Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 22 - Energi Kinetik

"Izar? Apa yang lo lakukan di sini?" Sagi berkilat tidak suka oleh kedatangan abdi setianya.

Izar hanya tersenyum tipis, fokusnya mengarah pada Fisika yang tengah didekap oleh Sagi.

"Sesuatu telah terjadi." Izar berseru dengan tatapan yang sulit ditebak. "Bigbos dan Fisika melakukan apa? Gue merasakan aliran mana Bigbos sama Fisika terasa berbeda. Jenis gelombang yang dihasilkan pun berubah."

Sagi tidak menjawab dan memang dia berniat tidak ingin menjawab. Dibopongnya tubuh Fisika dan tetap berjalan lurus menuju tempat tinggal Migel.

"Bigbos mau ke mana?"

Mudah bagi Izar melacak keberadaan Sagi. Ia sudah terbiasa mendeteksi pantulan gelombang mana Sagi dimana pun ia berada.

"Tempat penampungan anak-anak terlantar," sahut Sagi dengan tetap berjalan dengan kedua tangan membopong Fisika.

"Sebaiknya kita bawa Fisika balik ke penginapan. Dia terlihat pucat dan Bigbos pun sama pucatnya juga."

Sagi tidak mempedulikan usulan sang rekan. Izar jadi semakin curiga, terlebih lagi Sagi seolah terbiasa membopong seseorang seperti itu.

Izar pun memilih mengalah dan lebih memilih diam untuk mengamati situasi. Dia yakin, jawaban dari pertanyaan yang ia inginkan akan segera terjawab.

.
.
.

Di area tempat lembaga penampungan anak-anak terlantar, kesadaran Fisika berangsur-angsur pulih. Ia mengerjab menatap wajah Sagi di bawah sinar matahari.

Dilihat dari sudut pandang mana pun, wajah pria ini selalu terukir sempurna tanpa celah. Seolah-olah wajahnya memang dipahat dengan sangat hati-hati dan kesempurnaan itu semakin bertambah saat diterpa cahaya matahari. Fisika ingat pernah melihat wajah Sagi, tatkala disinari cahaya matahari sore. Kedua hal tersebut, menghasilkan fenomena yang berbeda tetapi dengan dampak yang sama.

Sulit bagi Fisika mendeskripsikan sesuatu yang sedang ia amati. Pikir Fisika, Sagi adalah pemeran utama yang nyaris sempurna dan dia ... hanya tokoh figuran yang akan melengkapi jalan cerita.

"Lo udah sadar?" Sagi menghentikan langkahnya. Izar turut meniru dan ikut mendongak menatap sahabatnya.

"Gue baik-baik saja. Baginda bisa menurunkan gue. Tangan Baginda pasti sangat lelah."

Sagi seolah ragu, tetapi saat menatap bola mata cokelat Fisika yang terlihat sangat gigih untuk diturunkan. Mau tidak mau, Kaisar pun menuruti.

"Lo kenapa bisa pingsan, Fis? Lo lelah? Atau belum makan?"

Fisika menoleh menatap Izar. Dia tersentak oleh keberadaan makhluk satu ini.

"Lo udah baikan?" Fisika bertanya balik. "Ini belum seminggu."

"Gue tahu," balas Izar dengan nada begitu intimidasi. "Gue udah bicara dengan Kakek Abam soal ini dan beliau mengizinkan. Sekarang, lo jawab pertanyaan gue. Kenapa lo bisa pingsan?"

"Kita sudah sampai." Sagi menginterupsi. "Migel tinggal di sana."

Sagi menunjuk menggunakan dagunya. Fisika dan Izar serentak menoleh. Tetapi mendadak, muncul satu pertanyaan baru dibenak Izar tentang sosok bernama Migel.

"Apa ini tempat Flower Winter berada?" Izar malah merasa deja vu. Tempat sebelumnya juga ditempati oleh anak-anak berusia belia.

"Ya." Sagi membenarkan. "Kita akan bertemu seorang anak yang sedang menatap kita dengan berdiri di depan pintu.

Migel tampak terbelalak menatap Fisika dan Sagi. Dia merasa tidak meninggalkan jejak apapun agar dapat dilacak. Tetapi bocah itu segera berpikir cepat, Fisika pasti telah bertanya pada Rebecca dan itu adalah kemungkinan paling besar yang Migel yakini.

.
.
.

Seorang wanita sepuh yang memperkenalkan dirinya sebagai Elizabeth adalah pengurus lembaga yang ditempati Migel.

Sagi dengan sangat beribawa menjelaskan pada Elizabeth kunjungan kedatangannya untuk menemui Migel tanpa sama sekali menyinggung permata yang ingin mereka ambil kembali.

"Sebelumnya saya merasa hormat pada Tuan dan Nyonya mau mengunjungi tempat seperti ini. Jarang, orang seperti Anda berdua mau menginjakkan kaki di sini."

Elizabeth tersenyum lembut pada Fisika dan Sagi bergantian, lalu merujuk pada Izar yang wajahnya semerah tomat matang.

Bagaimana tidak, Sagi mengenalkan dirinya dan Fisika sebagai dua sejoli yang memiliki hubungan sebagai suami istri dan keberadaan Izar adalah adik dari sang suami. Serta, mereka menginginkan bertemu dengan Migel. Sebab anak itu, memiliki paras yang sangat mirip dengan mendiang adik dari sang suami.

Fisika hanya bisa menunduk dalam-dalam dengan meremas kedua tangannya, sedangkan Izar seperti balon yang siap meledak kapan saja.

"Nyonya." Seorang pria berperawakan sebagai seorang asisten masuk ke dalam ruangan yang berfungsi sebagai kantor tempat Elizabeth bekerja. Pria itu menggengam tangan Migel yang sedang mengusap-usap telinga kanannya. Barangkali, bocah itu berniat kabur. Tetapi, Malik sebagai asisten telah menangkap dan menjewer telinganya.

"Kemarilah Migel." Elizabeth berujar lembut. "Ada yang ingin bertemu denganmu."

Kaki Migel seolah tidak ingin bergerak. Tetapi benaknya mencegahnya untuk tidak menjadi anak pembakang di depan Elizabeth.

"Apa yang harus saya lakukan, Eli?" Migel bertanya dengan degup jantung yang sangat kuat.

"Tidak ada sayang." Elizabeth membelai rambut Migel, lalu menuntunnya untuk duduk di bangku kosong disebelahnya.

"Tuan Aerglo ingin melihatmu lebih dekat."

Wajah Migel memerah. Dia memandang Sagi dan Izar bergantian. Hatinya berusaha menerka-nerka. Siapa yang memiliki nama sebagai Aerglo.

"Tuan Aerglo ingin berbicara lebih dekat denganmu. Kau duduklah di sini dan temani mereka."

Elizabeth berusaha bangkit dari tempat duduk. Namun tangan Migel bergerak cepat menahan tangan si wanita tua renta tersebut.

"Tak apa Migel. Mereka tidak akan menyakitimu."

Bagaimana pun, Migel tetap menggeleng kuat-kuat. Dia tahu kesalahannya apa. Wanita yang duduk di tengah pasti ingin membalaskan dendamnya dan dia pasti telah meminta bantuan dua pria di kedua sisinya.

Elizabeth tetap menyuruh Migel untuk tetap diam di tempatnya. Tidak dengan seruan, melainkan sorot mata yang tercetak jelas di wajah rentanya. Migel tidak berkutik dan dia hanya bisa pasrah menatap Malik dan Elizabeth hilang dibalik pintu.

.
.
.

"Jadi?" Migel berusaha menunjukkan tampang keberanian, walaupun dengkulnya gemetaran setengah mati. "Lady pasti mau menghukumku!" Dia menunjuk Fisika.

"Secara teknis iya. Tetapi itu bisa nanti. Baginda mau bicara padamu." Fisika menoleh menatap Sagi.

"Baginda?" ulang Migel tidak yakin. "Maksudmu Baginda? Baginda Yang Mulia?" Dengkul Migel semakin gemetar tidak karuan. Dia ingin pingsan saat itu juga.

"Migel," ucap Sagi. "Kami hanya bertanya singkat. Di mana kristal biru yang kau temukan tempo hari?"

Jantung Migel seperti meledak bagai balon yang meletus. Dia menatap heran pada ketiga manusia dewasa di hadapannya.

"Ak- Aku ... aku kehilangannya. Benda itu tidak lagi bersamaku. Aku tidak berbohong." Bocah ini berkata dengan suara gemetaran dan mata mulai berkaca-kaca.

Sagi dan Fisika saling menoleh dan tanpa sepengetahuan Izar. Sagi kembali menggengam tangan Fisika. Dipusatkannya pikiran kepada jejak-jejak Flower Winter yang sudah terkontaminasi oleh mana dalam diri Migel.

Jauh di suatu tempat, Sagi melihat benda tersebut berada di sebuah ruangan dan wilayah dengan kekuatan sihir tingkat tinggi. Sagi tidak bisa merasakan dimana sumber energi itu berada. Dia seolah dihadang oleh sesuatu dan itu membuat Sagi menghela napas.

"Bigbos?" seru Izar yang mencurigai eksperesi wajah Sagi.

"Kita akan melawan sebuah negara." Sagi memberitahu. "Barangkali perang antar dunia paralel."

Izar mematuhi hal tersebut. Tetapi ada satu yang masih terasa mengganjal.

"Kalian tidak menghukumku?" Migel sudah setengah terisak. "Aku berkata jujur. Bola es tersebut hilang bersama botol air minumku."

Tangis Migel pecah dan Sagi mendadak menyadari sesuatu. Ia pun melepaskan genggaman tangannya dari Fisika dan mendekat pada Migel dengan penuh minat.

"Bisa jelaskan padaku? Bahan apa yang terbuat dari botol minuman yang kau maksud?"

Sagi mengeluarkan sapu tangan yang berinisial A.S dari dalam saku celananya. Kemudian membasuh air mata Migel dengan penuh kasih.

"Botol minuman biasa. Hanya botol minuman yang terbuat dari batang pohoh oak."

Senyum Sagi yang terbit, bagai secerah sinar matahari yang mengandung sejuta harapan pada hati kecil Migel. Bahwasannya, dia yakin mereka telah memaafkan perbuatannya pada Fisika. Lagipula, Sagi jadi tahu, bahwa pengaruh magis dari pohon oak yang dibuat jadi botol minum. Mampu menenggelamkan keberadaan Flower Winter.

"Soal yang tempo hari," seru Migel dengan suasana hati yang sedikit lapang. "Aku sengaja menabrak kalian berdua. Karena bola es yang kubawa mendadak bersinar, jika ia berada cukup dekat dengan Baginda."

Migel pun ikut-ikutan memanggil Sagi dengan sebutan Baginda.

"Baiklah, Migel. Terima kasih." Sagi meniru Elizabeth. Ia pun menepuk-nepuk kepala Migel dengan lembut. "Kau boleh keluar dan tolong berjaga di depan pintu."

Migel mengganguk antusias. Lalu bergegas meninggalkan ruangan.

"Bigbos." Izar benar-benar ingin menanyakan sesuatu. Tetapi gerakan bibirnya dicegat oleh tatapan mata ink Sagi.

"Baiklah." Izar hanya bisa mengalah dan berbalik menoleh menatap Fisika. Dan wanita tersebut membalas dengan gestur. Akan gue jelaskan.

"Sepertinya kita akan lama di dunia paralel 0511." Sagi menatap Fisika dan Izar ikut memperhatikan. "Lo mau belajar sihir?"

Senyum wajah Fisika mendadak mengembang seperti adonan kue yang telah diberi fermipan.

"Maksud Baginda sihir? Sihir yang kayak di dunia fantasi? Sihir yang bisa mengendalikan alam? Baginda gak bercanda, 'kan?"

Sagi mengganguk membenarkan.

"Ya, gue rasa ...  lo perlu mempelajari pengetahuan dasar sihir bersamaann dengan hukum fisika."

Fisika hampir bersorak penuh kebahagian. Dia menoleh pada Izar dengan wajah penuh kebahagian. Dia akan menjadi penulis fantasi pertama di dunia wattpad yang akan menuliskan kisah fantasi berdasarkan pengalaman pribadi, bukan lagi sekedari berimajinasi semata.

"Konsep sihir paling umum yang mudah dikuasai orang adalah telekinesis," Sagi menjelaskan. "Tipe sihir yang bisa menggerakan suatu benda tanpa menyentuhnya."

"Dalam dunia sains fiksi itu bisa disebut dengan kekuatan seorang mutan. Kekuatan yang didapatkan dari bencana sains seperti ledakan atau radiasi. Yeah, tergantung si penulis mau menggunakan kekuatan tersebut dalam genre apa? Fantasi? Atau Sains Fiksi." Izar turut menimpali.

Fisika mengganguk setuju. Dia juga sering membaca cerita-cerita seperti ini di wattpad. Di mana pemeran utama sering kali memiliki kekuatan sebagai seorang telekinesis.

"Lalu, hubungan kekuatan telekinesis dengan sihir dan hukum fisika itu apa?" tanya Fisika dengan raut kebingungan.

"Barangkali, Bigbos curiga lo memiliki kekuatan seperti itu." Izar memberitahu. "Yaa, itu kan kekuatan umum dan pasaran dalam dunia sihir. Heheh."

"Ye elah. Gue mah ogak punya kekuatan kayak gitu." Fisika menatap Sagi dengan penuh harap. "Baginda, gue mau punya kekuatan kayak Elsa Frozen atau kemampuan yang berhubungan dengan alam. Gue gak mau jadi pengguna telekinesis."

Sagi tampak merenung sembari memangku satu kaki di atas paha.

"Kemampuan telekinesis sebenarnya berkaitan dengan Energi Kinetik dalam hukum fisika," ujar Sagi dengan mimik wajah serius.

"Energi kinetik?" tanya Fisika.

"Ya, Energi Kinetik. Usaha yang dilakukan oleh suatu gaya pada benda terkait  dengan perpindahan benda, yaitu perubahan posisi benda. Tetapi usaha juga terkait dengan perubahan kecepatan benda. Usaha ini akan memberikan tambahan energi pada suatu benda karena geraknya yang disebut energi kinetik. Yaitu energi yang dimiliki oleh suatu benda karena geraknya."

Penjelasan yang cukup mencengangkan bagi Fisika. Otaknya seperti memiliki jendela yang mendadak terbuka. Tak pernah terbayangkan olehnya, bahwa hukum fisika bisa memiliki prinsip cara kerja sebuah kekuatan sihir.

"Jadi," seru Fisika dengan tak percaya. "Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh suatu benda karena geraknya."

"Benar," sahut Sagi. "Untuk menghitung besar energi kinetik benda. Kita dapat menghubungkan antara rumus usaha, rumus gerak lurus berubah beraturan untuk kecepatan awal sama dengan nol dan hukum II Newton."

Oke, Fisika rasa itu penjelasan yang cukup signifikan.

"Tapi, Baginda. Pokoknya gue gak mau mempelajari kekuatan telekinesis, titik! Gak pakai koma!"

___/_/_/___
Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro