Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Fhischel La Chyvora

BY: Jieasea Imelda

Anak kecil itu terus mengikutiku. Memaksa untuk membeli dagangannya dengan harga yang cukup murah. Aku tak memiliki uang, bergegas pergi. Namun, tetap saja, jejak kakinya selalu membuntuti bayanganku. Sungguh menyebalkan. Dilihat juga kasihan, satu pasang mata pun tak ada yang melihatnya. Rasa pamrih menghantui. Aku lupa juga bernasib sama sepertinya.

Berjalan mengikuti arah angin serta arus air, belum kunjung menemukan sanak saudara. Rumput liar tumbuh bebas tak terkendali. Dedaunan kering menumpuk bak makanan lezat. Satu permukiman sudah tak tertangkap oleh mata. Mungkin Langkah kaki ini sangat jauh beroprasi. Duduk di sebrang sungai, ku minum airnya dengan tangan menengadah. Teguk demi teguk tidak dapat menghilangkan rasa lapar teramat berat.

Buah apel jatuh mengenai punggung. Melihat sekeliling, atas, samping kanan-kiri, sungguh hadiah untukku. Beberapa buah apel telah masak. Memanjat pohon adalah keahlianku sedari kecil, tentu bukan menjadi sebuah penghalang untukku memetiknya. Sekitar tujuh buah telah berhasil aku ringkus dalam baju lusuh ini. Entahlah, pohon siapa, yang terpenting aku bisa makan seusai seminggu makan sisa.

Tujuh buah apel, mengingatkanku pada keenam kakak perempuanku. Meski semua mengucilkan, mereka berenam selalu melindungi. Payah sekali. Aku laki-laki paling kecil, tetapi tak bisa melindungi mereka semua. Keadilan harus dibenarkan. Mereka yang terpaksa menuruti tradisi aneh secara terpaksa, harus meninggalkan dunia demi hasrat orang-orang biadab.

***

Semua terlihat begitu bahagia. Berlarian tanpa arah tujuan, canda tawa terlukis pada wajah mereka. Sebagian tengah serius belajar mencapai target yang ditentukan. Jika dirasa kembali, mungkin ini adalah keinginan bagi semua orang. Hidup damai dan keharmonisan menyertai.

Lonceng asrama berbunyi tujuh kali, menandakan hari bebas segera datang. Libur beberapa minggu setelah semua siswa menyelesaikan ujiannya masing-masing. Itu merupakan waktu yang tepat untuk pulang ke rumah. Pengumuman usai dibicarakan, semua memutuskan untuk tidak meninggalkan asrama saat libur, karena pelajaran tambahan akan dibawakan langsung oleh seseorang berdarah suku Utara.

"Kate!"

Suara lembut datang dari arah taman liar.

"Apa yang kau lalukan di sini, Kate?" tanyanya serambi duduk di sebelahku.

"Aku hanya bosan mendengar materinya," jawabku tanpa melihatnya.

"Ini demi kelolosan kita menjadi murid Ladyshia. Kau akan rugi jika tinggal kelas."

Gadis itu terus mengoceh tanpa henti.  Bahkan beberapa menit dipergunakan untuk menceramahiku. Ia tak sadar bahwa dirinya juga meninggalkan kelas dan malah duduk di taman menemaniku. Sudah jelas, akan aku ulur waktu hingga pembelajaran selesai.

Tanpa ada jawaban dariku, membuatnya kesal dan menceritakan kembali kalau aku mirip dengan laki-laki yang pernah menjadi sahabatnya. Namun, sekarang sahabatnya itu telah beristirahat untuk selamanya. Hal itu tak pernah ia ceritakan sebelumnya. Sejak tadi tak tertarik dengan pembicaraannya, sekarang aku mulai mendengar dan mengikuti alur ceritanya.

"Steven namanya. Kelakuan dia sama denganmu, membenci pembelajaran. Bahkan dia berniat menggagalkan ujiannya agar dikeluarkan dari asrama. Perbuatannya sungguh memalukan, kau tau apa yang selalu dia ucapkan kepadaku?"

"Apa?" tanyaku berkelanjutan.

"Asrama ini hanya tipu daya, Ladyshia yang hebat dari suku Utara tak benar keberadaannya. Untuk apa terus bermimpi akan bertemu dan menjadi muridnya. Dia dan ketujuh putra-putrinya sudah mati, bukan mengasingkan diri demi meningkatkan kekuatan."

"Terkadang aku terdiam, marah, dan sering memukulnya. Pertanyaanku satu, siang dia berkata seperti itu padaku, tetapi malamnya ia diam-diam menemui para guru," jelas gadis itu penuh amarah tergambar di wajahnya.

"Elevie, sepertinya kelas sudah selesai. Kau kembalilah dulu, aku akan menyusul, ucapku dengan tujuan mengusirnya.

Dia hanya berdiri dari tempat duduk, aku tidak tau lagi selanjutnya karena meninggalkan dirinya. Aku rasa sudah cukup aman meninggalkan asrama begitu jauh. Bukit ini lumayan tinggi untuk melihat seluruh daerah akademi. Tanpa membawa sepasang pakaiann atau semacanmya, hanya buku setebal novel bersampul dari kulit naga berwarna biru pekat kehitam-hitaman dilengkapi garis lingkaran seperti matahari di tengah dengan warana emas. Terlihat sangat elegan.

Mulai aku buka buku itu di kegelapan malam. Seuntai kalimat dibaca oleh mulutku dengan serius. Deichnontas tin alitheia oti eimai aplos ena adynamo on, alla echo polles gnoseis, empsycha stoicheia. sambil memejamkan mata lalu membukanya, seketika pancaran sinar menyilaukan mata muncul dari buku dan berpindah menyelimuti seluruh tubuhku. Cahaya emas sedikit kemerah-merahan terlihat elok.

***

"Nyonya Marjoe! Grimoire Fhischel La Chyvora hilang dari perpustakaan terlarang. Mata naga, mata air keabadian, serta akar suci pohon Chyvora juga ikut menghilang." Seorang wanita muda datang dengan panik.

"Bodoh! Kau sungguh tidak becus menjaganya, La Signora!" Kemarahan membara terlukis jelas pada seorang wanita tua yang dipanggil dengan sebutan nyonya.

"Maafkan Signora. Akan saya rebut kembali grimoire itu beserta elemennya."

Seusai meyakinkan sang nyonya, wanita muda berusia 25 tahun tersebut mengubrak-abrik seluruh ruangan asrama. Tidak ada satu pun yang terlewat, bahkan para siswa juga ikut diperiksa. Padahal dari mereka tidak diberikan izin akses masuk perpustakaan terlarang. Hanya pengajar dan petugas kebersihan asrama memiliki plakat terbuat dari besi bergambar serta bertuliskan jabatan masing-masing.

Perpustakaan terlarang merupakan tempat penyimpanan berbagai macam grimoire juga barang langka untuk menyempurnakan kekuatan sihir. Sudah dari beberapa ribuan tahun, sekolah sihir didirikan. Fhischel La Chyvora adalah salah satu grimoire tingkat atas yang sulit dipelajari, bahkan orang-orang tertentu saja yang dapat membukanya. Kekuatan monster besar purbakala diekstrak menjadi sumber enam elemen demi meningkatkan elemen paten pada diri manusia.

Terlihat seperti buku sihir pada umumnya, tetapi ada sedikit perbrdaan yang mengagetkan. Grimoire Fhischel La Chyvora terbagi menjadi tiga bab utama dalam pembelaran sihir tingkat istimewa. Empsycha stoicheia, mempelajari dalam hal mengaktifkan elemen pada tubuh. Peristrofi tou somstos, belajar seputar bertukar raga. Allagmeni psychi, mempelajari tentang betukar jiwa.

La Signora tak pandang kasihan. Bagi siapapun yang telah mencuri grimoire tersebut hukumannya adalah menyatu dengan tanah selamanya. Batas kesabarannya habis. Jika tidak berhasil menemukan, maka dirinya sendiri akan dihukum dengan berat untuk mempertanggung jawabkan posisinya sebagai pelindung utama perpustakaan terlarang dan kaki tangan Morjoe.

"Grimoire Fischel La Signora telah hilang? Bagaimana bisa. Kate, di mana dia?" terlintas sepatah kalimat pertanyaan di pikiran Elevie.

Menjelang tengah malam, belum ada kabar kepastian keberadaan grimoire tersebut. Asrama sudah terjelajah, tak ada satu pun yang mencurigakan. La Signora dan beberapa bawahannya berhenti sejenak. Walaupun Marjoe terus memarahinya, tetap saja Signora membawakan hasil nihil. Mengingat kembali sebuah kejadian dua minggu lalu, tidak lama dari meninggalnya Steven dan datangnya murid baru bernama Kate.

"Bagaimana, kau menyetujuinya?"

"Asalkan aku bisa keluar masuk perpustakaan terlarang tanpa ada batasan," jawab anak laki-laki berusia 13 tahun.

"Baiklah, kau juga tidak boleh telat memberikan darah langkamu padaku, Steven."

"Sepakat, La Signora."

***

Napas terendat-endat tak karuan. berlari dari arah cukup jauh membuat kakinya tak kuasa untuk berjalan lagi. Terlihat rambut hitam panjang terurai bebas. Dilengkapi dedaunan dari ranting kecil menyangkut pada rambutnya. Seragam bewarna hitam rapi dengan pelipit dan morif indah bewarna emas. Rok selutut serta sepatu setinggi lutut. Lengan baju terlihat sobek bekas terbakar.

Elevie terus menahan kakinya agar tetapi berdiri sembari melihat gadis yang lebih muda di depannya. Asik dengan dunianya sendiri, pancaran sinar emas kemerahan membuat mata Elevi melotot lebar tak peraya. Amat yakin mengenalnya, sungguh bukan suatu kebetulan semata, tetapi sudah direncanakan.

"Kate! Apa yang kau lakukan! Mencuri grimoire?" tanya Elevie.

"Pertanyaan sama itu membuatku jengkel. Kenapa selalu mengurusi hidupku? jabawku kesal.

Secara tiba-tiba tubuhku dari gadis kecil bernama Kate, berubah menjadi anak laki-laki. Itu adalah wujud asliku. Perkenalkan, aku Steven, anak ketujuh Ladyshia. Hebat bukan? Sihir yang hanya bisa dipelajari orang-orang tertentu kini telah aku gunakan.

"Peristrofi tou somatos, sihir bertukar tubuh. Bagaimana? Kau terkejut? Empat dari enam elemen manusia sudah aku kuasai di grimoire Fischel La Chyvora bagian Empsycha stoicheia," jelasku pada Elevie.

"Steven! Benar dugaanku tidak meleset. Dari dulu kesamaan wujudmu Kate dengan Steven tidak jauh beda, karena masih satu jiwa yang sama. Namun, dengan mencuri grimoire terlarang sungguh keterlaluan. La Signora atau Nyonya Marjoe tidak akan mengampuni hidupmu jika tahu akan hal ini. Keributan di asrama sudah terjadi." gadis itu terus mengoceh seperti biasa, mungkin tak memiliki rasa pegal di mulutnya.

"Lalu, apa ruginya bagiku? Sudah saatnya mengakhiri semua ini. Ladyshia, ibuku, hanyalah manusia biasa yang ber-Tuhan, bukan manusia suci yang didewakan. Pemikiran kuno ini telah merenggut nyawanya serta keenam saudariku. Kemudian grimoire ini adalah milik ibuku yang beliau dapatkan dengan kerja kerasnya, dan diwariskan pada La Runa saudari kembar La Signora muridnya."

***
Setelah membujuk gadis kecil itu dengan menukarkan kalung pemberian ibuku untuk membeli sebuah dagangannya, akhirnya ia memberikan peta berukuran lebar. Namun, untungnya masih bisa dilipat dan ku masukkan saku. Memang tidak begitu berharga, tetapi ia mengatakan bahwa jika aku pergi ke asrama sekolah sihir tersebut, bakal mendapatkan banyak keuntungan. Salah satunya, grimoire langka milik ibuku.

Gadis kecil berusia 10 tahun hanya mengoceh dan bercerita banyak hal tentang hidupnya. Kisah kami sama, terlantar tak tahu arah. Hanya saja, dia lebih parah karena dibunuh oleh saudarinya sendiri karena masalah berebut sebuah buku. Tunggu dulu, dibunuh? Bukankah itu aneh? Lalu siapa dia sebenarnya?

Namanya La Runa. Setelah beberapa tahun mengabdi dan mempelajari dengan serius ilmu sihir yang hanya digunakan untuk tujuan kebaikan. Namun, perjalanan hidupnya bermula baik-baik saja, hingga pewarisan grimoire Fhischel La Chyvora dari Ladyshia. Keturunan Ladyshia memang memiliki darah langka, maka dari itu ia tak ingin putra-putrinya bernasib sama dengannya. Tertekan, diperlakukan seperti orang suci dan diberi persembahan.

La Signora pada waktu itu juga merupakan murid Ladyshia, tetapi grimoire tersebut jatuh kepada saudari kembarnya. Betapa kesalnya, iri dengki membara besar emosinya. Memutuskan membantai keturunan Ladyshia dan La Runa demi merebut grimoire itu. Hanya Steven, salah satu putra yang diasingkan karena bukan seorang wanita suci, berhasil meloloskan diri.

"Lalu apa hubunganmu dengan Kate?" Elevie terus melontarkan pertanyaannya.

"Kate adalah La Runa. Allagmeni Psychi telah ia kuasai." sahutku enteng.

"Jadi La Runa menyuruhmu mengambil kembali grimoire itu?"

"Cerdas," timpalku pada Elevie.

Setelah beberapa lama terdengar suara wanita tertawa berjalan menuju arah mereka berdua. Tidak disangka, sebuah hambatan besar datang. Rencana matang Steven, hancur karena kedatangan Elevie yang menunda aksinya. Wanita tinggi menggunakan jubah hitam bercampur ungu tersebut tak henti-hentinya menertawakan merekaa berdua. Ternyata, La Signora sudah mendengarkan semua obrolan mereka.

"Empat elemen? Steven, kau tau hukuman orang yang mencuri grimoire? Kalau kau menguasai empat elemen itu tunjukkan padaku!" dengan menampilkan kemarahannya, sambaran petir muncul dari tangan La Signora dan menghempas pepohonan di sekitar,

Elevie belum sempat menghindar langsung jatuh terkapar.

Segera aku yang sudah menguasai beberapa elemen langsung membaca mantra, "Deichnontas tin alitheia oti eimai aplos ena adynamo on, alla echo polles gnoseis, empsycha stoicheia!" semburan air mengarah cepat untuk mem-bloking arus listrik dan hampir berbalik arah menyambar La Signora.

Karena kesal, wanita itu mengeluarkan arus angin dari jemarinya. Sungguh gangguan yang tidak terduga. Lagi-lagi dengan cepat aku langsung membaca mantra sihir sehingga mengeluarkan api. Berhadapan dengan angin, api tersebut semakin merajalela, membakar pepohonan tumbang di sekitar mereka. Namun, hal tersebut tak bertahan lama. Tenagaku akan habis jika begini saja.

"Kau tak tau, ya? Darahmu yang kau berikan padaku waktu itu memberikanku energi lebih dan menyerap energimu. Hahaha!" Tawa lantang La Signora mengagetkanku.

Tanpa menunda waktu dan berpikir panjang, aku menelan mata naga, mata air keabadian, serta akar suci pohon Chyvora tanpa sisa. Wanita itu berteriak dan melongo. Kemarahannya semakin menjadi-jadi, seperti beruang yang mengamuk. Seusai menelannya beberapa detik energiku meningkat. Itu ku rasakan secara langsung.

Elemen es menyorot ke arah La Signora. Kekuatanku sihirku kini sepuluh kali lipat menjadi lebih kuat. Sasaran yang tepat. Dia beku seketika. Dengan gesit aku mengeluarkan elemen tanah untuk membungkus bongkahan es berisi La Signora.

Api merah menyala menyulut tanganku, tetapi aku tidak merasakan panas sama sekali. Kekuatan dari buku itu benar-benar ajaib. Mantra yang aku pelajari beberapa bulan berhasil membara. Ku arahkan kedua tanganku ke bangunan basar dan megah di bawah sana. Beberapa bola api meluncut tepat pada atap. Beberapa detik api menyambar pada gerbang utama.

Dilengkapi energi dari tubuhku, dan angin malam cukup membantu untuk membakar habis semua bangunan dan halaman asrama. Teriakan samar-samar terdengar, semua berlarian tak cukup waktu untuk meninggalkan gerbang. Api terseut tidak akan padam jika belum waktunya. Tanpa ekspresi tergambarkan di wajahku. Antara lega dan sedih. Teman yang selalu mengajakku berbicara harus menjadi korban. Grimoire Fhischel La Chyvora kembali ke tangan yang tepat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro