Curse Grimoire
BY: Liana Varendra
Sebuah sekolah khusus penyhir bernama Alzero Academy. Nama tempat ini diambil dari pendiri utama, yaitu Hensel Alzero. Tiap wilayah memiliki sekolah ternama, tetapi Alzero Academy merupakan Academy utama di Wizard Kingdom.
Alzero Academy memberikan banyak fasilitas sebagai penunjang bagi para murid. Guru pengajar pun sudah terverifikasi sebagai tenaga pengajar yang berkompeten. Lulusan Alzero sangat disarankan atau direkomendasikan sebagai tenaga kerja di Wizard Kingdom karena keahlian serta kebolehan setelah menjejali bangku Academy sangat terjamin.
Sistem penerimaan calon siswa sangat ketat. Namun, tidak perlu khawatir jika tidak terpilih. Alzero Academy tidak hanya menerima calon siswa melalui satu jalur masuk, tetapi tiga sekaligus.
Jalur pertama, calon siswa harus mendaftar serta melaksanakan ujian untuk masuk ke tahap selanjutnya sampai dinyatakan lolos. Jalur ini biasanya menggunakan pengetahuan umum, bagi calon siswa kutu buku mungkin memakai jalur ini untuk masuk.
Jalur kedua, khusus para guru bisa merekomendasikan anaknya, tetangga, saudara, atau siapapun yang memiliki potensi. Jalur ini hampir memiliki kesamaan dengan jalur ketiga, tetapi jalur terakhir hanya direkomendasikan oleh kepala sekolah sendiri. Jalur kedua tidak serta masuk begitu saja, tentu ada tes untuk mengetahui calon siswa layak atau tidak.
Jalur ketiga, jalan terakhir menuju Alzero Academy. Jika tidak diterima melalui tahap masuk secara umum atau jalur satu, kemudian tidak mendapat rekomendasi dari para guru, maka jalan terakhir adalah pilihannya. Kepala sekolah akan mengundang secara langsung calon siswa dengan mendatangi kediaman calon siswa tersebut. Jalur ketiga ini cukup istimewa karena kepala sekolah sendiri yang mengundang, selain itu kuota di jalur ini hanya lima orang. Tidak lebih atau kurang, tiap tahun selalu menerima lima.
Pagi ini, Alzero Academy melakukan acara penyambutan siswa baru. Total penerimaan siswa baru 105 orang, sudah termasuk jalur satu, dua, dan tiga. Hari ini para siswa tingkat satu akan mendapat sebuah gelang permata sebagai peresmian murid Alzero Academy. Gelang pertama menyesuaikan pemilik, jika memiliki kekuatan angin maka gelang permata akan berbentuk angin. Gelang pertama ini berfungsi melindungi dan mengikat. Para siswa akan mendapat perlindungan jika dalam bahaya di luar Academy saat melaksanakan sebuah misi atau merasakan sakit apabila mencoba kabur dari area sekolah.
Seorang siswa berambut hitam dengan iris abu-abu memperhatikan jalannya penyematan gelang permata, ia sendiri belum memilikinya. Mungkin nanti diberikan. Seluruh murid baru menggunakan jubah hitam sebetis, pakaian ala penyihir. Tak lupa seragam putih, dasi, celana atau rok hitam, dan sepatu. Ia merasa bangga bisa masuk Alzero Academy melalui jalur ketiga.
"Baiklah, acara selanjutnya adalah pembagian gelang permata untuk tingkat satu. Harap tenang agar tidak ada yang tertinggal!"
Suara wakil kepala sekolah menggema di lapangan besar ini, tak lama muncul gelang-gelang permata di langit. Benda itu menghampiri pemiliknya secara otomatis. Ia mendapatkan sebuah gelang berbentuk kepala tengkorak, agak menyeramkan. "Seburuk itukah kekuatanku?"
"Hei! Siapa namamu?" bisik perempuan berambut biru.
Siswa berambut hitam ini agak terkejut, kemudian menyodorkan tangan. "Helios Orfias. Bagaiaman denganmu?"
"Kamu bisa memanggilku, Alea." Keduanya berjabat tangan. Alea memperhatikan gelang milik Helios. "Gelangmu sangat ... indah dan menyeramkan sekaligus, Helios."
Komentar Alea membuat Helios kembali melihat gelangnya. Ternyata simbol matahari muncul di samping tengkorak. Indah, tetapi menyeramkan. Helios tidak tahu mengapa gelangnya bisa memiliki dua simbol sekaligus. Padahal Alea hanya memiliki satu simbol, begitu pun siswa lainnya.
"Apa gelang milikku rusak?" gumam Helios cemas.
Alea menepuk pundak teman barunya. "Jangan khawatir. Nanti kita tanya saja pada guru. Aku akan membantumu bertanya, Helios. Jadi, jangan takut. mengerti?"
"Terima kasih, Alea. Maaf merepotkanmu." Helios membungkuk dalam. Ia merasa merepotkan gadis itu karena pertemuan mereka diisi oleh keanehan gelangnya. Tadi Helios hanya melihat simbol tengkorak, tetapi semenit kemudian bertambah simbol matahari.
Asyik melamun, Helios tidak tahu kalau penyambutan dan penyematan sudah berakhir. Alea mengajaknya menuju papan pengumuman. Mereka akan melihat pembagian kelas. Alzero Academy dibagi menjadi dua kelas, yaitu Fantasy dan scifi. Dua jurusan itu dipengaruhi oleh masing-masing kekuatan saat penerimaan.
Beberapa murid berdesakan untuk melihat papan pengumuman. Helios memilih menunggu di dekat tiang penyanggah, sementara Alea meneros dalam kerumunan. Gadis itu terlalu bersemangat. Beruntung Alea memiliki tubuh mini seperti Dwarf, bangsa lain di luar Wizard Kingdom. Walau begitu, Alea tidak benar-benar pendek, mungkin sekitar 154 cm tingginya.
Iris abu-abu itu menatap sekitar gedung utama. Tempat ini cukup ramai dilalui tingkat satu, dua, dan tiga. Sesekali terlihat para guru melintas. Helios tidak sabar untuk mengemban ilmu di sini, ia ingin membanggakan kedua orang tuanya serta adik kecilnya. Semoga, cita-cita dan keinginan keluargaku bisa terwujud.
"Helios! Jangan melamun!" sentak Alea. Setelah berebut melihat papan pengumuman, ia bisa tersenyum lebar karena satu kelas dengan teman pertamanya, Helios. Namun, Alea melihat laki-laki itu tengah melamun sembari bersandar di tiang penyanggah, seolah tidak ada gairah hidup.
Beberapa kali Helios berkedip, kemudian membungkuk. Tinggi keduanya cukup jauh, sehingga Helios harus memegang lutut untuk berbicara dengan Alea. "Maaf, ya. Tadi aku sedikit kepikiran mengenai sekolah ini. Jadi, bagaimana pembagian kelas?"
Alea meloncat-loncat kesenangan, hal ini membuat Helios menaikkan salah satu alis, ia tidak mengerti. Selang lima detik, Alea memegang pergelangan tangan Helios. Gadis penyihir itu berkata, "Kita satu kelas!"
Baguslah, aku tidak kerepotan karena sudah dapat teman satu kelas. Helios tersenyum hangat, ia mengacak rambut Alea. "Terima kasih sudah repot-repot mencari namaku dari sekian banyak orang."
"Bukan masalah." Alea membalas senyum Helios. "Bagaimana kalau kita kita bertanya mengenai gelang milikmu pada salah satu guru?"
"Baiklah, setelah padamu."
Alea menarik lengan Helios. Laki-laki itu harus berjalan pelan karena langkah kaki Alea tidak sepertinya, besar-besar. Tinggi Helios sekitar 189 cm, mirip sekali seperti tiang berjalan. Gen ini menurun dari ayahnya. Helios perlu bersabar mengikuti Alea, si gadis penuh semangat.
Keduanya melewati jalan setapak menuju ruang guru. Jika gelang milik Helios tidak aneh seperti ini, mungkin ia sudah merebahkan dirinya di kamar asrama. Alzero Academy memberi fasilitas seperti kamar asrama karena para murid tidak diperbolehkan pulang ke rumah, kecuali liburan. Helios harus rela meninggalkan keluarganya demi mencari ilmu. Bukan masalah, tetapi terasa berat mengelayuti hatinya.
Alea menggerutu, ia lupa jalan menuju ruang guru. Alzero Academy sangat luas, tiap guru memiliki ruang sendiri, sehingga keduanya kebingungan ingin bertanya pada siapa. Alea merasa sangat bodoh. Ia mengajak Helios seolah tahu guru yang tepat untuk ditanyakan. Namun, dirinya sendiri kebingungan saat ini. Bodoh sekali!
"Tidak masalah, Alea." Helios menyejajarkan tingginya pada gadis ini.
Kini, keduanya berhenti di pertigaan menuju dua gedung berbeda. Jika mereka salah memilih jalur maka dipastikan Alea dan Helios akan tersesat. Sebelum hal itu terjadi, Helios meminta agar Alea berhenti berjalan, kemudian bertanya pada salah satu senior.
"Maaf, kita hampir tersesat," sesal Alea sembari menunduk dalam.
Helio mengusap puncak kepala gadis itu. "Ayo, kita tanya pada senior di sini."
Gadis berambut biru itu kembali bersemangat. Ia menghampiri senior berambut pirang, sementara Helios melihat dari jauh. Ketika ingin menghampiri Alea, gadis itu sudah kembali lagi padanya.
"Kau membuatku tidak berguna, Alea. Aku juga ingin ikut bertanya, tetapi kau sudah lebih dulu bertanya dan kembali." Helios bersedekap.
Alea tertawa. "Maaf. Anggap saja ini bentuk permintaan maafku." Ia menunjuk jalur sebelah kanan. "Kita harus melewati jalan itu, kemudian belok kanan dan menemui Mr. Brusta untuk menanyakan gelangmu."
"Mr. Brusta? Kau yakin?" tanya Helios tidak yakin. Ia memang belum mengenal siapa pria itu, tetapi Alea mengucapkan nama Mr. Brusta seolah beliau adalah pakar permasalahannya.
"Benar! Mari kita temui Mr. Brusta. Senior tadi menyuruh kita menemui guru itu karena Mr. Brusta merupakan si pembuat gelang!"
Semoga gelang ini tidak bermasalah.
**
Keesokan harinya, seluruh murid sudah bisa belajar sesuai kelas. Pagi-pagi sekali, Alea mengirimnya surat melalui BirdPost. Hewan pengantar surat yang selalu bisa dipanggil saat ingin mengirim surat. BirdPost selalu berkeliaran di area sekolah, hewan ini kadang membantu para guru atau murid. Imbalannya cukup memberi sekantung biji-bijian atau biskuit, maka suratmu akan sampai pada penerima.
From: Alea Virusa
To: Helios
Selamat pagi, Helios! Jangan lupa kita ada kelas mantra hari ini!
Oh, sebelum itu kita harus sarapan. Mengerti?
Kutunggu kau di pintu ruang makan.
Tertanda, Nona Virusa.
Helios menggunakan seragam putih dipadu dengan jubah hitam, tak lupa sapu terbang. Benda ini diwajibkan bagi semua siswa untuk memilikinya sebagai alat transportasi di sekolah. Para penyihir tentu bisa menggunakannya, tidak perlu diajari lagi. Helios hanya membawa sapu terbang dan kartu untuk absen. Buku sudah berada di kelas, Alea bilang jika sudah menempati salah satu bangku, maka secara ototmatis semua peralatan sekolah akan diberikan saat itu juga.
Helios menaiki sapu terbang menuju ruang makan, ia sudah hapal tata letak Alzero Academy karena semalam ia sudah mempelajari beberapa lokasi penting. Semua murid menggunakan sapu terbang untuk pergi ke tempat tujuan. Namun, sejumlah siswa memakai benda seperti papan skateboard. Helios juga ingin alat transportasi seperti itu, tetapi mendapatkannya pasti tidak mudah.
"Helios!" pekik Alea.
Pemuda berambut hitam itu mendarat tepat di hadapan Alea, ia tersenyum lembut. "Pagi, Alea."
"Pagi. Kamu tidak kesulitan menuju ruang makan?" tanya Alea bingung.
"Tidak, tadi malam sudah kuhapal beberapa tempat di sekolah ini. Sebaiknya kita segera mengisi perut sebelum bel berbunyi," ajak Helios.
Keduanya berjalan memasuki ruang makan. Ternyata di dalamnya cukup padat mengingat banyaknya murid di Alzero Academy. Meski begitu, keduanya tidak perlu mengantre karena semua piring serta mangkuk akan terisi sendiri oleh makanan pesanan para murid, kemudian melayang menuju meja si pemilik.
Setelah melihat menu pagi ini, Helios memesan roti panggang dan segelas susu. Ia perlu bersyukur karena tiap pagi perutnya diisi sebelum belajar. Keduanya makan dalam diam, setelah selesai barulah Alea berbicara.
"Gelangmu mungkin akan bereaksi dengan grimoire nanti, seperti ucapan Mr. Brusta. Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu para guru akan mengawasi," kata Alea menenangkan.
Helios mengembuskan napas kasar. Kemarin Mr. Brusta agak terkejut melihat gelangnya. Pria itu berkata jika tidak ada sejarah murid Alzero Academy memiliki gelang dengan dua simbol sekaligus. Hati Helios makin resah. Mr. Brusta segera melapor pada kepala sekolah. Sedangkan Helios tidak tahu harus bagaimana.
"Sebaiknya kita pergi ke kelas jika ingin mendapatkan bangku paling belakang," ajak Helios.
Keduanya kembali menaiki sapu terbang masing-masing. Perjalanan udara menempuh waktu lima menit, jika berjalan lima belas menit. Gedung-gedung dibangun dengan gaya victoria. Bebatuan digunakan untuk mendirikan semua bangunan, atap kerucut, dan pepohonan lebat membuat sekolah ini seperti berada di tengah hutan.
Helios dan Alea berbelok ke kanan, terdapat gedung tiga lantai berbentuk persegi panjang. Keduanya mendarat di gerbang, seorang penjaga memerintahkan tiap murid yang datang absen menggunakan kartu, kemudian ditap pada mesin absen. Cukup mudah, praktis, dan menggunakan teknologi buatan para Dwarf.
Mesin absen ini merupakan ciptaan Ras Dwarf, lalu Alzero Academy membelinya untuk mempermudah para murid dan guru melakukan absen. Jika sudah absen, maka mesin ini mampu melacak keberadaan siswa, di luar atau dalam sekolah. Tidak hanya itu, mesin ini memberikan rekap absen tiap sore pada guru, jika ada murid yang tidak masuk kelas tetap ketahuan. Kelemahan mesin ini membuat siswa mengantre untuk absen. Sekolah hanya menyediakan dua, untuk laki-laki dan perempuan, sehingga siapapun yang ingin telat tinggal datang belakangan dan antre sampai gilirannya.
"Kita beruntung atau tidak?" tanya Alea melihat antrean sepanjang ini.
Helios tersenyum kecut. "Ya, kita memang tidak terlambat. Namun, antrean ini sungguh menyebalkan. Besok harus datang lebih pagi!"
"Tentu saja!" Alea akan datang sepagi mungkin agar tidak antre seperti ini. Belum masuk kelas saja sudah diuji oleh mesin absen, belum lagi pelajaran yang harus ia serap sampai sore. Pasti sangat melelahkan!
Setelah, menunggu sekitar lima menit keduanya pun masuk. Gaya victoria sungguh terasa ketika memasuki bangunan ini. Furniture tempat ini 90% terbuat dari kayu berkualitas tinggi, tak lupa lampu gantung berbahan kristal, Helios sangat yakin jika lampu itu hasil dari wilayah lain. Penghasil kristal terbaik berada di tanah para Elf.
Alea mengagumi patung Hensel Alzero yang berada di tengah gedung ini, berdiri kokoh sembari membawa pedang kebanggaan. Bangunan berbentuk persegi panjang ini dilingkupi sebuah atap transparan. Cahaya matahari masuk menyinari patung Hensel Alzero. Selain patung, terdapat taman di tengah bangunan, beberapa bangku yang disusun berjajar, pepohonan dengan buah masak, dan kastil berisi tanaman untuk eksperimen. Gedung ini cukup lengkap sebagai sarana belajar, tidak kekurangan apapun, jika ada hal yang dibutuhkan oleh para murid, Mrs. Gratt---selaku pemegang keuangan siap menyediakan fasilitas tersebut.
"Baiklah, kelas mana yang harus kita masuki saat ini?" Alea menajamkan penglihatannya. Semua ruangan di design sama persis, kecuali laboratorium dan kamar kecil. Tidak ada ruang guru karena tempat untuk guru memiliki gedung khusus. Sedangkan, bangunan ini diperuntukkan para siswa belajar.
Helios melihat papan nama tiap kelas, ternyata lantai satu khusus tingkat satu, lantai dua untuk tingkat dua, dan lantai tertinggi bagi tingkat tiga. Tiap lantai memiliki laboratorium, kamar kecil, perpustakaan, dan ruang lainnya. Helios segera menarik Alea menuju kelas A.1
"Kau bersemangat sekali, kawan!" teriak Alea saat ditarik menuju kelasnya.
Lelaki itu hanya tersenyum kecil. Setibanya dikelas, ia disuguhkan pemandangan menarik dan luar biasa. Kelas ini berisi peralatan sekolah pada umumnnya. Namun, ada hal menarik yang membuat Helios senang. Rak penuh buku mantra, Helios senang sekali melihat tumpukan buku. Keluarganya merupakan salah satu pemilik perpustakaan terbesar di Wizard Kingdom, ia terbiasa dengan tumpukan buku.
"Sepertinya ada yang senang dengan tumpukan buku di sana," sindir Alea, kemudian menarik Helios menuju bangku kedua dari belakang.
Helios tersenyum kecil. "Ya, begitulah. Keluargaku memiliki perpustakaan. Tumpukan buku adalah temanku. Bagaimana denganmu?"
"Tidak, aku lebih suka memainkan benda tajam seperti pedang atau pisau. Orang tuaku bekerja sebagai penjaga keamanan, tentu saja aku dilatih seperti lelaki," cerita Alea.
Keduanya memiliki latar belakang berbeda dan menarik. Tentu mereka saling menukar informasi, tak terasa siswa lain memasuki kelas A.1, lalu duduk di bangku kosong. Kelas pun terisi penuh sekitar empat puluh murid. Agak banyak memang, walau begitu tidak membuat kelas ini sesak.
Tak lama suara bel terdengar membuat semua murid buru-buru memasuki kelas. Ketika lorong lenggang, terdengar entakan sepatu. Seorang guru berambut cokelat madu masuk ke dalam kelas sembari membawa grimoire. Ia tersenyum lebar melihat murid-muridnya. "Selamat pagi, Anak-anak!"
"Pagi!" balas semua murid.
Guru itu membenarkan pakaiannya, lalu meletakkan grimoire-nya di pinggang. "Kalian bisa memanggilku Mr. Argan."
"Baik, Mr. Argan!"
Pria itu menjentikkan jarinya. Seketika sebuah nama muncul di masing-masing bangku, Mr. Argan memanggil satu per satu nama muridnya. Ia menghapal semua nama ini dalam sekejap. Mr. Argan salah satu guru yang memiliki ingatan kuat, sebentar saja melihat nama atau fisik seseorang, ia akan langsung mengingatnya.
Setelah sepuluh menit memperhatikan nama dan fisik keempat puluh muridnya, ia menjentikkan jarinya kembali. Sebuah Grimoire melayang di masing-masing tempat duduk. Grimoire ini belum berisi apapun, entah mantra atau bentuk fisik menyesuaikan pemilik. Buku itu akan memuat kekuatan tuannya.
"Grimoire," gumam Helios menatap benda ini kagum.
Seluruh Grimoire melayang di udara, Mr. Argan tidak akan memberikan benda ini dengan mudah tentunya. Beberapa ujian untuk bisa mengambil Grimoire harus dilewati sampai tahap lolos, barulah benda ini akan digenggam sendiri.
"Kalian pasti tahu benda ini, kan?" tanya Mr. Argan memastikan.
Semua murid mengangguk. "Tentu, Mr. Argan!"
"Nah! Kalian akan mendapatkan Grimoire ini masing-masing satu. Bentuk Grimoire akan menyesuaikan pengguna. Selain itu, beberapa barang atau mantra bisa masuk ke dalamnya sesuai kapasitas Grimoire sendiri. Ada pertanyaan?"
Beberapa murid mengangkat tangan. Mr. Argan menunjuk gadis berambut merah. "Silakan bertanya, Nona Albert."
"Apakah kami akan mendapatkan Grimoire secara percuma?" tanya Nona Albert serius.
Ekspresi Mr. Argan seketika berubah, layaknya pencuri. Licik dan misterius. Pria ini juga membuat seluruh Grimoire menghilang. "Tidak. Kalian harus mengikuti beberapa tes untuk mendapatkan benda ini. Jika gagal, jangan harap bisa naik kelas."
Menyeramkan! Helios menahan napas saat Mr. Argan berucap demikian. Guru ini ternyata tidak sebaik wajahnya.
"Semoga kita bisa mendapatkannya, ya, Helios," bisik Alea.
Helios mengembuskan napas, mencoba menghilangkan gugup dan cemas. "Ya, semoga saja."
Mr. Argan menyuruh seluruh murid ke luar kelas menuju lapangan di samping bangunan sekolah. Tempat ini memang dibuat khusus untuk bertarung atau melakukan latihan fisik. Kini, seluruh murid sudah berganti pakaian latihan, yaitu kemeja tanpa lengan, rok atau celana, dan jubah pelindung.
Semua murid berdiri di pinggir lapangan, sedangkan Mr. Argan di tengah. Ia akan memanggil salah satu murid untuk diuji, jika berhasil maka Grimoire bisa langsung dimiliki. Kalau tidak, harus terus berusaha sampai mendapatkannya. Mr. Argan tidak akan memberikan kemudahan apapun bagi murid-muridnya.
"Kalian harus bersiap! Walau belum diberikan bekal apapun, cobalah menggunakan kekuatan masing-masing. Jangan sungkan untuk mengeluarkan jurus terbaik! Tidak ada pengulangan. Tiap pagi akan ada ujian seperti ini agar kalian bisa mengambil Grimoire." Mr. Argan tersenyum lebar, berbanding terbalik dengan para murid yang berkeringat dingin. "Baiklah! Aku akan memanggil satu murid lebih dulu sebagai contoh. Murid pertama adalah ...."
"Helios Orfias! Silakan maju!"
Kenapa harus diriku! Batin Helios menjerit sebal dan takut sekaligus. Ia sungguh gugup. Walau sudah menguasai beberapa teknik untuk mengendalikan kekuatannya, Helios masih terlalu lemah. Ia tidak yakin jika ujian pertama ini mampu dilewati dan mendapatkan Grimoire-nya.
"Semangat!" bisik Alea sebelum Helios benar-benar beranjak.
"Terima kasih, Alea," balas Helios sembari tersenyum tipis.
Mr. Argan melihat gelang milik Helios. Ia sudah tahu kalau anak itu memiliki dua simbol, yaitu tengkorak dan matahari. Mr. Argan penasaran mengapa anak itu bisa mempunyai hal semacam ini. Mari kita buktikan ucapan kepala sekolah.
"Kamu siap, Helios Orfias?" tanya Mr. Argan sebelum memberikan ujian.
Helios mengembuskan napas, ia tidak boleh gugup atau semuanya kacau. "Siap, Mr. Argan!"
Pria itu membentuk perisai pelindung, fungsinya agar dunia luar tidak terkena serangan Helios. Ia berada di luar perisai, memperhatikan cara Helios mendapatkan Grimoire tersebut. "Kau bisa melakukan apapun untuk mendapatkan benda itu, Mr. Orfias. Jangan ragu mengeluarkan teknik terbaikmu!"
Helios mengangguk kaku. Ia mendeketi Grimoire bersampul hitam ini, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh lingkaran sihir berwarna hitam pekat. Tentu saja ia terkejut, bahkan Mr. Argan mengerutkan keningnya saat lingkaran sihir terbentuk bagaikan penjara kematian. Namun, Mr. Argan tidak bisa membantu Helios apapun yang terjadi, Grimoire harus diambil dengan tangan sendiri tanpa bantuan.
Lingkaran hitam ini persis seperti kekuatan Helios, jika dilihat lebih teliti terdapat tulisan kuno di lingkaran tersebut. Helios terkesiap setelah membaca arti tulisan kuno itu, ia tidak bisa menggunakan kekuatannya jika melawan lingkaran hitam ini.
"Lingkaran hitam atau apapun pelindung yang dikeluarkan oleh Grimoire merupakan bentuk pertahanan benda itu sekaligus cerminan terhadap diri sendiri. Helios, kurasa kau memahami maksudku," kata Mr. Argan memberitahu.
Kenapa baru sekarang? Kau terlambat memberitahuku, Mr. Argan! Jika berteriak di depan wajah guru diperbolehkan, maka Helios ingin melakukannya pada Mr. Argan. Pria itu tidak memberitahunya kalau Grimoire adalah cerminan diri sendiri. Tentu saja ia akan kesulitan karena kekuatan Grimoire ini pasti seimbang dengannya!
"Tidak ada pilihan lain. Grimoire ini adalah milikku. Tidak mungkin mengandalkan orang lain. Akan kugunakan teknik terbaik untuk mendapatkannya." Helios memejam. Ia mengucapkan selarik mantra. Sebuah lingkaran sihir muncul, persis seperti pelindung Grimoire.
Kedua lingkaran sihir ini memunculkan tulisan kuno yang sama, kemudian membentuk sebuah cambukan. Kedua cambuk ini saling berbenturan mengakibatkan ledakan luar biasa. Helios terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri, beruntung lapangan ini cukup luas dan tidak ada luka serius.
"Jangan mengalah! Anggap saja Grimoire itu adalah musuh yang harus kamu tundukkan!" Alea memberi semangat dan dukungan. Ia tidak bisa berdiam diri melihat temannya berada di jurang kematian. Ternyata, kekuatan Helios sangat berbahaya. Jika dibanding dirinya sungguh ia tidak ada apa-apanya.
Helios kembali memperhatikan lingkaran sihir yang muncul karena Grimoire itu. Seekor hewan berkaki empat seperti kumbang raksasa ke luar dari dalam lingkaran. Hewan ini berlari kencang seolah mengincar nyawa Helios. Ketika jarak mulai mendekat, kumbang raksasa itu mengeluarkan sebuah cairan hitam kental yang melelehkan benda di sekitarnya.
"Menyebalkan! Hewan raksasa tidak berperikehewanan!" gerutu Helios. Ia berlari ke sana-sini untuk menghindari kumbang raksasa itu sembari menyusun rencana. Tanpa Grimoire, kekuatannya tidak bisa digunakan sepenuhnya.
Semua penyihir memiliki Grimoire. Benda itu bersifat wajib, tetapi hanya bisa didapatkan di sekolah sihir, minimal. Jika tidak mencecapi bangku sekolah, maka penyihir harus lulus tes untuk bisa mendapatkan Grimoire, tes ini diselenggarakan secara umum oleh pemerintah. Hal ini merupakan aturan umum di Wizard Kingdom. Helios bisa saja menggunakan jalur tes, tetapi ia diterima lebih dulu oleh Alzero Academy, sehingga ia menempuh jalan ini untuk mendapatkan Grimoire-nya.
Ternyata tidak mudah mendapatkan benda ini. Kumbang raksasa itu terus menyerangnya menggunakan cairan asam. Terkena sedikit saja bisa dipastikan Helios tinggal nama. Perisai miliknya tidak bisa menahan cairan asam ini karena terlalu lemah. Ia tidak bisa menghindar terus menerus.
"Chain of Death!"
Sebuah rantai hitam muncul dari lingkaran sihir milik Helios. Benda itu merantai kumbang raksasa yang terbang menuju arahnya. Hewan raksasa ini meraung keras ketika rantai miliknya mulai melilit serta membakar tubuh kumbang itu. Kekuatan Helios tidak seimbang, ia memunculkan beberapa rantai, kemudian kapak kematian.
Sekitar sepuluh rantai membekukan kumbang raksasa bertanduk banteng ini. Helios menempatkan kapak kematian tepat di leher hewan ini, ia berkonsentrasi penuh agar bilah kapaknya tidak salah memotong. Kumbang raksasa terus menggeliat –mencoba melepaskan diri.
"Shield of Destruction!"
Kumbang itu meraung keras, perisai Helios hancur seketika. Beruntung ia sempat membuat pelindung, kalau tidak ia benar-benar mati. Helios memejam, mengeratkan peganggannya pada kapak. Sepuluh rantainya kembali melilit si kumbang. Ketika kelopak matanya terbuka, Helios melayangkan kapak di tangan menuju leher kumbang itu. "Death!"
Darah hitam keungguan berceceran ke mana-mana, seragam Helios kotor. Namun, tak lama bersih kembali karena seragam ini sudah diberi mantra anti-kotor. Tenaganya terkuras, Helios bersimpuh. "S-sudah selesai, kan?" Napasnya tersengal-sengal.
Helios berjalan pelan menuju Grimoire, benda ini masih melayang. Namun, tidak ada makhluk atau lingkaran sihir di dekatnya. Jujur saja Helios agak curiga, tetapi ia tidak bisa membiarkan kesempatan seperti ini hilang begitu saja. Ketika Helios ingin mengambil Grimoire itu, seekor serigala muncul tepat di hadapannya, kemudian menyeruduk Helios.
"Helios!" pekik Alea reflek. Ia terkejut karena serigala itu muncul tiba-tiba tanpa ada peringatan, bahkan sudah melempar Helios cukup jauh. "Mr. Argan! Tidak bisakah ini dihentikan? Anak muridmu hampir kehilangan nyawanya----"
"Tidak bisa! Semua murid akan mengalami hal ini. Termasuk kau sendiri Nona Virusa!" tegas Mr. Argan.
Semoga kau baik-baik saja, Helios. Batin Alea resah.
Tubuhnya terasa sakit dan ngilu, tidak bisa dibayangkan terpental beberapa meter, lalu menghantam pepohonan. Helios terlalu lemah, ia akan tamat setelah ini. Serigala itu mulai mendekat, sedangkan ia masih mencoba bangkit. Helios memperhatikan sekitar, hatinya merasa sesuatu yang janggal. Pertarungan melawan Grimoire itu hanya diisi kekuatan kutukan, sama seperti kekuatan miliknya. Ia memandangi gelang bersimbol matahari, Helios membuka mata lebar-lebar.
"Death Wolfe!"
Sepuluh serigala ia ciptakan untuk melawan seekor serigala ciptaan Grimoire itu. Helios secepat kilat melarikan diri menuju Grimoire. Di sela-sela larinya, ia mengucapkan selarik mantra, kemudian muncul matahari buatan. Lolongan serigala buatannya dan tiruan itu sungguh menyiksa batin, pilu sekali.
"Jika kekuatan Grimoire ini adalah cerminan kekuatanku, maka bakat matahari ini bukanlah kekuatanku, melainkan keturunan keluarga Orfias."
Helios mengerti mengapa simbol matahari muncul di gelangnya. Ternyata simbol ini melambangkan keluarganya, matahari. Bakat keturunan dari keluarga Orfias. Sedikit tidak berhubungan dengan kekuatannya, yaitu Curse. Namun, ia tidak peduli. Cahaya matahari buatannya begitu menyilaukan dan panas. Seluruh hewan kegelapan hilang seketika. Bahkan, Grimoire itu sudah terjatuh ke tanah akibat sinar matahari.
"Protective Light!"
Pendar ini membuat tubuh Helios menghangat, ia melelehkan apapun melalui sinar matahari, bukan lagi cairan asam dari hewan kutukan. Helios mengambil Grimoire-nya, kemudian cahaya hitam pekat berpendar menggantikan sinar matahari.
Mana Helios seolah terserap dalam Grimoire ini, tak lama muncul simbol tengkorak---lambang Curse dan simbol matahari---lambang keluarganya. Grimoire ini juga berwarna hitam pekat sampai ke kertas, tidak ada kertas putih bersih. Ketika Helios buka isi buku ini, sebuah mantra kuno menghiasi tiap lembarnya. Tulisan-tulisan asing begitu penuh, sehingga Helios perlu menjabarkannya satu per satu. Beruntung ia memahami bahasa kuno. Jadi, ia tidak begitu kesulitan mengartikan tulisan ini.
Mr. Argan memunculkan seekor harimau, hewan itu ia perintahkan untuk melukai Helios. Sedangkan, Helios masih asik membuka Grimoire miliknya. Ketika harimau itu mengaum, barulah ia sadar jika sang guru tidak memberinya jeda sekadar bernapas.
"Baiklah! Mari kita coba Grimoire ini!"
Helios membaca mantra di dalam Grimoire, lingkaran sihir dari mantra yang telah ia ucapkan memunculkan seekor singa hitam raksasa. Helios menyuruh hewan buatannya menghadapi si harimau. Kedua hewan itu bertarung, ia bisa merasakan jika mana-nya terus terkuras saat singanya memberi serangan fatal bagi harimau. Meski begitu, serangan singa itu cukup memberi luka yang tidak langsung sembuh begitu saja.
Mantra dan tulisan kuno di Grimoire ini merupakan bagian terpenting. Helios belum mengartikan semua tulisan aneh ini, jika ia sudah membuat terjemahannya maka mudah bagi Helios menggunakan mantra di dalam buku tersebut.
"Mana terus mengalir artinya Grimoire ini menyerap tenagaku lebih besar jika digunakan terlalu lama," gumam Helios. Ia sudah memahami cara kerja Grimoire ini.
Helios tidak bisa bertahan lebih lama lagi, mana-nya terus terkuras. Ia kembali mengucapkan selarik mantra, lembaran Grimoire itu berpindah pada halaman tertentu lalu berpendar terang. Seekor capung raksasa muncul, kemudian menyemburkan larva beracun pada harimau. Semua hewan buatannya mengepung harimau, lalu menghabisinya.
Grimoire ini langsung terjatuh saat harimau itu kalah. Begitu juga Helios, tubuhnya tidak bisa lagi digerakkan, semua anggota tubuh mati rasa. Kekurangan Grimoire miliknya ternyata selain mengambil mana juga membekukan seluruh tulangnya sebagai ganti karena Helios menciptakan dua hewan raksasa sekaligus.
Di titik terakhir kesadarannya, Helios melihat Grimoire miliknya berpendar, kemudian sesuatu merasuk dalam tubuhnya. "Apakah aku akan mati?"
**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro