Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lor Vossen

BY: Illyan

Kisah ini berawal dari seorang penyihir dari desa Rihis. Desa penyihir yang terletak di pedalaman hutan Lessof, yang masuk di wilayah kerajaan Nootbew. Ia adalah Lor Vossen. Pemuda sebatang kara yang kehilangan kedua orang tua, dan adik tercinta karena kegagalan percobaan sihir yang ia buat. Kegagalan tersebut mengakibatkan ledakan pada rumah serta laboratorium bawah tanah rumahnya, dan menewaskan keluarganya yang tengah mengarungi alam mimpi.

Ambisinya untuk membalas dendam pada orang-orang yang telah merundung dirinya dan keluarganya di masa lalu menjadikannya pribadi yang tidak pernah puas pada kemampuannya. 24 jam dalam sehari ia habiskan hanya untuk melakukan percobaan sihir di dalam laboratoriumnya untuk menciptakan sihir terkuat, dan hebat untuk membuktikan kalau ia bukanlah penyihir lemah.

Berbagai macam percobaan untuk menciptakan sihir terkuat ia lakukan tanpa kenal lelah. Salah satu mahakarya yang ia ciptakan adalah tongkat sihir yang terbuat dari kayu yew, tanduk unicorn, serta air mata pheonix, yang kemudian disempurnakan dengan mantra ciptaannya. Ia mengklaim bahwa tongkat sihirnya tersebut menjadi yang terkuat, karena berhasil menghancurkan barier sihir transparan yang melindungi desa Rihis dari dunia luar tanpa ada yang menyadari aksinya tersebut.

"Sial! Ini sangat membosankan!!" Untuk pertama kalinya Lor merasa bosan berada di laboratorium sihirnya. Ia memutuskan menghentikan percobaannya menciptakan sihir teleportasi tanpa portal, dan memilih bermalas-malasan di atas kasur kesayangannya.

Mendadak ia teringat gulungan perkamen yang ia curi beberapa waktu yang lalu dari rumah Yelle, Sang Penyihir Agung. Perkamen itu berisi mantra-mantra kuno, dan pastinya terlarang untuk digunakan karena efek yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi si pengguna maupun orang lain.

Lor membuka gulungan perkamen tersebut. Di dalamnya terdapat banyak lembaran perkamen yang berisi mantra sekaligus penjelasan singkat mengenai mantra tersebut. Tangannya menelusuri satu per satu lembaran tersebut.

"Jackpot!" Ujarnya saat melihat sederet mantra yang masuk ke dalam golongan sihir hitam.

Tidak sulit untuk seorang Lor Vossen mengetahui mantra tersebut adalah mantra hitam. Itu karena sejak dulu ia sangat terobsesi pada aliran sihir tersebut.

Tanpa memedulikan dampak yang ditimbulkan dari sihir hitam tersebut, Lor segera menggambar dua rune berukuran besar sebagai perantara, menyayat telapak tangannya untuk mendapatkan darah segar untuk mengaktifkan rune. Baru setelah itu ia merapal sederet mantra, yang ia ketahui sebagai mantra pemanggil jiwa-jiwa yang telah mati. Tak lupa ia juga menggerakkan tongkat sihirnya membentuk huruf S diakhir mantra.

Rie ela oscuredad

Piensa dorte et vcuo

Ty ardu ve ayseri oppstandelse

Isteach inn are

Det er bare triste nhyheter

Pendar cahaya merah kecokelatan mulai tampak di setiap goresan, di setiap detiknya pendar cahaya itu semakin terang, energi yang dikeluarkan pun sangat besar. Yelle, beserta para penyihir Kuil Agung pasti menyadari dari mana energi sebesar ini.

"Sial!! Energinya sangat besar! Aku harus pergi sebelum Tuan Yelle datang." Lor memang sanggup melawan penyihir biasa dengan dibantu sihir-sihir ciptaannya, tapi melawan Yelle? Ia tidak ingin mengambil risiko melawan seorang Penyihir Agung dan penyihir penghuni Kuil Agung.

Tapi sebelum Lor meninggalkan rune yang telah aktif, Lor menuliskan beberapa nama penyihir yang dulu sering mengolok-oloknya, ia menulisnya dibagian dalam rune yang masih kosong. Itu ia lakukan agar roh-roh jahat yang ia panggil melalui rune tersebut menyerang, dan menghabisi penyihir yang namanya telah ia tulis di dalam rune. Ia juga membawa serta perkamen yang ia curi dari Yelle.

"Forsvvin!"  Tepat setelah Lor merapal mantra tersebut, dan menghilang, Yelle beserta beberapa penyihir Kuil Agung tiba di laboratorium milik Lor.

"Benar dugaanku, anak itu yang telah mencuri perkamen di rumahku, dan menggantinya dengan kertas biasa!" Air muka pria tua itu jelas menggambarkan amarah yang teramat sangat.

"Tapi bagaimana bisa Lor memasuki rumah anda tanpa seizin anda, Tuan Yelle?" Tanya salah seorang pengikut Kuil Agung.

"Tentu saja karena ia telah menciptakan sihir-sihir hebat nan kuat. Ia dan keluarganya bukanlah penyihir lemah seperti yang selama ini kita kenal." Tatapan Yelle tak lepas dari rune yang cahayanya kini berwarna merah pekat.

"Memangnya untuk —"

"Sudah! Jangan membahas keluarga Vossen lagi. Kita harus menonaktifkan rune yang belum sepenuhnya aktif ini, sebelum para roh penghuni neraka tiba di desa." Titah Yelle yang langsung dipatuhi para pengikutnya.

Di tempat lain, Lor Vossen tertawa bahagia dengan apa yang ia lakukan barusan. Ia senang karena akhirnya ia bisa menunjukkan betapa hebatnya keluarga Vossen dalam menggunakan sihir. Sesuatu yang sangat ia inginkan sejak dulu. Lor tidak akan pernah tahu alasan orang tuanya meminta ia dan adiknya untuk menyembunyikan kekuatan mereka dalam mengendalikan sihir, karena kini kedua orang tuanya telah tiada.

Lor memperhatikan sekitar, "Hutan. Tentu saja, tempat yang cocok untuk penyihir." Ia berteleportasi ke hutan Morin, yang terletak di kerajaan Therus.

Pemuda itu mulai membangun rumah sederhana untuk tempat tinggalnya yang baru.

"Gearadh gaoithe!" Lor menggerakkan tongkat sihirnya seakan ia sedang memotong pohon di depannya. Seketika beberapa pohon ambruk, dan terpotong menjadi beberapa bagian.

Tidak butuh waktu lama untuk membangun sebuah rumah dengan bantuan sihir. Rumah sederhana dan nyaman yang seluruh bagiannya terbuat dari pohon itu berdiri kokoh menghadap danau.

"Skyn soliere." Tak lupa Lor juga memberi pelindung agar rumahnya tetap berdiri kokoh meski terkena badai atau tertimpa pohon tumbang.
Satu tahun berjalan begitu cepat. Lor berhasil mempelajari seluruh perkamen berisi sihir kuno yang ia curi dari rumah Yelle. Ia kembali melancarkan misi untuk mencuri perkamen lainnya yang Yelle simpan di rumah mewahnya. Ambisinya untuk menjadi penyihir tak terkalahkanlah yang memaksanya melakukan hal-hal nekat seperti ini.

Lor harus ekstra hati-hati dan tidak boleh gegabah. Ia yakin saat ini keamanan kediaman Yelle telah diperkuat untuk mencegah Lor kembali menyusup, dan mencuri perkamen.

Tapi memangnya apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang Lor Vossen? Memasuki rumah Yelle? Tentu saja itu hal yang sangat mudah bagi Lor. Buktinya saat ini ia sudah berada di ruang rahasia milik keluarga Yelle. Untuk mencuri perkamen tentu saja.

Tidak ingin berlama-lama di tempat tersebut, Lor segera mencari perkamen yang hanya berisi sihir hitam saja. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Lor bergegas kembali ke rumahnya.

"Aku mendapatkannya!!" Pekik Lor kegirangan.

Ia berhasil mendapatkan perkamen yang berisi ritual keabadian, atau yang disebut dengan Evighet o dapttaw. Namun kerutan di dahinya menandakan ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.

"Menyerap seratus ribu jiwa manusia!? Bagaimana caranya aku mendapatkan sebanyak itu?" Ujarnya saat ia membaca apa saja yang menjadi syarat dilakukannya ritual tersebut.

Menyerap jiwa manusia sama artinya dengan membunuh. Membunuh seratus ribu manusia merupakan jumlah yang sangat fantastis. Ia membutuhkan waktu yang lama untuk memenuhi target tersebut, tanpa ada yang mencurigainya.

"Nanti sajalah aku memikirkannya, lebih baik sekarang aku berjalan-jalan ke kota." Lor menyimpan perkamen tersebut dan perkamen lainnya ke dalam peti kayu yang telah ia mantrai.

Akhir-akhir ini Lor sering berjalan-jalan di pusat kota Moringhan, ibukota kerajaan Therus. Di sana ia bisa mendapatkan banyak makanan enak. Karena menurutnya, makanan kerajaan Therus lebih enak dibandingkan kerjaan Nootbew.

Di tengah perjalanan menuju pusat kota, Lor berpapasan dengan Isaac Fontanier, yang ia ketahui sebagai pangeran mahkota kerajaan Therus yang lemah dan penyakitan. Melihat hal itu membuat sudut bibir Lor mengembang sempurna. Sebuah ide muncul di kepala jeniusnya.

Lor mengikuti Sang Pangeran dari kejauhan. "Hutan Morin? Sepertinya ia sudah sangat putus asa."  Batinya saat mengetahui ke mana arah Isaac berjalan.

Lor mengubah penampilannya saat memasuki hutan Morin. Itu bertujuan untuk melancarkan rencananya.

Semakin dalam Isaac masuk ke dalam hutan Morin, semakin dekat pula Lor dengan rencananya. Ia mulai menunjukkan keberadaannya dengan penampilan barunya yang terlihat persis seperti seorang penyihir dalam dongeng anak-anak. Jubah hitam panjang lusuh dengan tudung yang menutupi kepalanya. Rambutnya putih menjuntai hingga pinggang, wajah pucat keriputnya terlihat menyeramkan dengan bibir hitam, serta area mata cekung yang nyaris tak terlihat bola matanya. Jangan lupakan jemari keriput yang berhias kuku-kuku hitam panjang, yang menambah kengerian wujud penyamaran Lor.

"Siapa kau!" Isaac perlahan melangkah mundur, menjauhi Lor yang berjalan mendekat.

"Jangan mendekat! Saya seorang Putra Mahkota, anda jangan coba-coba untuk macam-macam dengan saya!" Tawa merendahkan terdengar jelas di telinga Isaac, yang berasal dari Lor yang berdiri di depannya.

"Dengan kondisimu yang seperti ini, kau masih menganggap dirimu Putra Mahkota?" Ucapan Lor tidak terdengar seperti pertanyaan, tapi hinaan. "Saya memiliki bantuan kecil untukmu, kau mau?" Imbuhnya.

"Saya tidak butuh bantuan apa pun." Isaac berbalik, kembali melanjutkan perjalanannya ke pedalaman hutan Morin.

"Bunuh diri bukanlah solusi dari masalah yang kau hadapi saat ini." Ucapan Lor berhasil menghentikan langkah Isaac.

Isaac menggelengkan kepala pelan, "Keputusanku sudah benar. Posisi Putra Mahkota akan diambil alih oleh adik saya. Keberadaan saya sudah tidak ada gunanya lagi, dan hanya menjadi aib bagi kerajaan. Jadi, lebih baik saya mati saja." Ujar Isaac penuh keputusasaan.
Seringai di bibir hitamnya semakin lebar. Lor yakin rencananya akan berhasil.

"Saya Lor Vossen, penyihir dari negeri seberang bersedia membantumu mempertahankan apa yang menjadi milikmu, Pangeran Isaac Fontanier." Terang Lor meyakinkan Isaac. "Karena saya pernah merasakan hal serupa." Imbuhnya

Kalimat terakhir Lor berhasil meyakinkan Isaac. Sang Pangeran bersedia menerima bantuan dari Lor, meski ada sedikit keraguan. Pasalnya, klan penyihir sudah punah sejak ratusan tahun yang lalu.

Lor membawa Isaac menuju kediamannya yang berada di tengah hutan. Di sana ia mulai menjelaskan 'bantuan kecil' apa yang akan ia berikan pada sang pangeran penyakitan itu.

Dengan sisa-sisa keputusasaan, dan rasa jengkel yang mengendap di hati selama belasan tahun lamanya, Isaac menerima apa pun yang Lor katakan. Karena yang ada dihatinya kini hanya keinginan untuk membalas dendam pada semua orang yang telah menghinanya.

"Saya hanya bisa memberimu kekuatan, untuk eksekusinya kau pikirkan sendiri."

"Tak apa, Tuan Lor, saya sudah memikirkan caranya. Saya akan mengacau di pelantikan Arthur menjadi Putra Mahkota minggu depan."

"Terserah kau saja, sekarang ikuti apa yang saya katakan, saya akan mentransfer sebagian energi dan kemampuan sihir saya."

Lor dan Isaac duduk berhadapan, keduanya lalu mengucap sederet mantra secara bersamaan. Secara ajaib, tubuh Isaac yang awalnya lemas tak bertenaga, serta pucat seperti mayat hidup, kini ia lebih berisi dan bertenaga. Ia juga terlihat lebih hidup.

"Ini pertama kalinya saya merasa sehat, Tuan Lor. Tubuh saya terasa ringan. Terima kasih banyak, Tuan Lor, terima kasih." Isaac beberapa kali sujud di hadapan Lor, sebagai wujud terima kasihnya pada pria tua itu.

"Ingat Pangeran, kau tidak boleh menunjukkan kemampuan sihir yang saya berikan pada siapa pun, atau kau akan kehilangan rakyatmu, kau mengerti?"

"Tentu saja saya paham, Tuan Lor."

"Ehm, Tuan Lor, izinkan saya untuk tinggal sementara di rumah anda untuk satu minggu ke depan."

"Silakan."

Satu minggu berlalu, Isaac bersiap untuk kembali ke istana kerajaan Therus untuk menggagalkan pelantikan pengangkatan Arthur menjadi Putra Mahkota menggantikan Isaac. Rencananya, Isaac akan menantang Arthur untuk membuktikan siapa yang pantas memimpin kerajaan Therus.

"Bawalah, ini akan menjadi alat komunikasi kita." Lor menyerahkan Graphene, tongkat sihir yang menjadi mahakaryanya..

"Dan ingat, jangan tunjukkan sihirmu di depan orang lain, atau kau akan kehilangan rakyatmu." Imbuhnya.
Isaac mengangguk patuh. Wajahnya menyiratkan keangkuhan yang memuakkan di mata Lor.

"Forsvvin." Isaac merapal mantra teleportasi, meninggalkan Lor dengan seringai sinis yang tak pernah pudar.

"Bodoh!" Lor benar-benar tidak menyangka akan semudah ini memperalat seorang pangeran.

Sementara itu di ballroom istana, ternyata Isaac telah melancarkan aksinya. Ia telah menghabisi Arthur bahkan Anthony, ayahnya sendiri. Dan kini, rakyat Therus mau tidak mau harus mengakui kehebatan Isaac yang sekarang, dan menerimanya menjadi pemimpin mereka, Raja Therus.

Tiga tahun berlalu, Isaac memimpin Therus dengan kejam. Ia menaikkan pajak tanpa berdiskusi dengan para mentri, membuat peraturan yang merugikan rakyat menguntungkan pejabat, dan masih banyak lagi. Therus benar-benar hancur di bawah kepemimpinan Isaac.

Isaac yang dulu dihina, dan dianiaya kini menjadi seorang tirani yang kejam, dan bengis. Dan kini, Isaac bersikeras mempersunting Luisa, salah seorang putri dari mentri pertahanan Therus. Luisa ingin menolak, tapi ia tak memiliki hak untuk itu. Ia pasrah dipersunting Isaac.

"Sebelum kita menikah, ada yang ingin saya pastika telebih dahulu. Yang Mulia, apa anda bisa sihir? Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja melihat anda menciptakan api menggunakan tongkat sihir. Maaf jika saya lancang." Semua orang tercengang dengan pernyataan Luisa.

"Ya, saya bisa sihir. Kau mau lihat?" Isaac melupakan perjanjiannya dengan Lor.

"Svaliore!" Ia mempertunjukkan sihir di depan Luisa dan keluarganya. Ia menerbangkan guci besar yang ada di sudut ruang menggunakan tongkat sihir.

Dan saat itu juga, angin besar melanda Therus. Kilatan petir, dan gemuruh halilintar bersahutan. Angin di laut pun ikut mengamuk, gulungan ombak besar menyapu pesisir pantai.

"Hahaha! Kau telah melanggar perjanjian Pangeran Isaac. Sesuai perjanjian, saya akan mengambil seluruh rakyatmu." Suara Lor bergema di ruangan tersebut, tapi entah di mana wujudnya.

Isaac terdiam tak bisa berkutik, "Tidak!" Ia telat menyadari kesalahannya.

Hanya dalam hitungan detik, semua orang yang ada di ruangan tersebut terkulai tak bernyawa. Isaac berlari keluar, kondisi yang tak jauh berbeda berhasil menyayat hatinya. Therus porak-poranda, raga tak bernyawa tergeletak di mana-mana.

Saat itu juga ia menyadari telah diperalat oleh Lor. Ia ingin marah, tapi ia tidak memiliki tenaga untuk itu. Ini juga bersalah karena percaya pada orang yang baru ia temui.

"Pergilah, aku akan membiarkanmu hidup dalam penyesalan." Lagi-lagi suara Lor bergema, tapi tak terlihat wujudnya.

Isaac memacuh kudanya dengan kecepatan penuh. Melewati jasad-jasad rakyat Therus yang mati dengan cara mengenaskan. Mereka mati karena Lor telah menghisap sari-sari kehidupan mereka.

Tawa kebahagian, namun terdengar mengerikan menjadi pengiring kepergian Isaac dari Kerajaan Therus yang sudah tidak lagi berpenghuni.

"Aku berhasil!" Lor berhasil menyempurnakan ritual evighet o dapttaw, atau ritual keabadian. Ia kini menjadi penyihir terkuat, dan hanya bisa dibunuh dengan kekuatan dewa.

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro