Chapter 36- Dewa Naga
Fisika dan Libra sama-sama terdiam. Jantung Fisika berdegup kencang, ia hanya bisa merapal doa bahwa para penjarah itu tidak akan menemukan mereka.
Suara kendaraan tersebut terus terdengar mendekat lalu melintas di depan ruko persembunyian mereka. Anehnya, mesin mobil tiba-tiba mati. Fisika melirik Libra, dia punya perasaan buruk.
"Oiii! Kalian yang di sana dan sedang bersembunyi." Pria ini menatap sensor suhu tubuh manusia yang terdeteksi. "Silakan keluar dengan aman atau kalian ingin dipaksa keluar."
Mata amber Fisika terbelalak. Deru napasnya kian cepat. Libra menggeleng ke arah Fisika. Tetapi dia malah berdiri dan menunjukkan jati dirinya.
"Hanya aku," kata Libra, "kalian bisa pergi, Haruto."
Tawa meledak dari para pria yang berdiri di belakang mobil jeep bak terbuka. Pria yang duduk di samping pengemudi mobil berdiri dan menatap Libra dengan santai.
"Siapa dia? Lo dengan siapa? Seorang wanita?"
"Dia milikku."
"Oho! Wanita? Menarik. Bagaimana?"
"Dia milikku, Haruto. Lo tuli? Gue sedang bermain dengannya. Pergi dari sini."
Haruto yang memiliki potongan rambut hitam disemir ke belakang menatap Libra dengan tatapan mengejek dari arah pinggang ke bawah.
"Masih belum, 'kan? Jadi ... gue bisa ikut bergabung. Paling hanya pemanasan."
Haruto melompat dari atas mobil. Dia memberikan intruksi pada anak buahnya untuk pergi meninggalkan mereka. Dengan lagak santai, ia berjalan menghampiri Libra sampai ke depan ruko.
"Area sekitar sini sebagian besar telah bersih. Tapi, gue tadi melihat ada petir yang menyambar dari tempatmu."
Libra tahu apa yang dimaksud oleh Haruto. Tetapi ia berpura-pura tampak tidak mengetahuinya.
"Gejala alam barangkali."
"Mereka akan memeriksa." Haruto memberitahu, tetapi mata hitamnya terus menyorot pada sosok di belakang Libra.
"Ayolah, lo pergi bermain. Gue akan menunggu dengan sabar. Tapi, jika lo masih belum puas. Biarkan gue jadi player utama."
Haruto yang berniat menghampiri Fisika yang sedang bersembunyi. Dicegah oleh tangan Libra yang menahan dadanya. Sorot matanya begitu tajam memperingati Haruto.
"Gue tidak akan berbagi dengan siapa pun."
Haruto berdecak. Namun ia memilih mengalah dengan mengangkat tangan ke udara.
"Oke, lo menang. Barang itu milik lo. Hubungi gue jika lo udah bosan. Jadi." Haruto menatap area parkir dari ruko-ruko yang kosong dan berantakan akibat barang rongsokan, balok-balok kayu dan sampah.
"Kapan lo balik ke markas? Orang-orang dibalik benteng semakin hari hidup mewah. Ada kabar burung, bahwa semua orang yang terjangkit virus zombie akan dibunuh saat itu juga. Mereka tidak mengizinkan siapapun masuk ke sana dan hari ini mereka sedang melakukan evakuasi di pesisir. Tampaknya ada bongkar muatan dan anak-anak kecil yang dianggap sehat akan dibawa ke dalam benteng."
Haruto menjelaskan semuanya. Namun, ia tidak bisa menyembunyikan binar matanya yang begitu meminati sosok yang sedang tertangkap detektor.
"Tapi, ada sesuatu yang aneh." Haruto melanjutkan. "Zombie-zombie ini seperti sedang berevolusi. Mereka seperti masih memiliki akal. Beberapa waktu lalu, ada sekelompok zombie yang melakukan serangan di blok M dengan mengepung para Hunter dengan sebuah pola penyergapan."
"Oke." Libra menyahut pendek. "Tidak ada tanda-tanda adanya vaksin untuk mengubah zombie kembali menjadi manusia?"
Haruto tergelak, ia memukul-mukul pundak Libra dengan air mata hampir keluar.
"Bro, hidup lo kelar saat gigitan mereka tercipta. Tidak akan ada yang mau repot-repot melakukan itu. Sekarang itu yang terpenting kesehatan, harta, tahta dan kekuasaan. Sudahlah." Haruto memutar tubuh Libra dan mendorongnya ke belakang. "Selesaikan permainanmu."
Fisika mengigit kuku-kuku jarinya dengan gemetar. Ia merasa salah kaprah telah menilai Libra. Tentu saja, seseorang tidak bisa begitu mempercayai seseorang yang baru ia temui.
Namun, jauh di lubuk hati Fisika. Ia sangat yakin bahwa Libra adalah pria baik. Tetapi di satu sisi, ia juga ragu akan kebenaran ini.
Oh, Dewa Naga di mana pun Anda berada. Lindungilah anak mantumu ini.
Sementara Fisika berdoa random, langkah kaki Libra kian mendekatinya. Fisika menengadah, menatap Libra yang telah berdiri di dekat meja persembunyian mereka.
"Kemarilah." Libra mengulurkan tangan kepada Fisika. Wanita bermata amber ini agak ragu menerimanya. "Kita lanjutkan di rumah. Di sini ada nyamuk yang berdengung."
Haruto mendengus kasar. Fisika menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri meraih uluran tangan Libra. Saat ia berdiri dan menunjukkan dirinya pada Haruto, pria ini bersiul menggoda.
"Wow, orang baru ya?"
Fisika mengabaikan seruan Haruto. Ia sedang tercengang karena Libra sedang merangul pinggulnya dan membawanya dalam jarak begitu dekat. Tanpa rasa canggung sama sekali, Libra membawa Fisika keluar dari tempat persembunyian.
Haruto pun dengan santai mengikuti mereka dari belakang. Fisika sendiri seolah bisa merasakan tatapan nakal yang terus dihunuskan pada punggungnya.
"Kami akan mencari logistik. Lo akan bosan mengikuti kami Haruto." Libra kian posesif menunjukkan sikapnya dalam merengkuh Fisika. Entah ini strategi bersandiwara, Fisika memilih diam seribu bahasa.
Tes, tes. Bos?
Terdengar suara dari HT di tas pinggang milik Haruto.
Kami menemukan sesuatu. Ada banyak zombie hangus yang telah tersambar petir di dalam taman. Zombie yang selamat pun sudah kami bunuh.
Punggung Fisika menegang, langkah ia dan Libra mendadak terhenti. Tetapi mereka tetap melanjutkan langkah. Haruto yang menyadari respon keduanya, tersenyum sinis.
"Baiklah, kembali ke sini." Haruto pun mematikan saluran komunikasi dari HT. Lalu ia menatap punggung Fisika dan Libra yang kian menjauh. "Kalian berdua, berhenti!"
"Ada apa?" balas Libra yang menoleh dengan cuek. "Gue tidak akan mencampuri urusan lo."
"Yeah, i know. Tapi sepertinya kalian mengetahui sesuatu dari peristiwa tersebut."
Tanpa komando, Libra mengajak Fisika untuk lari dari hadapan Haruto segera. Kemungkinan terburuk akan segera terjadi.
"Hey! Berhenti!"
Haruto mengejar dengan sebuah seringai. Ia menaruh curiga pada Fisika. Libra bukan tipe pria yang mau dekat dengan wanita mana pun, jika hal tersebut terjadi seperti yang sekarang ini. Haruto yakin bahwa Fisika adalah wanita istimewa bagi Libra.
Dengkul Fisika mulai terasa lemas. Dadanya naik turun untuk memasok oksigen lebih banyak. Pusing mulai dirasakan dan penglihatan Fisika mulai buram.
Energi mana yang begitu besar memanggil petir sekaligus membuat kubah perlindungan beberapa waktu lalu telah menguras energi kehidupan Fisika. Ia pun ambruk di jalan begitu saja, tatkala tidak kuat untuk terus berlari.
"Fisika!" Libra berseru panik. Ia menangkup tubuh dan wajah Fisika yang memucat seperti mayat. "Berhenti sampai di situ!"
Ujung tombak mendadak di arahkan Libra pada Haruto. Langkah pria ini terhenti untuk mendekati mereka lebih jauh.
"Gue akan membunuh lo, Haruto. Berhenti mengikuti kami!"
Haruto tidak gentar dengan ancaman Libra, dari kejauhan terdengar deru mobil jeep yang perlahan mendekat.
Libra tahu, ia harus segera melarikan diri sebelum antek-antek Haruto bergabung bersama bos besar mereka. Karena jika hal tersebut terjadi, besar kemungkinan Libra tidak akan bisa melindungi Fisika.
"Menyeralah, Libra. Lo bisa menjual gadis ini di Aria Corperation. Untungnya besar."
Libra mengabaikan saran Haruto. Dia memilih untuk membopong tubuh Fisika dibalik punggung. Cara terbaik menyelesaikan masalah adalah pulang dengan damai.
Para antek Haruto tiba. Mereka semua langsung melompat turun dari jeep, kemudian menyebar guna menghalangi kepergian Libra.
"Rebut wanita itu."
Perintah Haruto telah dikeluarkan. Libra masih tetap tidak gentar. Sesekali ia menghindari tangan-tangan yang ingin menyentuh Fisika
Cepat atau lambat, Haruto dan pasukannya akan tahu. Betapa berbahaya wanita yang sedang mereka incar.
"B- Baginda?"
Suara lirih Fisika membuat konsentrasi Libra teralihkan. Ia kehilangan kewaspadaan. Fisika pun limbung dari punggang Libra menghantam aspal jalan.
Wanita itu mengerang kesakitan. Ia membuka mata, ada cairan koloid bewarna merah yang mengalir keluar dari pelipis. Libra dibekuk paksa dengan posisi tengkurap dan wajah mencium aspal bersama kedua tangan terkunci ke belakang.
"Jangan sentuh dia!" Libra berteriak, memperingati Haruto yang sedang tersenyum penuh kemenangan.
"Coba kulihat." Haruto mengabaikan peringatan Libra. Dan benar saja, saat ia ingin menyentuh pipi Fisika. Tangannya seolah terbakar. "Sial! Apa ini?"
Jemari Haruto melepuh dengan kulit yang mulai kemerahan. Libra berusaha untuk membebaskan diri. Baginya, Fisika itu seperti bom waktu yang mudah meledak kapan saja.
Di lain sisi, Sagi yang selama ini tertidur untuk pemulihan telah membuka mata. Di ujung pelupuk mata kanannya, mengalir air mata penuh kerinduan.
"W- Wanitaku."
___/_/_/___//____
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro