Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8

Pelajaran pertama adalah olahraga, di mana masing-masing dibagi perkelompok untuk permainan basket. Kimi berulang kali mengusap hidungnya yang gatal saat pemanasan. Tanda-tanda flu mulai menyerang. Apalagi ditambah mata panas dan tenggorkan sakit untuk menelan.

Berulang kali pula Kimi menarik napas panjang demi mengumpulkan kesadaran. Ya, kepalanya pun mulai pening di bawah terik mentari pagi.

"Lo sakit?" tanya Hime, setelah selesai pemanasan.

"Enggak. Gue baik-baik aja."

"Idung lo merah. Lo pasti mau flu. Kebiasaan lo tuh kalau mau flu gatel kan idung lo."

"Gue nggak pa-pa."

"Pak ..." panggil Hime seraya mengangkat tangannya.

"Ya, Hime?"

"Kimi sakit, Pak," seru Hime.

"Enggak kok, Pak. Saya baik-baik saja."

"Hari ini nggak ada penilaian. Jadi kamu ke UKS saja," ucap Pak Gunawan seolah sangat paham dengan Kimi. Murid yang tak mau ketinggalan dalam berbagai hal apalagi soal nilai sekolah.

Kimi yang merasa masih kuat sedikit tak rela harus melewatkan pelajaran olahraga. Dia menyukai olahraga di mana dia bisa melakukan hal lain selain mengasah otak.

"Jangan suka memaksakan hal yang seharusnya direlakan," bisik Varo.

"Iya, Sayang," balas Kimi lalu tersenyum lebar, tapi tangan kanannya mencubit lengan Varo kuat hingga Varo meringis menahan sakit.

"Anterin dong, Varo. Lo udah di panggil sayang, itu tuh kode. Jangan jadi cowok nggak peka, deh!" seru Hime.

"Siap!" balas Varo sembari mengacak rambut Kimi.

Keduanya berjalan beriringan ke UKS. Sesekali Kimi melirik Varo tapi yang dilirik cuek. Jika dulu Kimi menyukai kesunyian. Kini ada rasa yang hilang. Varo yang ngeselin lebih menyenangkan daripada Varo yang hanya diam.

"Lo aneh," ucap Kimi.

Varo hanya menoleh tanpa mengeluarkan suara.

"Lo aneh tahu nggak?" Ulang Kimi.

"Lo lebih aneh manggil gue Sayang. Lo nggak suka sama gue kan?"

"Enggak!" jawab Kimi langsung dan memalingkan wajah.

"Jangan-jangan lo baper cuma gara-gara gue ambilin handuk."

"Enggak! Ish, jangan ngaco. Siapa juga yang baper. Lo kali yang baper gue panggil Sayang."

Varo hanya mengangkat sebelah sudut bibirnya. Senyum yang mampu melambungkan emosi Kimi.

"Udah sana lo balik! Gue bisa ke UKS sendiri."

"Ok. Tapi jangan ngadu sama Hime kalau gue cowok yang nggak pengertian."

"Gue nggak pernah ngadu. Eh, lo jangan mikir gue suka curhat sama Hime soal lo ya! Buang jauh-jauh tuh pikiran ngaco lo."

"Ok."

"Gue mau putus!" seru Kimi yang semakin kesal. Varo selalu bisa membuat urat lehernya tegang.

Seketika Kimi ingin hilang seperti ninja setelah mengatakan hal itu dengan cukup keras. Dia malu luar biasa, tak menyadari segerombolan adik kelas baru saja akan masuk ke dalam kelas diiringi seorang guru di belakang. Rusak sudah image-nya sebagai murid baik-baik. Teriak-teriak di depan kelas.

"Maaf, Sayang. Ayo gue anterin," ucap Varo sembari meraih tangan Kimi.

Terdengar suitan menggoda dari adik kelas serta kasak-kusuk yang mengatakan bahwa Varo itu keren dan mereka pasangan yang lucu.

****

Kimi harus melewatkan latihan Muay Thai karena kepala pening. Pulang sekolah dia langsung pulang dan mengurung diri di kamar setelah meminum imboost forte. Berharap dia akan segera kembali fit.

Tangannya membuka aplikasi Wattpad. Menggunakan waktu yang seharusnya untuk berlatih Muay Thai untuk menulis. Meneruskan cerita yang sudah dia mulai dan dinantikan pembaca.

Membaca komentar-komentar membuat semangatnya meninggi. Senyumnya mengembang membaca salah satu komentar.

Ya ampun, Dava kenapa bisa sekeren itu? Aku mau punya pacar kayak Dava. Baper parah!

Senyum Kimi semakin lebar, kini memperlihatkan giginya yang rapi. Meski dia belum pernah merasakan jatuh cinta apalagi memiliki pacar tapi dia selalu bisa menuliskan kisah romantis remaja yang mampu membuat pembaca baper.

Tangan Kimi menari di atas layar menulis kelanjutan kisah Dava dan Diva yang terjebak friendzone. Tak berselang lama Kimi terperanjat, kaget. Tiba-tiba sosok Varo melintas di pikirannya setiap membayangkan tokoh Dava. Kimi segera menutup aplikasinya. Bangkit, ke luar kamar.

Kimi kembali terperanjat ketika tiba-tiba Varo membuka pintu kamar. Jantungnya nyaris lepas, kaget.

"Lo ngapain bawa koper?" tanya Kimi terbata, efek kaget.

"Pulanglah."

"Pulang ke mana?" tanya Kimi lagi, heran. Matanya terus menatap koper silver di samping Varo.

"Ke rumah."

"Lo nggak di sini lagi?"

Baro hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa?" tanya Kimi.

"Gue nggak harus laporan sama lo kan?" jawab Varo, melewati Kimi begitu saja.

"Emang bokap nyokap lo udah balik?" Kimi mengejar Varo.

"Belum."

"Terus kenapa pindah?"

Varo berhenti lau menatap Kimi. Sebelah alisnya naik. "Masalah buat lo gue pindah?"

"Ya bukan. Gue justru seneng."

"Berarti nggak ada masalah kan?"

Kimi mengangguk dengan bibir mengatup. Walau dalam hati ada sedikit rasa menentang keputusan Varo.

"Oh ya, mulai sekarang lo nggak perlu jadi pacar gue lagi di sekolah."

"Kenapa?"

"Karena gue udah nggak butuh lo. Lagipula tadi pagi lo pengen kita putus kan? Perjanjian kita selesai."

"Tapi lo nggak akan ngasih tahu orang tua gue kan?"

Seperti kebiasaannya, Varo mengangkat sebelah bibirnya. "Nggak akan."

"Jadi lo beneran pindah?"

Vato tak mampu menahan tawanya, dia terkekeh sembari menepuk kening Kimi. Ekspresi Kimi sungguh lucu di matanya. Seperti orang yang akan ditinggal jauh pacar sungguhan.

"Kenapa malah ketawa?"

"Gue belum pindah, cuma mindahin beberapa barang gue. Lagi pula gue pindah cuma ke sebelah."

"Yaelah, kirain pindah sekarang beneran."

"Tar gue pindah lo kangen," balas Varo sembari melanjutkan jalan.

"Enggak!"

"Varo...." Kimi kembali mengejar.

"Apalagi Kimi?"

"Soal putus kita beneran putus nggak?" tanya Kimi, bisik-bisik. Takut ada yang mendengar.

"Iya."

"Beneran? Kenapa?"

"Karena gue udah nggak butuh lo."

"Oh, ya udah."

"Eh tapi, kita masih jalan-jalan sore nggak?" Sambung Kimi.

"Enggak."

"Kenapa?"

"Nanya mulu lo."

"Kalau gue pengen jalan-jalan lo mau nemenin nggak?"

"Tergantung."

"Kok tergantung?"

"Lo banyak nanya. Kalau lo mau jalan-jalan, ajak aja Bang Elang."

"Nggak mau. Gue nggak pernah pergi sama dia doang."

"Berarti dibikin pernah."

"Nggak mau!"

"Serah lo. Udah kan? Gue mau ke rumah."

"Gue ikut boleh nggak?"

Speechless. Varo terheran-heran dengan Kimi sore ini. Dia pun menempelkan tangan ke kening Kimi.

"Lo nggak panas."

"Maksud lo?"

Bukannya menjawab Varo justru menyerahkan kopernya pada Kimi. "Tolong bawain kalau lo mau ikut. Gue ambil barang yang lain dulu bentar."

Sebenarnya beberapa minggu berinteraksi dengan Varo, Kimi merasa senang. Di rumah dia jadi tak merasa sendiri. Meski kebanyakan sering berdebatnya daripada akurnya. Tapi Kimi mulai nyaman. Dia kesulitan untuk dekat dengan Elang meski saat kumpul bersama mereka terasa dekat tapi saat sendiri dia merasa jauh.

****

Love, ai

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro