyebutnya begitu! Wanita itu ... Ayah sangat mencintainya. Ayah tidak bisa berpisah sedetik pun darinya," bela sang ayah.

"Apa? Jadi, Ayah lebih peduli dengan wanita jalang itu daripada istri dan anak sendiri? Apa Ayah tahu seberapa besar penderitaan yang harus kami tanggung gara-gara perbuatan Ayah? Ayah tanpa rasa malu sedikit pun, terus-menerus meminta uang kepada Ibu. Ayah bahkan tega menipu kami.

Apa Ayah tahu kegunaan uang yang Ayah minta kepada Ibu untuk kali terakhir? Uang itu disimpan Ibu rapat-rapat untuk biaya operasi transplantasi jantung Humaira. Namun, kenapa Ayah merampasnya? Kenapa Ayah mengambilnya? Tanpa adanya uang itu, Humaira gagal menjalani operasi dan nyawanya pun tidak bisa tertolong.

Bahkan Ibu juga melakukan suatu hal bodoh yang seharusnya tidak dilakukan. Demi menebus rasa sesal dan bersalahnya terhadap Humaira, Ibu memilih untuk mengakhiri hidupnya dan menemani Humaira di alam baka sana. Parahnya lagi, Ayah tidak kunjung datang menampakkan diri tepat di hari pemakaman mereka."

"Ah, itu. Ayah mendengar sekilas tentang berita kematian mereka. Sangat tragis memang dan Ayah juga turut ikut berduka cita meski terlambat mengucapkannya. Soal uang yang kamu ributkan barusan, Ayah tahu betul kegunaan uang itu sebenarnya. Sekarang begini saja. Coba kamu pikir baik-baik! Humaira mau dioperasi atau tidak, mau mendapatkan donor jantung baru atau tidak, tidak bisa menjamin hidupnya akan berlangsung lama. Ia tetap akan mati karena itu sudah menjadi takdirnya," ucap sang ayah begitu mudahnya.

Riki yang sudah terlanjur tersulut emosi langsung menghajar wajah sang ayah sampai babak belur. Tidak lupa juga, Riki mengeluarkan umpatan-umpatan kasar yang ditujukan kepada sang ayah.

"Dasar gila! Bagaimana bisa ada seorang pria berhati busuk seperti Ayah di muka bumi ini? Orang seperti itu ... dia tidak pantas untuk hidup."

"Kalau begitu, lenyapkan saja dia dari muka bumi ini! Bunuh saja dia!" tantang sang ayah sambil menyunggingkan tawa lebar meski kedua sudut bibirnya telah penuh bersimbah darah.

"Baiklah kalau itu yang Ayah inginkan," bisik Riki.

"Tidak mungkin orang pengecut seperti ka—" Kata-kata ayah Riki tidak akan pernah terselesaikan karena Riki telah menusuk perut ayahnya dengan sebilah pisau yang disembunyikannya di balik baju yang dikenakan.

Sang ayah jatuh terhuyung tak berdaya dengan bersimbahkan darah yang terus mengucur keluar dari perut. Riki menyusul berjongkok di hadapan sang ayah. Tatapan matanya yang sangat dingin dan keji menghunus tajam ke arah sang ayah.

"Bagaimana, Ayah? Ayah salah besar karena telah menantangku dan menganggap diriku pengecut. Aku, seorang Riki Kurniawan, bahkan bisa berbuat lebih keji dari ini. Akan tetapi, tunggu .... Apa iya aku bisa melakukannya? Aha ... lebih baik mencoba daripada tidak melakukannya sama sekali. Bersiaplah untuk pergi meninggalkan dunia ini, Ayah!"

Dengan brutalnya, Riki menarik sebilah pisau yang masih menancap di perut sang ayah kemudian menghujamkannya kembali berulang kali. Setelah berhasil menghabisi nyawa sang ayah, Riki bangkit berdiri kemudian bergerak mendekati wanita simpanan sang ayah yang masih duduk menyembunyikan tubuh polosnya di balik selimut ranjang.

"Tidak. Jangan. Kumohon jangan bunuh aku! Tolong ampuni aku!" pinta wanita simpanan itu ketakutan.

Riki sama sekali tidak menggubris perkataan wanita simpanan ayahnya itu. Tak ingin berlama-lama, Riki langsung menyakiti wanita simpanan itu dengan cara menjambak rambutnya kemudian menikam dadanya dengan sekali aksi, yang berhasil membuat wanita simpanan itu tewas seketika di tangan Riki.

***

Riki bercerita panjang lebar hingga mulutnya berbusa-busa. Ia kemudian tertawa terbahak-bahak saking puasnya. "Lega sekali rasanya. Kini sudah saatnya bagiku untuk menebus dosa masa laluku dan menerima hukuman apa pun itu. Hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati, aku siap menerimanya. Tidak ada gunanya lagi bagiku untuk kabur."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro