Chapter 6 - Hukum Gravitasi
Otak Fisika cukup lola memikirkan argumen Sagi. Namun, akhirnya dia mengerti juga.
"Baiklah, sekarang apa?" tanya Fisika
"Hukum gravitasi tersebut bila kita berdua rumuskan akan menjadi F besar. F besar adalah gaya tarik gravitasi, simbolnya N besar. m1 dan m2 kecil adalah massa masing-masing benda. Simbolnya adalah kilogram atau kg."
Fisika mengganguk takzim pada penjelasan Sagi. Ia sedikit terpana melihat cara Sagi mengajarkannya hukum gravitasi Newton.
"Lalu, r kecil adalah jarak kedua benda yang kita simbolkan jadi m kecil. G besar adalah konstanta gravitasi umum, yang selanjutnya diketahui besarnya adalah 6,72 x 10-11N.m2.kg-2."
Sagi pun membuat garis lingkaran pada nilai konstanta gravitasi umum besar-besar. Agar Fisika cepat memahami.
"Lo ngerti sampai sini gak?" tanya Sagi.
"Iya."
"Oke lanjut. Sekarang gunakan rumus tadi dan masukkan nilai angka di dalamnya."
Sagi pun memberikan pena kembali pada Fisika. Wanita itu pun mulai mencoret-coret buku. Namun, pikiran Fisika mendadak macet karena kesulitan mengalikan bilangan yang ada.
Alhasil, dia mengambil ponsel. Menekan bagian kalkulator dan mulai menghitung dan dengan segera. Fisika tersenyum puas melihat hasil kerjanya.
"Eh, aku lupa tulis satuannya. Harusnya 2668 N, 'kan?"
Sagi mengganguk membenarkan.
"Yap. Sekarang bagaimana? Lo cukup paham?"
"Iya. Gue cukup paham. Hanya saja, kenapa penjelasan loh bikin gue cepat paham. Guru Fisika gue waktu SMA malah buat otak gue mendadak korselt."
Sesaat setelah menyelesaikan bilangan pada soal Sagi. Fisika segera mengaktifkan jaringan wifi pada ponselnya dan tidak butuh waktu lama. Puluhan notifikasi pun bergantian masuk.
Tepat di depan pintu toko. Muncul Izar yang sudah bermandikan peluh di sekitar pelipis.
"Sudah selesai," seru Izar. Dia lalu meletakkan keranjang biru kosong di atas lantai. "Mau jalan sekarang? Kita perlu mencari tempat untuk tinggal dan makanan."
"Kita pergi sekarang," sahut Sagi.
.
.
.
Fisika memilih duduk di samping Sagi yang mengambil alih kemudi. Mereka menggunakan Hatchback. Sebuah mobil turunan dari sedan yang bagian bagasinya khusus ditiadakan dan bagian belakangnya dibentuk seperti MPV (Multi Purpose Vehicle ) yang berarti mobil serbaguna.
"Kenapa lo duduk di sini?" tanya Sagi yang cukup terkejut melihat Fisika menarik Izar menjauh dan menyelip cepat untuk merebut bangku penumpang.
"Gue gak bisa duduk dibelakang. Gue bisa mabuk."
Sagi pun melirik Izar.
"Ya udah, gak papa. Gue mengawasi dari belakang."
Izar pun lantas membuka pintu belakang, masuk dan duduk di dalamnya. Sagi mencoba memutar kunci untuk menyalakan mobil. Tetapi, benda itu tidak kunjung menyala.
"Bigbos, gue lupa bilang," seru Izar mendadak. "Mobil ini gak ada bensinnya sama sekali. Bahkan gue udah cari di sekitaran sini. Tapi tetap gak nemu. Kota ini, benar-benar kota mati."
Fisika mengendarkan pandangan ke luar kaca mobil. Ia sudah memasang sabuk pengaman dengan kuat. Izar benar, kota ini seperti kota mati. Semua benda dan rumah, seolah ditinggalkan begitu saja secara tiba-tiba.
Seperti, ada sesuatu yang terjadi dan sangat mengancam. Sehingga, tidak ada seorang pun yang sempat menyelamatkan harta benda.
Sekonyong-konyong, terdengar dentuman yang sangat besar dari arah belakang mobil. Izar, Fisika dan Sagi serempak menoleh ke belakang.
Mata cokelat Fisika mendadak terbelalak. Ada sebuah mobil dengan bak terbuka dipenuhi oleh komplotan orang-orang bertindik dengan rambut berwarna-warni seperti pelangi.
"Preman!" seru Fisika dengan panik. "Tancap gas, Sagi!"
Sagi mendadak melepaskan kunci dari lubangnya. Kemudian meletakkan jari telunjuk yang mendadak mengalirkan sebuah listrik yang menyentrum mobil dengan tegangan yang cukup besar.
Fisika tidak sempat mengatakan apa-apa. Saat kemudi telah digerakkan Sagi dengan begitu lugas melintasi jalanan di hadapan mereka.
Fisika masih mengatur napas dan rasa terkejutnya. Ia tahu Sagi punya sihir. Tetapi dia tidak menduga, jika sihir Sagi adalah sebuah listrik.
Mereka berbelok ke arah jalanan yang mulai terbuka lebar. Suara desingan memekik di belakang. Mobil yang memiliki rupa seperti mobil pick up tersebut. Setiap bergerak menghasilkan guncangan di sekitarnya. Fisika tidak tahu, mengapa hal itu bisa terjadi. Tetapi yang pasti, bunyi tembakan sekonyong-konyong terdengar hingga memecahkan kaca jendela.
Izar bergerak cepat dengan merunduk. Fisika tidak bisa menoleh ke belakang untuk melihat. Tubuhnya terlalu gemetar untuk melihat ke belakang. Tanpa sepengetahuan Fisika, Izar mengeluarkan sebuah tameng perlindungan yang terbuat dari nanoteknologi melalui jam tangan yang ia gunakan.
Nanoteknologi merambat ke seluruh badan mobil dan memperbaiki kaca yang pecah hingga kembali tersusun secara utuh. Ini adalah teknologi manipulasi materi pada skala atomik dan skala molekular.
"Kau bisa menyetir?" Sagi bertanya dibalik kemudi pada Fisika.
"Gue gak bisa!" teriak Fisika dengan wajah masih panik. Tembakan di belakang mereka terus terdengar. Tetapi sayang, peluru orang - orang tersebut justru hancur saat mengenai badan mobil.
"Izar!" Sagi berseru nyaring. "Seberapa lama kita bisa menghindar?"
"10 menit. Bawa mobil ini mendekat ke area dinding!"
Sagi menurut, Fisika yang penasaran menoleh ke belakang. Tepat saat itu, Izar membuka kaca jendela lalu mengeluarkan sebagian tubuhnya hingga sebatas pinggang. Kemudian mengarahkan dua pistol yang menembakkan sebuah serangan balik.
Mobil menukik ke kiri dan Izar pun tertarik masuk ke dalam mobil dengan segera. Mobil pick - up yang mengejar mereka pun mendadak berhenti akibat ban mobil yang pecah kena tembakan Izar.
Tembok berbaja itu semakin terlihat dengan jelas. Ada satu ruas jalan yang mengarah ke arah sebuah gerbang. Tetapi sayang, dalam radius 30 meter. Terdapat sebuah barikade dan pos pengamanan dengan pagar pembatas yang terbuat dari baja tebal. Tetapi memiliki tinggi hanya mencapai 20 meter lebih kecil dari dinding baja di belakangnya yang ukurannya 50x lipat dari barikade.
Mobil pun perlahan dihentikan oleh Sagi sebelum mereka tertangkap oleh orang-orang bersenjata militer.
"Tempat apa ini sebenarnya? Maksudku, dunia paralel apa ini?" seru Fisika dengan frustasi. Dia tidak menyadari, bahwa pekerjaan melintasi dunia paralel akan seberbahaya tadi.
"Dunia paralel 2728," balas Izar dari jok belakang. "Di dunia di dalam dinding adalah tempat seperti surga dan dunia di luar dinding, adalah neraka."
"Tapi apa yang membuatnya terpisah?" tanya Fisika yang tidak mengerti.
"Area dalam dinding memiliki infrastruktur dan tanah yang subur, sedangkan di luar dinding. Kau bisa melihatnya, sampah di mana-mana dan tidak ada tumbuhan yang terlihat hidup. Udara di sini tercemar oleh polusi udara yang sudah lama. Aku kan sudah mengatakan ini sejak awal kita tiba."
Sagi melirik kesal ke arah Fisika. Ia pun memundurkan mobil dan memikirkannya ke sebuah rumah yang berada tidak terlalu jauh dari barikade di depan.
"Kita akan memikirkan cara untuk menyebrang masuk," seru Sagi sambil mematikan mesin mobil.
"Tunggu sebentar. Kalau di sini udaranya telah tercemar polusi. Kenapa kita tidak menggunakan masker atau melakukan sesuatu sebelum paru-paru kita rusak."
Fisika menatap nanar pada Izar untuk meminta penjelasan. Matanya sudah terasa perih sejak kejar-kejaran tadi. Ia ingin menangis, tetapi tidak di depan dua pria dewasa yang bersamanya.
"Tubuhmu telah dilindungi mana punya gue dan Bigbos tanpa lo sadari. Itu membantu kita tetap sehat dan bisa bernapas walau udara di sini sudah sangat kotor."
Mata Fisika cukup terbelalak. Dia merasa ingin menangis dan bahagia di saat yang bersamaan.
"Hasil scanning gue. Dibalik dinding itu banyak sekali tumbuhan hijau," jelas Sagi. "Kita bisa mendekat ke sana dengan menawarkan sesuatu."
"Menawarkan apa? Lo tidak lihat soal preman-preman tadi?" sela Fisika dengan berapi-api. "Besar kemungkinan, mereka bukan bagian dari dunia di dalam dinding. Orang-orang itu bar-bar, kasar dan suka merampok. Cepat atau lambat, mereka bakal menemukan kita."
"Ya, itu jika kita bergerak mundur. Kita hanya perlu menjaga tetap di dekat barikade di depan sana. Orang-orang itu tidak berani mendekati wilayah ini," timpal Izar sambil sibuk menekan layar pada ponselnya.
Fisika merasa heran, bisa-bisanya Izar tetap stay cool memainkan ponsel di saat mereka bertiga sedang dalam bahaya.
"Gue tahu, lo panik." Izar mematikan ponselnya dan meletakkannya kembali ke dalam saku celana. "Tapi lo gak perlu khawatir. Jika keadaan sudah mendesak, kita bakal tertarik ke dalam hyperspace."
"Hyperspace?" ulang Fisika dari bangku depan.
"Yap, ruang putih yang lo lihat waktu itu. Anggap aja itu ruang transisi seperti bandara. Tempat di mana, saat lo masuk ke dalam portal dunia paralel. Lo bakal dibawa ke sana dan sebelum berangkat ke dunia paralel tujuan. Lo cuma bisa berada di hyperspace selama 10 menit untuk memutuskan tujuan dunia paralel lo, sebelum lo ke lempar acak ke dunia paralel lain."
Fisika manggut-manggut. Dia sedikit mengerti tentang penjelasan Izar. Walau nyatanya, ada beberapa hal yang masih membuatnya bingung.
"Jadi?" tanya Fisika lagi. "Sekarang apa?"
"Lo pergi dan mendekat ke barikade," titah Sagi dengan penuh penekanan.
"Kenapa gue?" tanya Fisika dengan nada tidak terima.
"Karena hanya lo yang bisa melakukan itu," balas Sagi sambil mendekat ke Fisika lalu membukakan sabuk pengaman dan mendorong pintu untuk terbuka. Di jarak seperti itu, wajah Sagi dan Fisika terlihat sangat dekat.
Butuh tiga detik bagi Fisika menahan napas saat mata cokelatnya bertemu dengan mata Sagi yang sayu namun menusuk.
"Sekarang keluar," seru Sagi sambil menarik diri ke tempat semula. Fisika yang pikirannya masih berkecamuk refleks keluar dari mobil dan menutup pintu.
"Bigbos," seru Izar yang raut kekhawatirannya terlihat saat Fisika tidak ada di dekatnya.
"Dunia 2728 ini ... adalah dunia di mana perempuan menjadi incaran elit dunia. Apa Bigbos yakin menggunakan Fisika sebagai umpan? Mereka akan menangkap Fisika dan membawanya ke dalam dinding."
Tanpa menoleh pada Izar dan pandangan mata tetap fokus pada Fisika yang mulai sadar dan panik bahwa ia akan melakukan tugas besar dan berbahaya.
Sagi pun menjawab, "Dia bisa melakukannya. Kita akan bergerak bahkan sebelum mereka menyentuh satu helai rambut Fisika."
__/_/_/___
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro