Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kos Sultan 2.8

Taiga sempat kurang mengerti. Seijuurou berbeda dari sebelumnya. Tatapannya yang lembut menjadi dingin, senyum ramah lenyap dari bibirnya, dan gaya bicaranya formal juga memakai kata-kata baku sesuai KBBI. Seijuurou yang sekarang ... sekaku kanebo kering. Bukan serenyah keripik kesukaan Atsushi seperti biasanya.

“Kalian kalah 'kan?” tanya Seijuurou dingin. KiseDai yang sempat akan makan malam di restoran hotel, harus ditahan Seijuurou.

Di luar, Satsuki, Eto, dan Riko menguping. Mereka menempelkan masing-masing sebelah telinga di pintu, mendengar apa yang terjadi. Jika Seijuurou lepas kendali, mereka akan memanggil Kagetora ataupun Junpei.

“Da-darimana Seijuurou-cchi tahu ssu ka?” tanya Ryouta gugup.

Keseluruhan KiseDai bersimpuh di depan Seijuurou dengan kepala tertunduk, auranya yang sekarang mampu menundukkan siapa saja dan tak mampu mengangkat kepala untuk menatap langsung wajah rupawan yang kaku itu.

“Zaman sudah canggih, kita punya internet,” jawab Seijuurou. Kedua bola matanya mengarah ke Shintarou.

“Shintarou! Jelaskan kenapa kalian bisa kalah!” tegas Seijuurou menudingkan gunting tepat di atas rambut hijau lumut Shintarou.

“Ma-maafkan kami nanodayo. Kami terlalu sombong dan menganggap remeh Jabberwock karena sempat unggul di half quarter pertama nanodayo,” jawab Shintarou takut. Wajah angkuhnya luntur di depan Seijuurou yang memelototkan mata heterokromianya.

“Oh, bukan karena kemampuan kalian yang melemah? Apa aku harus selalu mengurus kalian?”

“Ng-nggak, Sei-chin.”

“Jangan menjawab! Aku tidak menyuruh kalian menjawab. Mengapa kalian sulit sekali serius menanggapi pertandingan ini? Jika kalian tak banyak bermain-main, kita pasti menang dengan hasil sempurna.”

Taiga ingin membantah. Mereka latihan bersama, mengurangi waktu istirahat. Meninggalkan tugas demi pertandingan yang mereka prioritaskan. Semuanya sama-sama berjuang, tidak ada yang bercanda menjalani latihan.

Baiklah. Taiga membantah. Menurutnya kemarahan Seijuurou berlebihan dan terlalu menyudutkan mereka. Tidak ada pihak yang pantas disalahkan di sini.

Seijuurou adalah kapten terburuk yang pernah Taiga kenal. Bukannya menguatkan, pemuda itu justru melemahkan mental mereka yang baru kalah.

“Nggak ada yang main-main, semuanya serius,” ujar Taiga mendongakkan kepalanya, menantang tatapan tajam Seijuurou.

Seijuurou menyeringai, berani juga anggota baru seperti Taiga melawannya.

“Lo. Gue. Mereka yang lain sama-sama berjuang. Shintarou juga rela menggantikan tugas lo sebagai kapten. Awalnya gue putus asa, ngerasa latihan kita belum cukup. Tapi gue tahu, inilah takdir. Sekuat apapun kita berusaha dan berdoa, jika Tuhan berkehendak lain, maka hasil usaha kita akan berbeda.

“Gue yakin kekalahan kita akan dibalas kemenangan suatu hari nanti oleh Tuhan. Nggak semuanya berjalan sesuai keinginan kita, nggak semuanya bisa sempurna,” sambung Taiga panjang lebar.

Mendekat, Seijuurou menempelkan ujung gunting di pipi kanan Taiga. “Sudah selesai ceramahnya?”

“Sei!” Shintarou memegang tangan Seijuurou.

Calon direktur itu terkekeh, ia menurunkan tangan dan mengangkat dagu pongah, pegangan Shintarou lepas dari tangannya. Pandangan Seijuurou memindai ke semua anggota KiseDai yang masih menunduk takut.

“Terserah kalian mau bicara apa. Kita harus melawan Jabberwock lagi dan memenangkan pertandingan selanjutnya,” ujar Seijuurou tenang, tangannya secara cepat menggores pipi Taiga tanpa disadari olehnya.

“Seijuurou...,”--tegur Shintarou--“jangan berlebihan.”

“Maaf.” Seijuurou menjauhkan tangan dari pipi Taiga. “Urusan kita hari ini selesai, aku pamit dulu.”

Berbalik, Seijuurou meninggalkan KiseDai. Ketiga gadis yang menguping di luar, segera menyingkir dari pintu dan berlari ke kamar mereka yang terletak di sebelah. Riko membiarkan pintu sedikit terbuka, ia mengintip Seijuurou yang keluar dari kamar KiseDai.

Wajahnya tenang dan langkahnya santai, seakan tadi ia tak melakukan apa-apa. Pemuda itu melirik Eto sejenak, mata dinginnya menusuk hati gadis itu. Eto menggigil.

Menyeramkan.

Di kamar KiseDai, para pemuda itu sebenarnya hendak melawan Seijuurou. Apalah daya, keberanian mereka terhisap bumi di depan Seijuurou. Mengangkat kepala saja sulit, apalagi berbicara dan membantahnya.

Sekuat itulah tekanan sisi lain Akashi Seijuurou. Hanya Taiga yang mampu melawannya.

Taiga mengusap peluhnya, napasnya ngos-ngosan, lengan besarnya mengusap darah yang merembes dari luka goresan. Seijuurou mengerikan, tekanan yang ia berikan mampu menempelkan lutut mereka ke bumi tanpa perlawanan sedikitpun.

Di dalam ruangan ber-AC, pemuda-pemuda itu tetap berkeringat, mengatur napas yang tertahan selama ditundukkan Seijuurou.

“Taiga, lo nggak apa-apa nanodayo?” tanya Shintarou yang menepis gengsinya.

“Gue nggak apa-apa,”--jawab Taiga--“tadi itu apa? Ada yang bisa jelasin?”

Napas berat berembus dari hidung kecil Tetsuya. “Tadi itu kepribadian Seijuurou yang lain,” ujarnya.

“Hah?” Kening Taiga mengerut.

“Iya ssu. Seijuurou-cchi mengalami dissociative indetity disorder atau kepribadian ganda, dia punya dua kepribadian yang berbeda ssu. Oreshi, kepribadiannya yang baik dan ramah, kayak yang sebelumnya lo lihat ssu. Sekarang dia ganti kepribadian jadi Bokushi, dia jadi orang yang dingin dan diktator ssu yo,” jelas Ryouta.

“Kok bisa dia punya kepribadian yang lain? Emangnya nggak diobati penyakitnya?” tanya Taiga.

“Seijuurou-cchi lahir di keluarga kaya ssu. Dia dituntut selalu sempurna, makanya lahir kepribadian Bokushi, sisi lainnya yang memaksa pekerjaan orang lain sempurna di matanya ssu, dia juga lebih perfeksionis.

“Dulu Seijuurou-cchi pernah terapi, hasilnya Bokushi nggak balik lagi. Tapi sekarang jadi balik karena kita kalah ssu, baru kali ini KiseDai kalah bertanding. Mungkin tekanan yang dirasain Seijuurou-cchi berat ssu.”

Shintarou melanjutkan, “Mungkin ayahandanya marah besar nanodayo, makanya Bokushi muncul lagi.”

“Nggak apa-apa dia dibiarin gitu?” Taiga bertanya lagi.

“Mau kita apakan? Kita nggak bisa ngapa-ngapain, salah sikap ntar kita memperparah. Satu-satunya cara kita ngadepin Bokushi ya ngikut aja sama apa yang dia bilang,” jawab Daiki.

“Seijuurou punya psikiater pribadi. Kalau Bokushi datang, psikiaternya yang ngurus nanodayo.”

Taiga meninggalkan teman-temannya yang mengatur napas sebentar, ia membasuh luka basah di pipinya. Untung goresan yang ditorehkan Seijuurou tak terlalu dalam. Selepas dari kamar mandi, Taiga berbaring di ranjang sedang KiseDai yang lain masih duduk di karpet.

Ketukan di pintu terdengar. Shintarou berdiri, ia mengintipi lubang kecil pintu. Ternyata Satsuki, Riko, Eto, dan Alex yang mendatangi kamar mereka.

Shintarou membukakan pintu. “Ada apa nanodayo?”

“Kita makan malam di luar aja kuy, biar kalian nggak pusing amat,” ajak Riko.

Shintarou menoleh ke belakang, ingin meminta persetujuan member KiseDai yang lain. “Kalian mau-”

“Makan di luar ssu? Boleh! Boleh!”

Seruan Ryouta memacu Daiki, Taiga, dan Atsushi bangkit lalu berlari menuju pintu. Shintarou jadi korban tabrakan mereka.

“Maaf Shintarou-cchi.”

“Awas lo semua nanodayo.”

Jadilah malam itu KiseDai dibawa Riko makan malam di sebuah restoran yang terletak tepat di sebelah hotel. Alex mengajukan diri untuk mentraktir para pemain basket itu.

Taiga menatap sekeliling restoran yang baru dimasukinya. Dinding-dinding digambari hewan-hewan laut seperti ikan, udang, kerang, cumi-cumi, gurita, dan sebagainya. Lukisan-lukisan bertema pantai pun menggantung di dinding.

Lukisan pertama cukup menarik perhatian Taiga, perpaduan cat air oranye, ungu, dan kuning menggambarkan keadaan matahari terbenam. Berlanjut ke lukisan kedua, warna di kanvas persegi panjang itu lebih ramai. Cerita yang disampaikan melalui lukisan itu adalah para pelayan yang menarik pukat ikan yang mereka tangkap di lautan.

Pemilik restoran seakan tak membiarkan ruang kosong pada dinding restorannya, ia pun memberi hiasan yang terbuat dari kerang menjuntai dari langit-langit restoran hingga menyapu lantai.

Pun lantai yang mereka pijak terbuat dari keramik bergambar ikan.

Aroma segar makanan laut merambat dari dapur ke ruang makan.

Inilah restoran pantai yang sesungguhnya.

“Kita makan di lantai tiga aja ssu! Biar bisa lihat pemandangan,” usul Ryouta.

“Pemandangan orang pacaran?” tanya Atsushi.

“Oh iya sekarang 'kan malming,” celetuk Daiki.

“Hais, malming. Jangan diingatin dong,” gerutu Taiga.

“Jones,” cibir Daiki.

“Ngaca,” balas Taiga tak mau kalah.

“Kita makan di balkon lantai tiga aja, kayak yang dibilang Ryouta tadi. Yuk,” ajak Alex.

Lantai satu dan lantai dua sumpek karena banyaknya pelanggan yang berdatangan, terutama dari pasangan muda-mudi yang menjalin asmara.

Tempat yang mereka pilih adalah lantai tiga restoran, di balkon yang menghadap ke pantai. Terlihatlah jalanan dan pantai yang belum sepi pengunjung sekalipun tugas matahari telah berakhir digantikan purnama yang menggantung di langit malam.

Ryouta memotret dirinya yang berlatar jalan raya dan pantai yang diterangi lampu-lampu. Eto dan Satsuki turut berpose cantik untuk bahan snapgram masing-masing.

“Nggak apa-apa nih Bu Alex traktir kita nanodayo?”--Shintarou menunjuk ke Taiga, Daiki, dan Atsushi antusias membaca daftar menu yang dibawakan pelayan--“makan mereka lebih dari manusia normal.”

Alex tertawa kecil. “Nggak apa-apa kok, makan aja apa yang kalian suka,”--jawabnya--“kecuali kalau punya alergi sama makanan tertentu ya makanannya jangan dipesan.”

“Alex banyak duit kok, tenang aja,” hibur Taiga menyengir.

“Taiga giliran ditraktir baru senyumnya lebar banget,” celetuk Alex.

“Siapa sih yang nggak senang ditraktir?” Taiga kembali fokus membaca daftar menu.

Menumpu dagu pada telapak tangan, Alex tersenyum menatap interaksi KiseDai dengan Eto, Satsuki, dan Riko. Alex teringat indahnya masa muda, di mana masa-masa ia tak memikirkan apa-apa dan menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman juga kegiatan di luar rumah.

Alex harap, tekanan kekalahan yang dirasakan KiseDai mampu berkurang.

***

Minggu pagi KiseDai sarapan ke ruang makan hotel. Alex bergabung bersama remaja-remaja Kota Julikarta itu. Namun, selama bergabung bersama mereka, ia tak menemukan kehadiran Taiga.

“Shintarou, saya pergi cari Taiga dulu, ya,” pamit Alex.

“Iya, Bu.”

Alex berdiri, memisahkan diri dari KiseDai yang tidak menyadari kepergian dirinya. Keluar dari ruang makan, Alex melihat Taiga duduk di sofa lobi hotel bersama seorang wanita berambut merah bergradasi hitam.

Dari ciri-ciri fisiknya Alex tahu wanita itu adalah ibunda dari Kagami Taiga. Di sinilah orangtua Taiga tinggal, di sebuah kabupaten yang terkenal dengan Pantai Kuta-nya. Wajah wanita itu serius berbicara dengan putra semata wayangnya yang tertunduk.

Alex tak mendengar percakapan mereka, jarak antara lobi dan ruang makan sedikit jauh. Membuang napas, Alex berbalik dan kembali sarapan. Berikan Taiga dan ibundanya waktu berbicara, hubungan ibu-anak Kagami itu dibilang tidak cukup baik. Mungkin sedikit adanya ruang berbicara, hubungan mereka mulai ada perbaikan.

“Taiga ke mana, Bu?” tanya Tetsuya.

Alex yang baru kembali ke meja makan pun menjawab, “Dia masih tidur. Biarin aja.”

Terpaksa Alex berbohong demi tak ada kecemasan baru yang dipikirkan KiseDai. Sarapan berjalan damai dan lancar tanpa Taiga. Walaupun artian damai dalam kamus KiseDai yaitu pergulatan dan kericuhan satu sama lain.

Gymanasium hotel adalah tempat yang mereka gunakan untuk latihan selama beberapa jam ke depan. Jaraknya juga dekat dan tentunya mengirit biaya.

Lapangan langsung dikuasai Ryouta dan Daiki yang berebut bola.

Di pinggir lapangan, Alex dan Kagetora menunggu KiseDai yang lain datang mengikuti latihan. Pintu besi gymnasium dibuka, Satsuki berlari kecil diikuti Eto di belakangnya. Terlihat tubuh besar Atsushi, Shintarou, Taiga, dan Junpei memasuki gym.

“Tetsuya mana ya?” tanya Alex.

“Saya di sini, Bu,” sahut Tetsuya yang berdiri tepat di sebelah Alex.

“Ya ampun! Kamu ngagetin aja! Untung imut!” Alex mencubit kedua pipi pucat Tetsuya gemas.

“Sakit, Bu,” ringis Tetsuya datar.

“Hehe, maaf.”

Latihan pun berjalan semestinya, Kagetora memberi pengarahan dan Alex ikut memotivasi mereka. Selain persiapan fisik, mental mereka juga harus diperkuat.

Selama jalannya latihan, Alex memerhatikan Taiga yang kadang-kadang terlihat tidak fokus meski gaya bermainnya tetap sama seperti hari-hari sebelumnya.

“Taiga, kita ngomong bentar,” interupsi Alex.

Taiga yang menjaga Ryouta, jadi menoleh perempuan berambut pirang itu. “Ada yang mau saya bicarakan dengan Taiga dulu, Pak Kagetora,” ujar Alex ke laki-laki di sebelahnya.

Kagetora sedikit tersentak. “Silakan.”

Junpei mengganti posisi Taiga yang keluar gymanasium bersama Alex. “Ada apa ssu ka?” tanya Ryouta. KiseDai yang lain menggeleng tak tahu.

Alex dan Taiga duduk di bangku teras gymnasium. Wanita berkacamata itu tak bisa menahan rasa ingin tahunya tentang apa yang dibicarakan Taiga dan ibundanya. Pasti ada kaitannya dengan basket.

“Taiga, aku langsung aja ya,” ujar Alex.

Taiga yang menunduk jadi menolehkan kepalanya ke Alex. “Ibu kamu tahu tentang pertandingan kemaren 'kan?” tanya Alex langsung.

“Ya ... gitu deh,” jawab Taiga tak minat. Ia kembali menoleh ke depan dan menggaruk tengkuknya.

“Apa ibu kamu ngelarang main basket lagi dan nyuruh berhenti kuliah?” tebak Alex.

Wajah Taiga menegang, Alex menyimpulkan tebakannya barusan adalah kebenaran. Taiga tak pernah disetujui ibunya sibuk di dunia olahraga. Setiap kalah tanding basket, bukannya disemangati justru Taiga dilarang bermain basket.

Kuliah saja Taiga dilarang karena ia disuruh meneruskan usaha restoran keluarganya. Jika Alex tak membujuk ibunya, mana mungkin Taiga kuliah di Julikarta, masuk ke Kos Sultan, dan bertemu KiseDai.

Taiga takkan pernah mendapatkan teman yang sejalan dengannya kecuali Tatsuya jika ia menuruti semua apa yang dikatakan ibunya.

Napas berat Taiga keluarkan dari paru-paru. Ia tak mampu menutupi isi hatinya pada wanita yang duduk di sebelahnya. Tatsuya dan Alex adalah orang yang menerima apa saja keluh kesahnya. Taiga tak pernah ragu menceritakan apapun pada mereka.

“Ibu nyuruh aku balik ke Bali dan ngurusin restoran,” ujar Taiga.

“Tapi aku nolak dan bikin janji,”--Taiga mendongak ke burung yang terbang di langit--“kalau aku menang pertandingan kedua dengan Jabberwock, ibu ngebolehin aku sibuk di dunia olahraga. Sebaliknya, seandainya kalah adalah takdirku nanti, aku keluar dari kampus dan ngurus bisnis keluarga.”

Alex mengangguk mengerti. Tangannya terulur mengusap kepala Taiga meskipun pemuda itu risih dan sedikit menjauhkan kepalanya. “Makanya aku datang ke sini biar cita-cita kamu terwujud,” hiburnya.

“Mudah-mudahan aja bisa menang. Soalnya ibu udah nyiapin surat pengunduran diri.”

Sebagai guru, Alex selalu membimbing muridnya dan mendoakan yang terbaik untuk muridnya. Entah itu nantinya Taiga akan menjadi pelatih basket ataupun mengurus restoran, asalkan itu yang terbaik untuk Taiga maka Alex tak mempermasalahkannya.

Doa baik seorang guru tentu dikabulkan 'kan?

Bersambung...
Yo! Welcome back to Taiga's Bizzare Adventure/g

Udah lebih dua aku nggak update :(. Maaf banget ya. Lagi ngumpulin mood buat ngetik tabungan chapter. Hikd. Terimakasih banget sama kalian yang setia membaca ceritaku ini walaupun sebagai silent reader. Asalkan kalian baca dan suka dengan apa yang kutulis, aku nggak masalah kok. Tapi sekali-kali tolong ninggalin jejak ya, aku juga pengen tau siapa-siapa aja pembaca setiaku :3

Bagi yang meninggalkan jejak, terimakasih berjuang bersamaku menulis Kos Sultan sampai chapter ini. Yups, dengan kalian memberi vomment, kalian telah ikut berjuang bersamaku. Terus temani aku ya sampai Kos Sultan tamat.

Teristimewa buat mochi_enak, kei_za, dan kei345 yang setia banget vote ceritaku :'3. You're the best people! <3

Mulai hari ini Kos Sultan terbit seminggu sekali, jadi kalian punya banyak waktu buat bacanya :'3. See you next week :*

Masalah kepribadian ganda yang diderita kapten basket tercinta kita, aku jabarkan di sini sesuai pengetahuanku, agak beda dari anime :'3. Aslinya DID nggak mudah disembuhkan, pas kambuh pun orang-orang sekitar penderita nggak bisa ngelakuin apa-apa

Dan terakhir...

Taqabbalallahu minna waminkum. Minal 'aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin, semoga amal ibadah kita diterima di sisi Allah.

Selamat merayakan hari raya idul fitri 1441 H!

Tahun ini kita nggak shalat 'ied di lapangan atau masjid...

Kita juga nggak dapat THR dari om ataupun tante. #plak

Anyway, mau gimanapun juga tetap nikamti lebaran kita selama di rumah <3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro