34. Mana Yang Lebih Dodol?
"Emang tadi Bu Vanessa emang minta dibeliin makan siang ya, Yan, sama kamu?" tanya Abid menyambut kedatangan Ryan di parkiran.
Tadi setelah kelas praktikum Botani berakhir jam dua siang itu, Ryan dan Abid memang pergi makan dulu sebelum pada akhirnya Ryan mengaku akan mengantarkan makan siang pesanan Bu Vanessa. Tapi, selagi menunggu Ryan di parkiran, mendadak saja Abid bingung. Merasa bahwa Bu Vanessa tidak ada menitip hal semacam itu pada Ryan. Bukannya apa, tapi Abid ingat sekali Bu Vanessa langsung menuju ke ruangannya saat praktikum telah selesai.
Ryan yang baru tiba dan mendapatkan pertanyaan dari Abid langsung saja mengangguk. "Tadi dia ngomong ke aku gitu. Ya kali aku mau berbaik hati beliin Bu Vanessa makan siang kalau nggak disuruh. Kayak yang aku berjiwa dermawan banget."
"Kapan Bu Vanessa nyuruh?" Abid menggaruk kepalanya, tetap merasa bingung. "Kok aku kayak yang nggak ngeliat gitu ya pasti dia nyuruh kamu?"
"Hatchiii!" Ryan sedikit mengucek hidungnya yang terasa gatal. "Tadi, pas kamu ke toilet. Ya kali, Bid. Nggak 24 jam kita itu bersama selama-lamanya. Dikira kita kembar siam apa?"
"Oh ...." Abid manggut-manggut. Lalu, ia justru tertawa. "Hahaha."
"Hatchiii! Hatchiii! Hatchiii!"
Ryan bersin lagi.
Cowok itu terlihat kesal dan kembali mengucek hidungnya.
"Ya ampun. Bersin mulu ih!"
Melihat Ryan yang bersin-bersin seperti itu membuat Abid garuk-garuk kepala. "Perasaan hari ini kamu sama Bu Vanessa sama-sama bersin seharian deh. Heran. Kenapa kamu dan Bu Vanessa bisa flu bareng gitu sih?" tanya Abid di saat Ryan kembali bersin.
Hidung Ryan terlihat memerah. Hingga cowok itu kemudian benar-benar merasa kesal, pada akhirnya ia malah mencubit hidungnya dengan kuat.
"Namanya juga kemaren lagi hujan, Bid," kata Ryan. "Mana ujan angin lagi. Ya wajar dong kalau kena flu."
Abid manggut-manggut lagi. Menunggu sejenak hingga sahabatnya itu selesai bersin-bersin sebelum bertanya. "Jadi, abis ini kamu mau ke mana? Balik atau mau ngumpul bentar?"
"Kayaknya langsung balik deh. Lagian aku juga mau ke rumah." Ryan melihat mobil Lastri yang terparkir. "Mau balikin mobil Mama dulu soalnya."
Mendengar jawaban Ryan, Abid dengan segera memutar kunci motornya. Mengenakan helm di kepalanya.
"Oke. Kalau gitu aku juga balik."
Ryan mengangguk. Melihat kepergian Abid sebelum ia beranjak ke mobil dan duduk di balik kemudi.
Sejenak di dalam, Ryan menyempatkan diri untuk melihat ke lantai atas di mana ruangan Vanessa berada. Kedua tangannya dilipat rapi di atas kemudi dan wajahnya pun beristirahat di sana.
Vanessa balik ntar gimana ya? Apa nggak apa-apa dia balik sendirian?
Bimbang, Ryan pun mengirim pesan pada wanita itu.
[ Vanessayang ]
[ Kamu pulang ntar gimana? ]
[ Mau bareng aku nggak? ]
[ Kalau mau, aku bakal tungguin di parkiran belakang.]
[ Di sini kan sepi. Nggak bakal keliatan orang kok. ]
[ Rahasia kita bakal aman terjaga. ]
Lantas, selagi menunggu balasan gadis itu, Ryan pun kembali membawa pandangan matanya ke lantai atas.
*
Vanessa tersenyum puas.
Sepertinya perut yang kenyang benar-benar membuat ia menjadi lebih senang. Ia bahkan nyaris lupa bahwa makan siangnya itu dibelikan dan diantar langsung oleh cowok yang membuat ia jengkel seharian ini. Bahkan saking lupanya, ia pun tak lupa untuk turut meminum obat flunya.
Tapi, ketika ia menyalakan ponselnya, mendadak saja ia membelalakkan mata. Mendapati Ryan yang kembali mengirim pesan padanya, seketika menimbulkan kembali rasa kesal cewek itu.
[ X ]
[ Kamu pulang ntar gimana? ]
[ Mau bareng aku nggak? ]
[ Kalau mau, aku bakal tungguin di parkiran belakang.]
[ Di sini kan sepi. Nggak bakal keliatan orang kok. ]
Vanessa menarik napas dalam-dalam. Sejenak berpikir untuk mendapatkan cara apa yang paling tepat untuk mendepak Ryan agar tidak menerornya seperti ini lagi. Vanessa risih karena perlakuan Ryan itu.
Tapi, melihat sifat Ryan, Vanessa merasa akan sulit menolak ajakan pulang bersama cowok itu. Maka seketika saja terbersit ide licik di benaknya.
Gadis itu menyipitkan mata seraya mengetik pesan balasan untuk Ryan.
Biar dia tau rasa deh!
Salah siapa juga udah buat aku kesal akhir-akhir ini.
[ X ]
[ Oh, boleh. Kamu mau nungguin aku balik? ]
[ Tapi, kayaknya bakalan lama deh aku baliknya. ]
[ Banyak kerjaan gitu. ]
[ Gimana? ]
Vanessa menggigit ujung kukunya sambil menunggu balasan dari Ryan. Dan penantiannya tak lama karena semenit kemudian masuk balasan Ryan yang membuat ia menyeringai.
[ X ]
[ Nggak apa-apa. ]
[ Jadi, aku tungguin di belakang. ]
[ Ntar langsung aja ke mobil. ]
Sebagai balasannya, Vanessa hanya mengetik satu kata. Oke.
Setelah mengirimkan pesan itu, Vanessa memilih untuk mengerjakan beberapa pekerjaan ringan mengingat obat flu itu ternyata benar-benar membuat matanya berat. Tapi, tentu saja ia tidak bisa tidur di ruangannya. Yang bisa ia lakukan hanyalah berusaha untuk bertahan menjaga agar matanya tidak tertutup.
Ketika jam di tangannya sudah hampir menunjukkan jam empat sore, Vanessa bersiap untuk pulang. Dan ia segera membuka aplikasi ojek online di ponselnya. Ia bergumam di dalam hati.
Akhir-akhir ini kamu terus yang ngerjain aku, Yan.
Kali ini biar aku balas kamu ya.
Ada pesan di aplikasi bewarna hijau itu.
[ Sebentar lagi saya ke sana, Bu. ]
Dan Vanessa pun melenggang keluar dari ruangannya.
Ketika taksi yang ia pesan telah membaur di jalanan padat khas jam pulang kerja, Vanessa membuka ponselnya. Ia penasaran, apakah Ryan mengiriminya pesan atau tidak. Dan ternyata, tidak.
"Ehm ...." Vanessa mendehem. Entah mengapa justru ia sekarang yang merasa penasaran. Terutama karena sekarang sudah nyaris jam setengah lima sore.
Harusnya dia pasti udah balik kan sekarang?
Tapi, jemari tangan Vanessa tetap mengetik.
[ X ]
[ Yan .... ]
[ Kamu udah balik? ]
[ Kalau kamu udah balik, nggak apa-apa kok. ]
Tak lupa, Vanessa memberikan emoji cengiran lebar sebelum pesan itu ia kirimkan. Setelahnya, selagi menunggu balasan dari Ryan, Vanessa membawa tatapannya menyusuri pemandangan jalan di luar. Yang padat merayap. Di mana kendaraan saling berusaha untuk menyalip mendahului.
Vanessa mengembuskan napas panjang.
Selalu saja macet.
"Ting!"
Vanessa segera beralih lagi pada ponselnya. Dan matanya membesar tak percaya membaca pesan di sana. Ralat! Maksudnya caption pada foto yang Ryan kirimkan padanya.
[ X ]
[ Nih foto sebagai bukti kalau aku beneran laki! ]
[ Laki mah megang omongannya. ]
[ Aku masih di belakang. ]
Mata Vanessa mengerjap-ngerjap.
*
Ryan menguap.
Cowok itu melirik kembali ke ponselnya. Melihat bila pesan Vanessa masuk lagi. Tapi, tak ada. Maka Ryan pun kembali ke posisinya semula. Meletakkan kepalanya di atas kemudi beralaskan kedua tangannya. Membawa tatapan matanya ke lantai atas.
Vanessa ngerjain apa sih?
Ini udah hampir jam setengah enam loh.
Kenapa dia belum turun-turun juga ya?
Ryan mengembuskan napas panjang.
Aku nggak tau deh kalau kerjaan dosen sebanyak itu.
Sampe dia lembur begini. Padahal baru juga hari Senin.
Mana dia juga jarang makan siang. Jarang nonton.
Ckckckck.
Memang cewek tangguh beneran ini mah Vanessayang aku.
"Hoooam!"
Ryan kembali menguap. Ketika matanya terasa semakin berat, ia memutuskan untuk memejamkannya. Sekadar untuk tidur sejenak selagi menunggu kedatangan wanita itu.
Lalu, Ryan benar-benar tertidur. Untuk beberapa saat.
"Tok! Tok! Tok!"
Ketukan kuat dan buru-buru itu sukses membuat Ryan terlonjak kaget. Jantungnya berdebar kencang. Ketika ia sadar sepenuhnya, ia segera menurunkan kaca mobil dan melihat kehadiran Vanessa dengan napas yang terengah-engah.
"Kamu tidur?" tanya Vanessa melihat Ryan yang sedikit menguap seraya mengucek kedua matanya.
Ryan nyengir. "Ketiduran bentar doang, Sa. Lagian kamu kan masih kerja di atas."
Vanessa mengembuskan napas panjang dan menarik napas dalam. Tapi, ia tak berkata apa-apa.
"Kamu kenapa kayak abis lari-larian gitu, Sa?" tanya Ryan kemudian.
Tapi, Vanessa hanya menggeleng. Ia lantas menggigit bibir bawahnya dan berusaha menormalkan laju napasnya yang masih sedikit kacau.
Ryan tersenyum dan menyalakan mesin. "Ayo kita balik sekarang. Ntar kemalaman lagi."
Mendengar perkataan Ryan, Vanessa hanya berdecak sekali dan membanting langkah kakinya memutari mobil. Duduk di sebelah Ryan.
Ketika ia memasang sabuk pengaman dan di saat Ryan memundurkan mobil itu keluar dari barisan parkir, Vanessa berkata.
"Lain kali kamu nggak usah nunggu aku buat balik."
Ryan melirik sekilas seraya menginjak pedal rem. Mobil berhenti sejenak. "Kan tadi kamu ngomong kamu mau balik bareng aku, jadi ya aku tungguin dong."
"Sekalipun aku bilang kamu harus nungguin aku, ya tetap aja. Kamu jangan nungguin aku!" sentak Vanessa.
"Loh? Emangnya kenapa?" tanya Ryan bingung.
Kesal, Vanessa melihat Ryan dengan wajah yang berapi-api. Napasnya yang tadi sempat normal seketika menjadi kacau lagi karena ledakan rasa geram di dalam dadanya.
"Kamu tau?" tanya Vanessa tanpa menunggu jawaban Ryan. "Aku udah balik dari jam empat tadi. Pas aku ngirim pesan ke kamu, itu aku udah hampir sampe unit."
Mata Ryan mengerjap. Melihat bagaimana wajah Vanessa yang terlihat memerah. Entah karena emosi apa. Marah atau kesal, Ryan tak bisa menebak.
"Tapi, kamu balik lagi, Sa."
"Emang!" tukas Vanessa.
"Kenapa?" tanya Ryan seraya menarik tuas transmisi ke posisi netral. "Kalau kamu udah hampir sampe unit, kenapa kamu balik lagi ke sini coba?"
Vanessa mengusap rambutnya yang terlihat acak-acakan karena terpaksa berlari dari depan gerbang kampus. Ketika ia meminta taksi yang ia tumpangi untuk putar arah, jalanan masih macet. Ia tak punya pilihan lain sehingga memutuskan untuk turun dari taksi itu beberapa meter sebelum gerbang dan berlari menuju ke gedung Jurusan.
Mengingat kejadian itu, sontak saja membuat Vanessa berdecak kesal lagi. "Soalnya kamu itu dodol!" jerit wanita itu. "Sebegitu mudahnya buat aku bohongi!"
Mendengar perkataan Vanessa, Ryan dengan segera melepaskan sabuk pengamannya. Tak diduga oleh wanita itu, tangan Ryan menarik tekuknya.
Mata Vanessa mengerjap oleh satu kecupan di bibirnya.
"Mana yang lebih dodol?" tanya Ryan di depan bibir Vanessa. "Aku yang nungguin kamu padahal kamunya udah nggak ada? Atau kamu yang udah mau sampe unit, tapi malah balik lagi ke kampus?"
Ya Tuhan ....
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro