Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. Cowok Somplak

Ryan menatap layar laptopnya yang menyala. Tapi, walau tatapannya terarah pada tabel input data mingguan penelitiannya, nyatanya pikirannya tidak berada di sana.

Bertopang pada satu tangan di bawah dagu, Ryan hanya menatap kosong ke layar itu. Pikirnya masih teringat oleh perkataan Vanessa tadi.

Bersama selamanya, itu nggak pernah ada.

Ryan mengembuskan napas panjang. Lalu menyandarkan punggung dan kepalanya di punggung kursi. Sedikit menengadah menatap langit-langit.

Kok dia ngomong gitu?

Terus, maksudnya apa coba?

Tak mengerti, Ryan kemudian justru mengulurkan tangan untuk menekan tombol Ctrl dan S di keyboard laptopnya. Setelahnya cowok itu meraih ponselnya yang berada tak jauh dari laptop itu.

Jari Ryan mengusap layarnya dan langsung menyasar ke aplikasi Instagram. Matanya membesar saat melihat pemberitahuan di akunnya yang sudah bertumpuk.

"Wah!"

Ryan tergelak-gelak. Alih-alih membuka satu persatu pemberitahuan itu, Ryan lebih memilih untuk membuka satu foto yang ia posting siang tadi. Ia yakin bahwa sumber pemberitahuan yang bertumpuk itu adalah foto dirinya dan Vanessa. Dan yah, dugaan Ryan tidak meleset sama sekali.

[ Aduh gila! Beruntung banget kamu, Yan! ]

[ Bentar, ini kenapa kamu bisa foto bareng Bu Vanessa? ]

[ Alah ... mau aja dibohongi sama Ryan. Ini hoax. Paling editing. ]

Wajah Ryan lesu seketika. Merasa cuping hidungnya berkedut gara-gara komentar yang satu itu.

[ Sembarangan ngomong ini editing. Ini asli ya. Kalau nggak percaya, bisa tanya @aa_bid. ]

Ryan mengirim balasan komentar tersebut. Dan ia pun menjadi sibuk membalas satu persatu komentar yang telah memenuhi foto itu. Hingga kemudian ia tersenyum melihat satu komentar di sana.

[ Dilihat-lihat mah ini bukan kayak dosen mahasiswa, tapi kayak cowok cewek gitu. ]

Ryan mengulum senyumnya. Berniat untuk membalas komentar itu dan justru mendapati ada satu komentar yang sudah lebih dulu membalasnya.

[ Iya sih. Mirip kayak cowok cewek. Soalnya muka Bu Vanessa masih keliatan imut, eh Ryan nya yang udah keliatan tua. ]

[ Efek tekanan hidup kali ya. Hahahaha. ]

Benar-benar aja nih anak ya kalau ngomong.

Tapi, komentar itu belum benar-benar mengambil perhatian Ryan hingga ada satu komentar yang berkata.

[ Apa coba perasaan Pak Nathan kalau ngeliat calon istrinya foto bareng cowok lain kayak gini ya? Yah, walaupun mahasiswa sendiri sih. ]

Maka Ryan perlu menarik napas dalam-dalam. Berusaha menenangkan dirinya sendiri dari luapan emosi yang mendadak muncul entah dari mana. Di dalam hati ia mengumpat habis-habisan.

Calon istri?

Huh! Calon istri dengkul aku!

Orang Vanessa juga udah nikah kok.

Kan nikahnya sama yang foto bareng dia.

Hihihi.

Dan yah, mau bagaimana lagi ya? Soalnya di postingan itu pun Ryan menuliskan caption begini.

Cocok?

Yah, mungkin ini efek nama Rizki Ryan.

Ryan yang penuh rizki.

*

Sementara itu, Vanessa baru saja keluar dari kamar mandi. Kesibukan yang ia lalui seharian itu membuat ia mengguyur kepala dan rambut panjangnya dengan kucuran air dingin. Dengan pijatan lembut di kulit kepalanya, Vanessa keramas. Dan ketika ia keluar dari kamar mandi, ia seketika merasa ringan kembali.

Kala itu malam masih menunjukkan jam tujuh, Vanessa menarik set atasan berlengan pendek dan celana sepaha yang ringan dan santai. Setelah mengenakannya, ia duduk di atas tempat tidur. Bermaksud bersantai seraya mengeringanginkan rambutnya yang masih lembab, Vanessa mengambil ponselnya dari atas nakas.

Ia membuka benda itu. Melihat bahwa ada banyak pemberitahuan yang memenuhi layar atas ponselnya. Seharian tadi, karena terlalu sibuk maka menyebabkan Vanessa tidak sempat mengecek semua pemberitahuan itu. Hanya pemberitahuan dari aplikasi Whatsapp dan juga surat elektronik yang ia lihat. Selebihnya, pemberitahuan dari Facebook, Twitter, atau bahkan Instagram tidak ia buka. Maka, berhubung saat itu Vanessa sedang bersantai, seraya sesekali mengusap-usap rambut lembabnya, ia pun lantas membuka satu persatu pemberitahuan tersebut.

" ... mengirimkan permintaan pertemanan ..., menyukai foto anda ..., mengomentari status anda ..., mulai mengikuti anda ..., direkomendasikan untuk anda ..., me-Retweet foto dari ..."

Lalu ada satu pemberitahuan yang membuat ia mengerutkan dahi.

"@rrwicaksana menandai anda dalam sebuah foto .... Ehm?" Vanessa bertanya-tanya. "@rrwicaksana ini siapa?"

Sedetik kemudian, mata Vanessa seketika membesar saat menyadari sesuatu.

"R R Wicaksana? Itu maksudnya Rizki Ryan Wicaksana? Alias Rizki Adryan Wicaksana?"

Ngeri dengan pemikirannya sendiri, Vanessa dengan segera membuka pemberitahuan itu. Dan seketika lolongan ngeri keluar dari mulut Vanessa.

"Ini apaaa???"

Vanessa meneguk ludah. Membaca dengan tatapan tak percaya pada caption foto tersebut.

Cocok?

Yah, mungkin ini efek nama Rizki Ryan.

Ryan yang penuh rizki.

Seketika saja Vanessa merasa napasnya terasa sesak. Seperti paru-parunya mengalami penyusutan seketika sampai-sampai oksigen pun susah masuk.

Tak berpikir dua kali, Vanessa dengan segera bangkit dari duduknya. Menggenggam erat ponselnya, Vanessa langsung keluar dari kamarnya. Menuju ke kamar Ryan. Dan ia pun langsung menggedor kamar cowok itu.

Dor! Dor! Dor!

"Ryan! Buka pintunya."

Vanessa menunggu sejenak hingga terdengar sahutan dari dalam.

"Bentar, Sa. Tunggu dulu."

Vanessa menggeram. "Cepetan! Aku mau ngomong dulu."

"Ya bentar, Sa. Nggak sabaran banget jadi cewek."

Tapi, yang dikatakan oleh Ryan benar. Vanessa benar-benar tidak bisa bersabar. Maka tanpa berpikir dua kali, langsung saja tangan Vanessa yang bebas menekan daun pintu dan mendorong pintu itu hingga terbuka dengan kasar.

"Braaakkk!"

"Hwaaa!"

"Hwaaa!"

Ryan dan Vanessa sama-sama menjerit. Sementara Vanessa menutup matanya, Ryan dengan segera menyambar handuk putih di atas tempat tidur. Secepat kilat melilitkannya lagi di pinggangnya walau sedikit sulit karena terhalang tepian kaos yang Ryan kenakan.

"Kamu ini! Emang suka banget ya ngeliat adek aku," kata Ryan dengan menggebu karena kaget. "Ada aja alasannya buat ngeliat."

Vanessa tersentak. "Sem-sem-sembarangan aja! Emangnya siapa juga yang mau ngeliat barang gituan?!"

Memastikan lilitan handuknya cukup kuat, Ryan berkacak pinggang. Lidahnya berdecak seraya kakinya melangkah mendekati Vanessa.

"Ckckck. Barang gituan?" tanya Ryan tak percaya. "Sembarangan aja ya kalau ngomong. Barang gituan ini ada namanya." Dengan jaraknya yang telah begitu dekat dengan Vanessa, Ryan berbisik di telinga wanita itu. "Tau namanya apa?"

Wajah Vanessa segera terasa panas hingga ke telinga. "Ka-kamu udah pake celana belum?"

Ryan mencibir Vanessa yang tak menjawab pertanyaannya. "Belum."

"Pake!"

"Males!"

"Kamu ini," geram Vanessa. "Pake dan biar kita cepat ngomong."

Dahi Ryan kali ini mengerut. "Ada hubungannya antara pake celana dan ngomong?" tanyanya sok polos. "Ngomong kan cuma butuh mulut dan telinga buat dengerinnya."

Masih menutup mata dengan kedua tangannya, Vanessa mendesis. "Ya ada dong hubungannya."

"Apa?" tanya Ryan mendesak dengan geli.

Vanessa menggigit bibir bawahnya.

Ryan menyeringai lucu. "Cie ... yang takut nggak fokus kalau aku nggak pake celana. Hahahaha."

"Bukannya nggak fokus. Aku cuma nggak mau menodai mata aku untuk hal yang kayak gitu."

"Hahahaha. Aku udah pake handuk," katanya kemudian. "Kamu mau ngomong apa?"

Mendengar itu, Vanessa serta merta menurunkan kedua tangannya. Sekilas ia mengecek dan memang seperti yang dikatakan oleh cowok itu, ia sudah melilitkan handuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Walaupun itu masih terlihat 'menakutkan', tapi Vanessa menganggap itu jauh lebih bagus daripada melihat Ryan hanya dengan mengenakan celana dalamnya.

Vanessa menarik napas dalam-dalam. Mengacungkan ponselnya. Menampilkan satu foto di sana. Dan seketika saja senyum malu-malu terbit di bibir Ryan.

"Ehm ... jadi ini yang mau kamu omongin? Kenapa? Mau ngucapin makasih karena udah di-tag?" tanya Ryan dengan penuh rasa percaya diri. "Ngomong-ngomong, fotonya cakep ya?" Ryan mengulum senyum. "Tapi, sebenarnya orangnya lebih cakep lagi sih."

Kata-kata yang keluar dari mulut Ryan benar-benar membuat Vanessa tak percaya. Tapi, bagaimana lagi ya? Wajah cowok itu ketika mengatakan hal itu terlihat membuat Vanessa merasa syok.

Wajah tersipu.

Senyum malu-malu.

Ckckck.

Memejamkan matanya sekilas, Vanessa mengangkat wajah dan melihat mata Ryan.

"Aku mau kamu hapus foto itu."

Mata Ryan mengerjap. "Dihapus?"

"Ya. Hapus."

"Ngapain juga dihapus? Orang bagus gitu. Kamu nggak liat? Kita keliatan serasi banget di situ. Mana orang-orang pada bilang kita kayak cewek cowok gitu."

Sumpah!

Air wajah Ryan benar-benar membuat Vanessa merasa perutnya mual-mual.

"Serasi apanya?" jerit Vanessa histeris. "Kamu mau buat aku malu atau gimana sih? Kok bisa-bisanya kamu ada ide buat nge-upload foto ini?"

Ryan seketika mencebik. "Eh, Nona. Aku ini cakep ya. Udah terbukti banyak cewek yang naksir karena ketampanan, kepintaran, dan kegesitan aku dalam hal bekerja."

"Sumpah! Aku merinding dengernya!"

"Eh, dibilangin nggak percaya. Lagipula aku jamin deh. Nggak bakal kamu malu kalau foto bareng aku. Gini-gini, aku ini memenuhi standar cowok buat dibawa ke kondangan kali. Bahkan melewati standar."

Bola mata Vanessa berputar dramatis. "Aku nggak mau dengar segala macam pembelaan kamu, Yan. Pokoknya hapus."

"Pokoknya nggak."

"Eh?" Mata Vanessa membesar.

"Sini deh. Aku kasih pilihan ke kamu," kata Ryan kemudian berkacak pinggang dan menurunkan sedikit pandangannya demi menatap mata Vanessa. "Mau aku upload foto kita yang ini atau aku upload foto kita pas megang buku nikah? Ka--- Awww!"

Ryan segera memotong perkataannya sendiri dengan jeritan tatkala mendapati tangan Vanessa melayang pada dirinya. Ryan dengan cepat mengelak. Mengusap lengan atasnya.

"Ih! Ya ampun. Heran kok ya cewek tangan sepedas ini bisa jadi dosen pertanian. Apa nggak bakal mati semua tanaman?"

Vanessa berjalan. Mendekati Ryan dengan sepasang mata galaknya. "Hapus nggak? Mana ponsel kamu?"

Dan ketika selesai pertanyaan itu terucap oleh Vanessa, mendadak saja kedua mata mereka dengan kompak melirik ke atas nakas. Di mana ponsel Ryan berada.

"Aaah!!!"

Ryan berseru seraya berusaha mengambil ponselnya. Lebih cepat ketimbang Vanessa di belakangnya. Ryan seketika tergelak besar.

"Hahahaha. Nggak dapat nggak dapat." Ia melihat wajah Vanessa yang cemberut. "Cie ...yang ngambek karena kalah cepat."

Tapi, Vanessa tak menyerah. Dari belakang, ia berusaha untuk merebut ponsel itu.

"Ih! Tuh kan. Awalnya cuma mau liat-liat aku nggak pake baju. Kini malah berani buat meluk-meluk padahal aku cuma handukan doang."

Mengabaikan rasa jengahnya, Vanessa tetap berusaha mengambil ponsel itu walau terhalang oleh punggung lebar Ryan.

"Sini!"

"Males! Ini ponsel aku." Ryan mendekap ponsel itu di perutnya. "Aku nggak mau ngasih."

Semakin geram karena penolakan Ryan membuat Vanessa semakin berusaha untuk merebutnya. Tak memedulikan keadaan sekitar, ia berusaha mengambil kesempatan.

Sementara itu, Ryan tetap berusaha bertahan. Mengelak dari serbuan Vanessa. Tak peduli tangan mereka menyentuh buku-buku di atas meja atau benda-benda lainnya. Berputar-putar, sedikit berlari, mengurung dan menghindar. Pokoknya mereka berdua sama-sama tidak ada yang ingin mengalah.

Di menit selanjutnya cowok itu berusaha lari, tapi mendadak saja tubuhnya merasakan sesuatu. Ryan menundukkan pandangannya dan melotot menyadari apa yang matanya lihat. Jari-jari tangan Vanessa di perut dan pinggangnya!

"Hahahahaha!"

Seketika saja tawa Ryan meledak.

Cowok itu tidak mau, tapi gelitikan jari-jari Vanessa membuat ia geli. Sementara itu, Vanessa tersenyum puas.

"Nih ya! Kalau nggak bisa pake kekerasan, aku pake kelembutan!" seru Vanessa seraya semakin gencar memainkan kesepuluh jari tangannya di perut Ryan. "Mau ngasih ponsel kamu nggak hah?

"Hahahaha."

Ryan berusaha mengelak, tapi Vanessa tak melepaskan dirinya.

"Astaga, Sa! Haha ... geli ... haha ... udah dong!"

Melihat Ryan yang tertawa, mau tak mau Vanessa malah tersenyum lebar. "Nggak mau! Pokoknya sini dulu ponsel kamu!"

"Hahahaha."

Ryan semakin berusaha mengelak. Bergerak dengan sekuat tenaga, tanpa menyadari bahwa ada satu benda yang terlepas dari pinggangnya. Tapi, mereka berdua memang seakan tak menyadari keadaan sekitar lagi.

Hingga kemudian, Ryan yang sudah terlalu lelah karena tertawa dan mengelak hanya bisa pasrah saja saat Vanessa yang telah beranjak di hadapannya meraih ponsel di tangannya. Wanita itu merebut ponsel itu dan menyentaknya lepas dengan sekuat tenaga. Yang tak diantisipasi oleh Vanessa adalah bahwa saat ia menyentak ponsel itu, dirinya justru turut menarik Ryan.

Tubuh Ryan tertarik ke arah Vanessa. Hingga membuat cowok itu bingung saat mendapati tubuhnya yang menabrak tubuh Vanessa. Detik selanjutnya, Vanessa hanya bisa tertegun menyadari bagaimana tubuh mereka berdua kemudian terjatuh di atas kasur.

Glek.

Tawa Ryan seketika terhenti saat mendapati tubuhnya yang terbaring di atas tubuh Vanessa. Jangankan tawa, Ryan bahkan berpikir bahwa napasnya pun bisa berhenti saat itu juga.

Ryan membeku. Seakan-akan bumi tempat ia berputar menjadi diam tak berputar lagi. Hingga membuat ia seolah linglung seketika. Dan hal itu diperparah tatkala matanya melihat wajah polos tanpa polesan make up Vanessa terlihat begitu alami dan menarik.

Ya Tuhan.

"Ka-kamu ..."

Vanessa mengumpat di dalam hati.

Ya ampun, Sa. Jangan malu-maluin diri kamu sendiri. Apalagi di hadapan bocah somplak kayak gini.

Mengabaikan perkataan gagap Vanessa, Ryan justru terfokus pada bibir Vanessa yang tadi bergerak bicara. Terlihat pink merona walau tanpa lipstik.

Kenapa ngeliat dia kayak gini aku malah jadi deg-degan sih?

Sekuat tenaga Ryan berusaha untuk mengalihkan tatapannya pada hal lain. Tapi, sulit. Dan bukan hal yang aneh bila pada akhirnya terjadi pergolakan di benak cowok itu.

Hanya saja, ketika Ryan mencoba untuk menundukkan wajahnya, mendadak saja terdengar suara Vanessa berkata.

"Yan .... Ini yang ngeganjal di dekat paha aku apa ya?"

Ryan tertegun. Sementara Vanessa mengerjap-ngerjap.

Detik selanjutnya pandangan keduanya bertemu dan ...

"AAAH! Dasar cowok somplak!"

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro