Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kos Sultan 3.6

“Taiga, bangun.”

“Lima menit lagi, Tet.”

Tetsuya memikirkan cara lain membangunkan Taiga. Setiap lima menit Tetsuya membangunkan Taiga. Dua belas kali Tetsuya mencoba, pemuda bongsor itu tetap saja terlelap dalam mimpinya.

Siapa suruh begadang tadi malam? Seijuurou mewanti-wanti mereka tidur cepat eh Taiga malah begadang.

Tetsuya paham sih, kebiasaan Taiga banget tidak bisa tidur malam hari jika besoknya tanding. Masalahnya, Taiga tidur dari jam delapan pagi tadi sampai sekarang jam enam sore. Ini tidur atau latihan meninggal dah?

Sejam lagi pertandingan mereka akan dimulai, Tetsuya tahu apa yang harus dilakukannya. Penghuni kos lain menyerah membangunkan Taiga.

“Maaf, Taiga. Kita bentar lagi tanding,” lirih Tetsuya, kaki kanan ia mundurkan ke belakang dan dengan cepat maju menghantam tulang rusuk Taiga.

“OHOK!”

Taiga terbatuk, jantungnya berdebar kuat perkara dibangunkan tiba-tiba dan dadanya nyut-nyutan. Tetsuya yang lemah ternyata punya kekuatan terpendam yang digunakan di saat-saat tertentu.

Terpaksa Taiga bangun dan membersihkan dirinya dahulu. Kesadarannya belum timbul sepenuhnya. Taiga memakai seragam timnya, yakni jersey putih dengan beberapa corak merah.

Taiga tidak ingat hari ini ia tanding.

“Tumben kos sepi,” ucap Tetsuya. Ia tidak menemukan tanda-tanda adanya penghuni kos lain selain Vorpal Swords yang bertanding hari ini.

“Entahlah, biasanya Shougo sama Bang Shuuzou berantem di ruang keluarga, lah ini nihil banget,” sahut Kazunari.

“Biasanya jam segini Koutarou ngerengek minta makan ke Teteh Reo 'kan?” tanya Daiki.

“Nah itu.”

Aneh. Kos sepi, tidak ada sumber suara sama sekali kala Vorpal Swords keluar dari kos. Suara TV, games, ataupun gesekan sendok goreng dan kuali pun tidak terdengar sekalipun. Ke mana semua penghuni kos pergi?

“Nggak apa-apa nih kos kosong aja? Nggak perlu cari mereka dulu?” tanya Tetsuya cemas.

“Udahlah, biarin aja. Sekarang 'kan malming, wajar aja mereka pergi,” jawab Daiki menenangkan.

“Kalaupun keluar sih pasti ada yang tinggal, lah ini sama sekali nggak ada. Terus nggak ada juga 'kan di antara kita yang liat mereka pergi?” sahut Kousuke yang keheranan dengan sepinya kos.

“Kita tanding dulu. Jangan pikirin yang lain.” Walaupun teman-teman setimnya kebingungan, Junpei harus tetap rasional dan menenangkan mereka. Saat ini utamakan pertandingan terlebih dahulu.

Mereka tidak menaiki becak Kazunari, melainkan mobil keluarga Aida. Di teras, Shintarou mengikatkan tali sepatunya dan Seijuurou mengunci pintu kos. Kunci ia taruh di bawah keset welcome. Vorpal Swords menunggu di halaman depan.

Masing-masing merasakan kegugupan dan ketidaksabaran yang sama. Mereka gugup akan kalah lagi, namun mereka juga tidak sabar memperlihatkan perkembangan permainan pada Jabberwock.

Biarlah omongan dan ejekan Jabberwock seminggu yang lalu jadi sampah yang tak berguna.

“Eh kita mau tanding?” tanya Taiga setelah kesadarannya penuh seratus persen.

“Iyalah. Lo daritadi pakai seragam tanding kok nggak nyadar?” tanya Daiki.

“Anjir! Gue belum latihan finishing!” umpat Taiga.

“Udahlah, kalau kita kalah karena kamu begadang tadi malam, nanti kita bareng-bareng tumbalin kamu ke Sawney sama Bean,” sahut Tetsuya.

“Jahat kalian!”

Taiga misuh-misuh, ia gugup sendiri karena selama seharian tidak latihan pengakhiran sebelum tanding. Ia cemas sendiri mengenai hasil akhir pertandingan nantinya. Sialan. Siapa yang bisa ia ajak merasakan kecemasannya?

Sebuah mobil Grandmax berhenti di depan kos, klaksonnya berbunyi dan jendela penumpang depan dibuka Riko.

“Masuk, cuy!” suruh Riko mengibaskan tangan, memberi kode masuk ke dalam mobil.

Seijuurou orang terakhir yang keluar dari halaman, ia menggembok pagar kos yang kosong dan menaiki mobil menyusul teman-temannya. “Shin, lucky item lo ganggu mulu tiap tanding deh,” protes Daiki.

“Remot doang nanodayo, iri bilang bos,” sindir Shintarou pedas.

“Terus nih kotak punya siapa?” tanya Daiki memangku kotak kardus yang mengganggunya.

“Kotak gue, bawa sini,” suruh Atsushi di kursi belakang.

“Banyak amat lu bawa makanan,” komentar Daiki memutar tubuh dan menyerahkan kotak makanan ringan ke Atsushi.

“Iri bilang bos.” Daiki mendengkus, sebal juga dikatai ‘iri bilang bos’ sebanyak dua kali malam ini.

Mobil melaju dengan keributan yang dihasilkan Vorpal Swords.

“Halo guys. Kembali lagi sama Kise Ryouta yang ganteng ssu. Kita mau tanding lagi nih, malming di GOR. Bagi yang jomblo dan nggak ada kegiatan mending liatin kita tanding aja ssu. Kalian pasti mau ngeliat muka ganteng aku dari dekat 'kan ssu? Kekerenan aku nambah kalau tanding lho ssu yo,” ujar Ryouta mengarahkan kamera ponsel ke wajahnya.

Ia mengedipkan sebelah mata dan mendapat respon berbunga-bunga dari penggemarnya. “Narsis anying,” umpat Taiga yang duduk di sebelah Ryouta.

“Iri bilang bos.”

“Shin-chaaaan! Lihat nih kucingnya lucu!”

“Nggak lucu nanodayo.”

“Daiki, kamu sibuk banget sama majalahnya.”

“Bodo.”

“Jun, lo bawa roti 'kan?”

“Tenang aja. Bawa kok.”

“Omnomnom.”

“Berisik lu, Atsushi!”

“Iri bilang bos.”

Kagetora yang mengemudi di depan terkekeh mendengar suara Vorpal Swords yang bersahut-sahutan di dalam mobil. Seijuurou adalah satu-satunya orang yang duduk kalem, tak mengganggu keasikan ngerusuh teman-temannya.

“Jun, bagi rotinya dong,” ujar Riko ke Junpei, ia memutar tubuh dan melihat ke Junpei yang duduk di barisan mobil paling belakang.

“Nanti aja abis tanding.” Riko cemberut tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

Mobil berhenti di parkiran mobil, satu persatu VS menuruni mobil. Dari luar, GOR terlihat bersinar dengan lampu-lampu di lapangan yang menyala keseluruhannya. “Satsuki mana?” tanya Tetsuya.

“Ekhem ekhem.” Ryouta dan Daiki batuk menggoda.

“Bentar lagi sampai, kalian pergi dulu ke ruang pemain,” suruh Riko.

VS memasuki stadion dan menuju ke ruang pemain yang terletak di ujung stadion. Mereka melewati koridor yang sepi. Untung mereka tidak bertemu Jabberwock yang ruang pemainnya di ujung lain stadion. Jika sampai mereka bertemu di sini, dapat dipastikan mereka baku hantam duluan.

“Vorpal Swords?” tanya petugas stadion. Seijuurou mengangguk singkat dan mereka masuk ke ruang pemain, menyimpan beberapa barang penting.

***

Satsuki menunggu di pinggir lapangan. Ia telah duduk bersama Riko dan Kagetora. Setelah membicarakan ulang strategi mereka di ruang pemain, Satsuki, Riko, dan Kagetora langsung ke lapangan. VS sebentar lagi keluar.

“Duh, gugup, Kak,” ucap Satsuki berulang kali mengatur napasnya, ia deg-degan melihat di sekelilingnya ratusan penonton duduk dan menunggu kedua tim.

“Kita pasti bisa, Satsuki. Sebelum ini VS juga udah latihan sebulan 'kan?” hibur Riko tersenyum.

“Tapi 'kan ... Mas Junpei, Mas Kousuke, sama Mas Kazunari....”

“Percaya aja, kita pasti bisa.”

Kedua tim keluar dari dua arah yang berlawanan, komentator bersemangat memperkenalkan lima pemain inti kedua tim. Sorak-sorai penonton memenuhi arena stadion. Rata-rata menyemangati KiseDai yang kini namanya berganti menjadi Vorpal Swords.

“Mudah-mudahan kita menang.”

“Kalahin Jabberwock!”

“Ryoutaaaaa! Semangat! Kami semua mendukungmu!” Ryouta tak bisa menahan senyumannya. Para penggemarnya membuat spanduk bergambar Ryouta dan bertuliskan, ‘kami mendukungmu’.

Tapi, tak sedikit juga yang mencela.

“Halah, palingan kalah lagi.”

“Palingan mereka orang-orang payah.”

Tetap saja VS harus maju bagaimanapun pendapat para penonton. Pemain inti telah berdiri di sini, di depan lima orang bertubuh tinggi besar, sedangkan pemain cadangan duduk di pinggir lapangan. Dengan jantung berdebar, mereka saling menyapa dan memperkenalkan diri kembali.

I'm glad meet you again, monkies.” Nash tersenyum meremehkan menjabat tangan Seijuurou.

Meski Nash belum bertemu Seijuurou, ia berpikiran laki-laki rambut merah itu sama payahnya dengan anggota VS yang lain.

“Mereka emang tim yang nggak punya manajer ataupun pelatih, tapi bisa sehebat itu ya ngalahin KiseDai,” lirih Satsuki, memegangi jantungnya yang berdebar tak karuan.

Ia melihat ke seberang lapangan, di mana tempat pemain cadangan Jabberwock duduk. Dari awal duduk di sini, Satsuki tidak menemukan siapa-siapa duduk di bangku seberang, yang mengartikan Jabberwock tidak punya manajer ataupun pelatih. Semua yang duduk di seberang sana adalah pemain.

“Kita pasti lebih hebat dari mereka karena punya manajer sama pelatih,” hibur Kazunari tersenyum ke Satsuki.

Gadis berambut merah muda itu mengangguk. Meski hatinya sangat ketakutan untuk melihat hasil akhir pertandingan nanti.

Tip off!”

Nice, Atsushi!” teriak Taiga mewakili pemain cadangan. Satsuki menarik napas lega, ia menepuk-nepuk dadanya pelan.

Atsushi berhasil merebut bola tip off, kini kendali bola berpindah ke tangan Seijuurou.

“Nash Gold Junior, are you ready to lose?”

Bersambung...

Maaf banget Sabtu kemarin aku nggak update. Soalnya aku logout wattpad dan susah buat login, email lamaku nggak aktif. Jadi ngurus ini-itu dulu :(. Minggu ini double update ya. Aku update-nya sekarang karena baru sempat revisi, terus selama lima hari ini aku di kampung. Nggak ada sinyal. Makanya susah buat update.

Terima kasih bagi yang memberi vomments ataupun silent readers yang udah baca book ini dalam keheningan ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro