Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15

Hari yang cerah untuk memulai olimpiade di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Bersama Trisha dan yang lainnya, Kimi memulai pagi itu dengan doa dan harapan. Tak ada rasa takut atau pesimis, mereka memiliki optimisme tinggi akan memenangkan olimpiade meski bukan juara satu.

Apalagi seorang Kimi yang memiliki ambisi tinggi. Selalu melakukan semua hal secara totalitas. Setelah perjuangan untuk belajar lebih, dia merasa siap untuk olimpiade kali ini.

Olimpiade berlangsung setengah hari dengan hasil yang belum diumumkan, masih harus menuggu beberapa saat. Jeda itu mereka pakai untuk makan siang dari bekalyang mereka bawa. Kimi dudukbersebelahan dengan Trisha. Tangannya memegang roti lapis dan tangan kirinya memegang ponsel untuk menghubungi Varo.

Varo

Gue udah selesai. Jadi jemput gue kan?

Sekarang?

Nanti jam 2 aja, ini masih nunggu pengumuman pemenang.

Ok. Gue siap-siap. Motoran aja ya?

Bawain helm, jangan lupa.

"Cie... makin lengket aja, nih," goda Trisha yang tak sengaja melihat nama Varo di layar ponsel Kimi.

"Lo juga," balas Kimi, santai.

"Kok gue?"

"Gue lihat lo kemarin sama Farhan. Jadi lo sekarang lagi deket sama dia?"

"Enggak, serius."

Kimi hanya merhatikan Trisha lalu tersenyum lebar, senyuman meledek. Senyum yang hanya terlihat saat dia bersama teman ceweknya.

"Ih apaan sih senyuman lo? Serius deh! Lo aja yang bucin, gue mah enggak."

"Gue nggak bucin. Gue akan buktiin kalau gue itu Kimi yang pandai mengatur waktu."

Dalam hati Kimi terkekeh geli. Tentu saja dia bisa mengatur waktu karena status pacar hanyalah status yang nggak mengharuskan dia membagi prioritas untuk hal-hal nggak penting seperti memperhatikan pasangan, misalnya. Seperti yang dilakukan Hime kepada Azof.

"Tapi lo kelihatan banget kalau bucin. Bahkan sekarang di sekolah lo bukan lagi dikenal sebagai si Ratu api yang jutek tapi si bucin yang cinta mati sama Varo."

"Kadang yang dilihat orang belum tentu kebenaran," ucap Kimi lalu tersenyum.

Kini Kimi tak terlalu memedulikan omongan orang. Terserah di luar sana dia mau dijuluki apapun, yang penting dia masih berprestasi dan orang tuanya tetap bisa berbangga hati memiliki dirinya. Apalagi melihat sekarang papanya sudah mau berbicara banyak padanya dibanding dengan Elang.

***

Ponsel pipih berwarna hitam milik Varo masih menyala, memperlihatkan chat Kimi padanya. Varo berdecak lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Segera dia memakai helm siap untuk pergi.

"Mau ke mana lo?" tanya Wily -teman mainnya.

"Jemput Tuan putri."

"Weh, masih lo berhubungan? Kan lo udah menang taruhan."

"Jangan bahas itu lagi. Uang juga udah gue balikin ke kalian."

"Lo suka beneran sama tuh cewek?"

"Serah lo pada ngomong. Gue pergi dulu."

Jalanan Ibukota cukup padat siang ini. Untung saja Varo menggunakan motor, bukan mobil yang bisa membuatnya mati bosan. Dia melewati jalan tikus untuk mempercepat waktu. Meskipun dia dulu tak tinggal di Jakarta tapi dia sangat sering datang ke Jakarta untuk menemui sang pacar yang kini sudah jadi mantan.

Varo menunggu di luar, di bawah pohon. Menanti ada pesan atau telepon masuk dari Kimi. Jam 2 berlalu Kimi masih tak memghubunginya.

"Halo," sapa Varo saat telponnya diangkat oleh Kimi.

"Halo. Sorry, bentar gue baru mau ke luar kampus nih. Lo nunggu di mana?"

"Gue samperin aja."

"Nggak usah, tunggu aja di situ. Ini gue nebeng temen sampai di luar."

"Ok." Varo pun menjelaskan keberadaannya dengan detail.

Sembari menunggu Kimi dia kembali membuka folder photos di ponselnya, menandai beberapafotolalu menghapusnya tanpa ragu lagi. Satu hal yang harus dilakukan agar dia benar-benar bisa memulai hari baru meski akan sulit.

Varo memicingkan mata melihat Kimi turun dari sebuah mobil Accord hitam yang mengkilap. Segera dia mendatarkan ekspresi ketika Kimi berjalan semakin dekat.

"Lama ya? Sorry."

"Nebeng siapa?" tanya Varo, mengabaikan ucapan Kimi.

"Oh, itu tadi Abizar."

"Ngapain dia ke sini?"

"Niatnya mau jemput gue tapi kan gue udah minta jemput lo."

"Kenapa nggak pulang sama dia aja sekalian? Pake minta jemput gue segala." Varo memasang wajah kesal, memberikan helm hitam pada Kimi.

"Kok lo ngegas sih? Kalau nggak mau, nggak ikhlas bilang dong dari tadi. Ya udah sana balik, males gue balik sama lo."

"Yakin gue pergi nih?"

"Yakin," balas Kimi penuh keyakinan yang dilandasi emosi.

"Terus nelpon Abizar? Enggak akan gue biarin. Buruan naik."

"Tadi katanya suruh pulang sama dia. Gimana sih?" gerutu Kimisembari naik ke boncengan Varo.

"Pegangan." Varo menarik tangan Kimi untuk memegang pinggangnya.

"Lo kesambet apa sih?" Kimi mendekatkan wajah ke depan. Saat itu juga Varo menarik gas sehingga tubuh Kimi membentur tubuh Varo.

Raut wajah suram terus Varo perlihatkan hingga malam hari. Bahkan Varo mengabaikan Kimi saat berpapasan di tangga. Kimi yang merasa tak membutuhkan Varo pun tak kalah cuek meski mulutnya gatal ingin menanyakan penjelasan.

Kimi yang terbiasa diam tak menceritakan apapun pada siapa pun tiba-tiba ingin menanyakan keanehan Varo pada Abizar karena Abizar sama-sama cowok. Tapi mengingat Abizar baru saja menyatakan perasaan, Kimi mengurungkan niatnya. Dia melirik Elang yang akan masuk ke dalam kamar.

"Ada apa?" tanya Elang yang merasa diperhatikan.

"Oh enggak."

"Enggak tapi kenapa lihatin aku?"

Sedikit ragu, Kimi melangkah mendekati Elang.

"Bukankah Varo kelihatan aneh hari ini?" tanya Kimi pelan.

"Jadi kamu mendekat untuk pertama kali cuma buat nanyain soal Varo?"

"Ah, nggak perlu dijawab," ucap Kimi, mengibaskan tangan dan memutar badan tapi Elang mencegahnya.

"Jadi bener kalian pacaran?"

Kimi menggeleng pelan dan tangan Elang terulur mengusap kepala Kimi.

"Kenapa?" tanya Kimi yang merasa canggung diperlakukan seperti itu oleh Elang.

"Abang cuma nggak mau kamu patah hati."

Meski canggung masih terasa, Kimi berusaha menatap wajah kakaknya. Senyum Elang yang manis terukir seperti biasanya. Tanpa sadar Kimi mengikuti tersenyum walau hanya senyuman tipis dan kaku.

"Gimana lombamu tadi?"

"Nggak bisa lebih darimu, Bang," balas Kimi dengan kepala menunduk. Dia memang tak pernah bisa lebih baik dari Elang dalam beberapa hal.

Ini pertama kalinya Kimi mau membahas lomba dengan Elang. Biasanya dia tak akan menjawab pertanyaan Elang, memilih masuk kamar. Tapi kali ini berbeda. Walaupun sulit, Kimi berusaha tetap berdiri di depan Elang dan menjawab semua pertanyaan Elang dengan mata yang risau ke sana-ke mari. Mencoba membuka diri seperti yang dia lakukan dengan orangtuanya. Dia berharap ada hal yang bisa terluruskan karena sebuah percakapan singkat.

"Kamu kecewa?"

"Sedikit."

"Tunggu di sini sebentar." Elang langsung melesat masuk ke kamar setelah mengatakannya.

Sementara Kimi masih terdiam di depan pintu kamae Elang dengan tanda tanya besar. Penasaran dengan maksud Elang memintanya menunggu.

"Ini, buat kamu." Elang menyerahkan kotakan berisi lembaran kertas berwarna-warni.

"Ini apa, Bang?"

"Biar kamu tahu, abang seneg punya adik kayak kamu. Karena itu Abang catat semuanya biar nggak bikin kesalahan." Elang kembali mengusap kepala Kimi lalu masuk ke dalam kamar lagi.

Kotak biru berisi kertas warna-warni menyita perhatian Kimi malam ini. Dia duduk di kusi belajar. Dibacanya setiap kalimat yang tertulis di atas kertas.

Mata Kimi berkaca-kaca membacanya. Isinya semua tentang Kimi. Tentang biodata, makanan kesukaan, jenis alergi, sampai hal kecil seperti warna kesukaan.

Membacanya membuat Kimi tersentuh. Ternyata Elang sungguh memperhatikannya. Sementara dia sibuk menghindari karena pikirannya sendiri tentang persaingan dan takut kehilangan. Bahkan dia tak tahu makanan kesukaan Elang. Tanggal lahir Elang pun dia ingat karena keluarganya selalu merayakan dengan makan malam bersama.

Kimi menyesal seketika selalu mengabaikan kebaikan kakaknya selama ini. Apalagi saat melirik deretan miniatur spongsbob dengan beragam ukuran yang Elang berikan sebagai kado ulang tahun untuknya. Kimi tak pernah sekalipun memberikan hadiah untuk Elang. Dia hanyalah cewek egois yang ternyata lemah. Kimi menangis tersedu di meja belajar.

***
Happy reading!!!
Tiap update selalu aku minta maaf kayaknya kalian bosen ya? Tapibeneran deh nulis ini mood aku naik turun. Moga segera bisa update lagi.

Gimana part ini?

Happy reading 😘😘
Love, ainunufus

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro