Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sang sultan dan babunya (Part 2)

Langit jingga sedang melukis Paris Van Java. Para burung terlihat sibuk beterbangan kembali ke rumah. Di tempat yang tak jauh dari bisingnya kendaraan dan asap yang mengepul, dua orang dengan tinggi yang sama sedang menikmati santapan yang mereka pesan.

"Kata gua juga karendong, tuh, enak, 'kan?"

Ryu yang sedang lahap memakan makanan tidak menggubris perkataan si tukang dessert box. Mulutnya sudah mirip ikan buntal, tetapi masih terlihat elegan dengan anting tutup botol dari Balenciaga.

"Ya Allah, semoga gue terciprat rezekinya Ryu beserta keluarga." Ada jeda sebentar dan yang mempunyai nama langsung menengok. "Ikutin gue, Ryu. Dengan nama Bapak---"

Telunjuk Ryu diacungkan mengisyratkan Arya menunggu dirinya minum. Setelahnya ia pun menengadahkan tangan. "Bismillah, Ashadu ... eh, bentar-bentar. Ini pengalaman sila ke-1 pancasila?" Sepertinya mata kuliah pendidikan pancasila sangat melekat di kepala gadis ini.

"Kalau maksud lu toleransi antar agama, iya, dua juta rupiah," jawab Arya.

"Jadi lu mau masuk kristen?"

"HEI TOLERANSI MAAP BUKAN PINDAH KEPERCAYAAN, GIMANE SIH."

Ryu tertawa dan sedikit lagi hampir tersedak mendengar Arya yang ngegas seratus persen. Padahal mereka sedang ada di tempat umum. Ah, memang urat malunya sudah dijual dan free ongkir di platform oranye kayaknya. 

"Eh, Teh Ryu aku mau nanya tapi serius." Mata Arya terlihat berbinar-binar seperti orang yang mendapatkan inspirasi setelah setoran pagi.

"Gua juga serius bakal ngebogem elu kalau lu manggil gua Teteh."

"Eh, iya maap-maap. Jangan bogem aku, Te---" Tangan Arya bergerak langsung membuat gerakan bertahan, wajahnya sudah ketakutan setengah hidup. Kalau dilihat-lihat mirip Shrek, sih. Namun, ketika menunggu beberapa detik dan membuka matanya, ia merasakan sesuatu yang tidak beres.

"Ry?"

Arya bingung, baru saja perempuan di depannya ini tertawa, tetapi sekarang sebaliknya. Seperti ada memori yang belum bisa dilupakan Ryu, ia melebarkan bibir, tetapi di dalam pikirannya masih berisik dan hatinya belum terobati. Dari lagaknya Arya tahu bahwa Ryu ingin meluapkan sesuatu. Namun benteng itu belum bisa runtuh.

"Lu jangan ngelihatin gua mulu, deh. Gua tahu gua cantik." Tidak ada jawaban dari Arya, lelaki itu malah semakin intens menatap dirinya. 

"Apaan, sih, Ya!" Ryu mengangkat sendoknya ke atas, berancang-ancang melempar. Arya masih dalam mode Malin Kundang dikutuk, menjadi patung, tetapi bukan dalam posisi sujud. Pipi gadis itu pun berubah menjadi merah, bukan merah muda, tetapi merah padam karena tak tahan ingin melemparkan sendoknya. 

"Ar---" Tepat sebelum benjolan di dahinya menjadi biru lagi, Arya berlinang air mata. Tidak ada hujan, tidak ada angin lelaki itu tiba-tiba saja menangis. Ia mungkin baru sadar harga Kinder Joy hampir tiga belas ribu di toko bulan ketiga.

"Anjrit, lo nangis kenapa?" 

"Gua aneh ya sama, lu!" Nada bicara Arya mendadak tinggi. 

"Kok ngamuk, sih? Elu yang aneh! Natep orang tiba-tiba nangis, baru lihat bidadari, bukan?" 

"Lanjutkan pd-nya, tapi sekedar mengingatkan, lu mah lebih mirip ke antek-antek infrit bukan bidadari. Gue nangis karena takut disesatkan ke jalan yang gelap nan suram," celetuk Arya sambil mengelap air matanya.

"Gua mulai mengira lu bipolar, sih, Ya. Asli." Wajah Ryu terlihat ketakutan.

"Nggak gitu, dong. Gua itu orangnya sensitif dan perasa banget. Gua bisa aja ngerasain energi dari orang yang ada di dekat gua. And your energy is ...."

"Too depressing?"

"Ah, no. That's not what I mean. It just too contradictive with your warm smile."

Ryu meletakan sendoknya. Perempuan itu menghela napas yang cukup panjang. Pada dasarnya dia memang tidak baik-baik saja.

"Eh, Ry. Nggak maksud gue---"

"Maybe someday I will tell you. But not in our first meet." Netra hitam milik Ryu terlihat bersinar sesaat ia mengatakan hal itu.

Arya pun tersenyum. Aura yang dipancarkan lawan bicaranya sudah berubah menjadi lebih cerah dibanding sebelumnya. Dari situ keduanya kembali melanjutkan, tetapi dalam waktu tidak kurang dari satu menit tiga puluh tiga detik Arya mulai se-pick-up lagi.

"So ...."

"Demi Tuhan, Ya." Tampang Ryu sudah menjadi antek-antek ifrit maksimal.

"Ih, maaf atuuuh. Aku cuman mau nanya jadi enak, kan, makan di resto sunda?"

"Ya, gua gak pernah bilang gak enak, kan?"

"Hmm bener juga. Oke, lain kali kita coba di warteg deket univ aku, ya!"

"Dih, kayak gua mau jalan sama lu lagi aja." 

Arya hanya merespon dengan mulut dimonyongkan ke depan dan merapalkan mantra "nyenyenye". Namun, tak ingin kentang mustafa pesanannya dingin, Ryu memutuskan memutar kedua bola matanya dan melanjutkan makan. Jam telah menunjukan pukul enam dan Arya melupakan sesuatu yang amat sangat penting. Bukan, bukan mangkal di lampu merah pertigaan, tetapi om-om yang menjemputnya di mall.

🏠🏠🏠

Setelah menyantap makanan sekaligus menikmati indahnya Kota Bandung menjelang malam, mereka berdua kembali ke mobil dan memulai yoga pose burung bangau. Yakali! Mereka berdua tengah asik bertanya satu sama lain agar keduanya bisa semakin akrab dan rencana Arya mendapat surat tanah rumah Ryu berjalan lancar. Jangan dianggap serius kalimat sebelumnya.

"Cita-cita lo pas kecil apaan, Ya?" tanya Ryu sambil memakan dessert box. Tenang saja ia memakannya menggunakan sendok.

"Banyak banget, dulu pernah gua pengen jadi designer, chef, sama yang paling keren Presiden, sih. Kalau lu sendiri?"

"T-rex."

"Hah? Dinosaurus? Jurassic Park? Lu suka gigit orang apa gimana, dah?" Arya mengingat adiknya di rumah yang berubah menjadi predator jika sudah marah dan mengaum layaknya Banshee.

"Nggak, sih ...."

"Oh! Pasti lu pengen jadi kuat dan besar kayak T-Rex!"

"Nggak."

"Loh, terus kenapa?"

"Pengen punah digeprek meteor."

Baru kali ini ia mendengar jawaban seperti itu. Karena pusing harus menjawab apa, Arya membuka jendela mobil dan lompat seketika. Ya, enggak, lah, orang lagi macet.

Ponsel Arya pun seketika berdering dengan nada dering Sofia the first sebagai ringtonenya. Perempuan disebelahnya tidak bisa menahan tawa. Namun, Ryu juga menjadi heran karena lelaki di sebelahnya tidak langsung mengangkat telepon tersebut.


"Lah, jawab cepetan, kok malah diem sih, lu!"

"Bentar, mau ke reff-nya tanggung ... nah!" Awalnya hanya Arya yang bersenandung ria, tetapi Ryu tidak bisa menahan suara emas dan hasrat biduannya. Mereka pun melakukan duet carpool karaoke dan saling saut-sautan. Lagu itu pun diakhiri dengan keduanya berpose peace dan Arya mengangkat telepon.

"Mosi-mos--"

"Mosi-mosi palelu gua tumbuk pake besi. Lu di mana anjir?"

"Loh, ini siapa? Dapet nomer aku dari--"

"GUE RAGA. Ini kita udah nungguin lo dari tadi! Lu di mana dan sama siapa?"

"Aw, Bang Raga perhatian banget sich. Jadi baper." Ryu yang mendegar Arya menggunakan suara tersebut langsung merinding takut.

"Astaghfirullahaladzim. OM LU AJA DAH YANG URUSIN INI ANAK." Ada pengoperan ponsel di seberang dan tambahan suara Raga yang mengomel. "Halo, Ya? Kamu di mana?"

"Om Kriiis, Hi! Aku lagi di mobil sama pelanggan."

"Hah, pelanggan? Kamu ngapain?"

"Bentar aku ngedongeng dulu. Kan tadi mau nganterin kue Lele yang ketinggalan, terus si setan Setya malah ngasih alamat ke Mall, kan, asu! Nah, singkat cerita aku ketemu sama pelanggan ini terus dia ngajak jalan-jalan aja gitu. Sekarang mau ke toko kue, sih."

"Kamu ... gak diculik, kan?"

"Nggak, lah. Penculik aja pasti mikir dua kali nyulik aku."

"Gak salah, sih. Yaudah ketemuan di toko Lele aja gimana? Ini udah pada marah-marah semua nyari kamu di mall gaada."

"EH, IYA YA. Ya Allah maafin Arya, Om. Arya lupa banget ...."

"Gak usah panik. Sekarang ke toko Lele aja dulu, kita ketemu di sana."

"O-oke, Om. Maaf, ya sekali lagi ...."

"Is okay, Ya. Hati-hati."

Arya pun menutup telpon. Pastinya ia merasa bersalah. Baru saja dua hari di tempat yang tak ia kenal sudah mengkahwatirkan orang-orang. Susah memang jika memiliki kemungkinan diculik sangat rendah.

"Tadi, Om Kris?" tanya Ryu.

"Iya. Loh, kok lo tahu? Jangan-jangan ...." Mulut Arya membentuk huruf o besar.

"Gua mantannya Raga. Pas SMA sering dianter bareng doi. Emang asik Om Kris, tuh."

"TUNGGU. LO MANTANNYA---"

Sebelum suara kuda Arya memecahkan gendang telinga Ryu, suara ponsel kembali berdering. Kali ini suara itu datang dari tas Ryu. Tak seperti Arya, Ryu tidak memakai nada dering alay, hanya sebuah nada dering default.

"Paan?" Yap, itu kata pertama yang telontar dari gadis perempuan di sebelah Arya terhadap lawan bicarannya.

"Dijalan, sama orang lain." Arya menatap Ryu. "Kepo bat etdah."

Obrolan keduanya tampak tidak baik. Ryu terus saja menjawab dengan nada yang menyebalkan, kadang juga perempuan itu meninggikan suaranya. Di akhir panggilan ia menghembuskan napas seperti baru saja melewati badai yang cukup besar.

"Mas, To. Kita ganti arah ke toko kue yang di Geger Kalong, ya. Ambil kiri aja di depan."

"Baik, Non." Supir Ryu menimpali.

"Eh, mau ke mana kita?" tanya Arya yang dari tadi takut untuk buka mulut melihat wajah Ryu yang ketus.

"Ke Tokonya Lele, kan? Gua anterin dulu ke sana. Beres itu gua balik."

"Loh, kenapa nggak jadi ke toko kue yang lu bilang?"

"Lagi gak mood ketemu orang di sana."

"Siapa emang?"

"Bukan urusan lu."

"Ah, iya, maaf-maaf ...."

Atmosfer di dalam mobil itu berubah 180 derajat. Entah siapa pun yang ada di sana, sepertinya membuat Ryu sangat kesal. Tidak ada percakapan setelahnya dan mobil pun mendadak sepi.

Akhirnya setelah hampir sebulan berkutat dengan kesibukan coolyeah bisa nulis kembali Kosan Jayapura T-T. Asli seneng banget bisa ketemu Arya dkk lagi, kalau kalian gimana? Kangen, nggak? Kangen sama Authornya jangan-jangan 😌

Oke! Tunggu update-an selanjutnya, ya! Janji sekarang gak bakal ngilang lama lagi. Have a nice day everyone!






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro