Kos Sultan 2.1
Eren akui sarannya tadi malam membawa petaka. Lagu Alda Risma seakan menusuk kedua telinganya dari segala arah. Bukan lagu romansa biasa, lagu yang dari tadi mengisi kesunyian kosnya adalah lagu Menanti Kekasih.
Air bah dari langit turun tanpa ampun disusul gelak tawa petir, mati lampu, dan sendirian di kos sungguh kombinasi yang menakutkan apalagi lagu misterius itu tetap memasuki gendang telinganya. Ingin mengambil ponsel, Eren terlalu takut bergerak.
“Eren! Ren!”
“Am-ampun! Saya nggak jahat kok!”
Menutup wajah menggunakan selimut, Eren berharap ia berhenti diteror. “Ren, ini gue woi. Armin.”
Armin menyibak selimut yang membungkus tubuh Eren dan kaget menemukan sahabat pemberaninya dalam keadaan pucat juga bermandikan keringat. “Lo nggak hantu 'kan?” tanya Eren takut-takut.
“Kagak lah!” jawab Armin duduk di sebelah sang sahabat. Pelan-pelan jantung Eren kembali normal, lagu mistis itu tidak terdengar lagi.
“Min, tadi ada yang nyanyi lagu Menanti Kekasih. HP gue nggak ada idupin tuh lagu,” cerita Eren. Keberaniannya menciut untuk melihat ke arah pintu kamar yang terbuka, menampilkan kegelapan dan kesunyian di luar kamar.
Berhasil mengerjai Eren, Armin tak bisa menahan tawanya. “Gue yang nyanyi, Ren!” ungkap Armin. Ia sengaja menakut-nakuti Eren yang sering sok berani.
“Suara lu kayak cewek, Min. Kalau lu nge-hode jadi cewek banyak yang tertipu deh, dijamin,” ujar Eren mengacungkan jempol. Armin menghantamkan bantal pada wajah tampan pemuda nordik itu.
“Kampret lu.”
Menunggu hujan reda, tidak ada satupun di antara Eren dan Armin memainkan ponsel mereka. Takut nanti tersambar petir. Asyik bercakap-cakap, lagu mistis yang sempat meneror Eren kembali terputar.
Dilihat-lihat juga bukan Armin yang bernyanyi, mulutnya sendiri bercerita tentang aib Jean yang pernah ke kampus memakai celana bokser di kepala.
Tak lagi menyimak sang sahabat, Eren menampar-nampar pelan tangan Armin. “Min, lo dengar nggak?’ bisik Eren.
Armin mempertajam pendengarannya, suara itu nyaring dan sumber suaranya pasti sekitar kamar ini. “Bukan gue yang nyanyi lho, Ren!” seru Armin ketakutan, tubuhnya bergetar dan kulit putihnya semakin putih.
“Tahu kok,” balas Eren.
“Ta-takut!” Armin menubruk tubuh Eren dan tak bisa melepas pelukannya dari tubuh Eren.
Eren tahu Armin tidak lagi bercanda, tubuh Armin bergetar hebat. Tubuh Eren yang awalnya diam saja ikut bergetar karena getaran tubuh Armin yang sangat kuat. Balik memeluk sahabatnya, ia dan Armin tidak berani membuka mata masing-masing.
Berharap lagu itu berhenti berputar.
***
Taiga berlari menembus hujan, tangan kanan memegang payung dan tangan kiri mendekap erat undangan di dadanya. Cipratan air membasahi celana.
Tiba di depan gerbang, Taiga mengurungkan niatnya membuka pintu gerbang. Kain-kain yang terjemur di halaman depan kos sebelah sudah basah kuyup, tidak diangkat oleh pemiliknya. Ingin sekali Taiga melangkahkan kakinya menyelamatkan kain-kain tak berdaya itu, namun ada dua ekor anjing besar tertidur pulas di rumah kecil mereka.
Ada dua opsi. Masuk dan dikejar anjing. Atau opsi kedua, biarkan saja jemuran itu di luar hingga ada kesadaran pemiliknya.
“Maafin gue, kawan. Cuma masa depan gue nggak mau dirusak dua ekor anjing,” ucap Taiga lirih akhirnya membuka pintu gerbang dan masuk ke halaman.
Menaruh payung di teras, Taiga membuka kaus kaki dan sepatu. Barulah ia memasuki kosnya yang sepi dan gelap. Membiarkan pintu terbuka, Taiga berbaring di sofa ruang tamu. Sabodolah ada angin kencang.
Taiga takut terperangkap dalam gelapnya kos.
“Kasian juga bokser kesayangan Jean basah gitu,” gumam Taiga.
Setahunya di kos itu cuma ada Eren yang tidak ada jadwal kuliah hari ini. Mengabaikan petir di luar, Taiga berusaha menelepon Eren berkali-kali. Sudah sepuluh kali menghubungi, Eren tak juga mengangkat teleponnya.
Menggunakan sisa-sisa kuota yang ada, Taiga men-spam Eren di WhatsApp.
Macan Alis Cabang
P
P
P
P
P
Gak jawab berati lo suami Mimi Peri dan selingkuhan Lucinta Luna
P
P
Merasa usahanya nol, Taiga berhenti menghubungi Eren. Bodo amatlah, yang penting tidur.
Tatsuya basah kuyup pulang dari kuliah, ia sedikit terkejut pintu kos terbuka lebar dan keadaan di dalamnya gelap gulita.
“Apa kos dibobol ya?” bisik Tatsuya dan mengintip dari luar. Ada sosok bongsor tidur di sofa. Benar-benar ada maling di kos!
Menghindari kemungkinan lantai basah, Tatsuya melakukan serangan dari luar. Menemukan sebuah batu bata, Tatsuya melemparnya dan mendarat mulus di perut si maling bongsor.
”SAKIT WOI! ORANG MANA YANG LEMPAR-LEMPARAN BATU BATA?” jerit maling bongsor yang ternyata Taiga.
Beranjak dari sofa, Taiga berdiri di pintu dan mencari-cari pelakunya. “Eh, ternyata lo?” tanya Tatsuya polos.
“Lo sangka gue maling?”
“Iya. Hehe.”
Untung kakak sendiri, kalau nggak udah gue umpanin ke Sawney dan Bean.
Sudah mandi dan kadar ketampanannya bertambah, Tatsuya menemukan sebuah undangan di bawah sofa. Baru ingin membaca, Taiga merebutnya dari tangan Tatsuya.
“Undangan apa sih, Taiga?”
“Undangan dari mantan lo.”
“Emangnya sejak kapan gue pacaran?”
“Hehe, nggak pernah. Jangan kepo deh ini undangan siapa.”
Entah apa yang disembunyikan Taiga, Tatsuya tak ingin mencari tahu lebih jauh. Setiap orang punya privasinya masing-masing.
Semakin mendekati waktu malam, intensitas air berjatuhan dari langit semakin berkurang. Satu persatu penghuni kos pulang dari kuliah atau pekerjaan masing-masing. Kurangnya satu, listrik belum hidup sama sekali.
Tetsuya salah satu penghuni kos yang telah pulang dari aktivitas luarnya, ia menyelesaikan mandi sorenya dan mengurus Nigou. Sudah hampir seminggu anjing kecil itu tidak dibersihkan, bulu-bulunya dilumuri lumpur cokelat. Nigou pasti mengejar kupu-kupu di luar saat hujan tadi.
Beruntung Nigou anjing kuat, ia jarang terserang penyakit.
Aku adalah anjing sehat, tubuhku kuat, karena Tetsuya memberi batu baterai ABC, nyanyi Nigou di dalam hati. Tubuh kecilnya diusap pelan-pelan oleh Tetsuya menggunakan kain kecil.
Lega anjing peliharaannya sudah bersih, Tetsuya ingin istirahat sejenak sebelum makan malam. Dengkuran Taiga satu-satunya sumber suara di kamarnya, hasilnya tidur Tetsuya sedikit bermasalah.
Berguling-guling beberapa kali, tangannya secara tidak sadar meraba sebuah kertas asing di bawah impitan lengan kekar Taiga. Tanpa rasa berperikeorangtiduran, Tetsuya menarik kuat-kuat undangan yang terhimpit lengan temannya.
Undangan dapat, tubuh Tetsuya terpental menabrak dinding. Untung tubuhnya kecil, dinding yang ditabraknya tetap berdiri kokoh. Cuma punggungnya saja yang terasa hampir patah.
Membaca nama yang tertera di undangan, Tetsuya mengerutkan dahinya. Apa ini pesta keluarga Taiga atau temanya yang lain?
Tertulis undangan itu ditujukan untuk Aida Kagetora. Hah?
“Nggak sopan banget ambil barang orang tanpa izin,” ketus Taiga merebut undangan di genggaman Tetsuya.
“Emangnya kamu kenal siapa yang nikah?”
To the point.
“Ya kenal lah! Nggak mungkin gue dapat undangan dari orang asing.”
Dusta.
Taiga sama sekali tidak kenal nama-nama yang tertera di sana. Ia tahu undangan itu ditujukan untuk dosen killer-nya, Aida Kagetora. Jiwa malingnya yang sudah lama terkurung, membuat Taiga tanpa pikir panjang mencuri undangan dari meja dosennya.
“Boleh aku ikut?”
“Eh?”
Semulanya Taiga membelakangi Tetsuya, sedikit memutar tubuhnya ke belakang. “Kamu tahu 'kan akhir bulan gimana? Duitku menipis. Ntar aku sakit dan meninggal nggak ada lagi yang ngurus Nigou. Lihat nih badanku,” ucap Tetsuya memelas, ia menyingkap sedikit kausnya.
Memperlihatkan perut mulusnya yang rata.
Cih, jago akting, umpat Taiga tak terperdaya.
“Ayo dong, Taiga. Kita nggak bisa ngalahin Jabberwock kalau kehilangan satu anggota,” desak Tetsuya memelas.
Hm ... benar juga. Bisa saja peluang mengalahkan Jabberwock semakin kecil.
Taiga mulai terperangkap jebakan Tetsuya, di dalam hati si baby blue menertawakan kenaifan Taiga.
“Ya udah, lo boleh ikut. Jangan kasih tahu gue maling nih undangan ke siapa-siapa,” terima Taiga.
Taiga tidak kasihan, ia berkeinginan menghajar satu persatu anggota Jabberwock misalnya KiseDai memenangkan pertandingan 'persahabatan' nanti. Ditambah ia tak mau ketahuan dosennya.
Junpei yang ingin memanggil untuk makan malam, diam-diam menguping.
Selesai pembicaraan dua manusia itu, Junpei mengetuk pintu. Dipersilakan Taiga, ia memasuki kamar dan berkata, “Gue boleh ikut juga nggak?”
Bersambung...
OMAKE
“TYDAAACK! MY LOVELY BOKSER!”
“Udah, relain aja. Bisa dicuci lagi kok,” tukas Connie sambil mengemut permennya.
Marco menganggap Jean seperti orang asing dan memasuki bangunan bercat hijau tersebut, ia melepas sepatu dan menyusunnya rapi di rak yang sudah disediakan.
“NGGAK BISA! GUE INGIN MAKAI INI, UDAH KANGEEEN!” rengek Jean.
Salah dia sendiri sih menaruh boksernya sembarangan. Bokser kesayangannya baru ditemukan tadi malam di kandang Sawney dan Bean. Di tengah keadaan mati lampu itulah Jean rela meninggalkan temannya yang bersantai dan mencuci boksernya.
“Cih, Eren pasti asik nyante makanya lupa naikin kain. Awas lu,” omel Jean masih mendekap boksernya. Hasilnya kemeja kotak-kotak yang ia pakai ikutan basah.
Menaiki tangga tergesa-gesa, Jean menendang pintu kamarnya brutal. Terlihatlah Connie dan Marco yang berusaha membangunkan Eren dan Armin.
Bergidik jijik, Jean melempar kain basah di tangannya ke rambut Eren, jijik melihat pemandangan Eren dan Armin tidur dalam keadaan berpelukan.
“Bangun lu, nyet. Bersihin bokser gue,” titah Jean mengabaikan teguran Marco.
“Apaan sih nih kain basah? Busuk pula lagi!” Eren bangun dari tidurnya dan melempar balik bokser Jean tepat di wajah pemiliknya.
Armin pelan-pelan bangun, matanya masih setengah terbuka dan wajahnya kusut. Apalagi rambut pirang bergaya bobnya.
“Enak aja lu. Wangi gini dikatain busuk. Gara-gara lu ngehomo bareng Armin, kain nggak lu angkat,” omel Jean.
“Siapa yang ngehomo, Bambang? Tadi arwah Alda Risma konser di sini!” balas Eren menjambak rambut cokelat susu milik Jean. Si pemilik rambut mengaduh dan bertatap-tatapan tajam dengan Eren satu sama lain.
“Oh iya, Ren. Sebenarnya tadi itu bunyi ringtone HP lo bukan Alda Risma nyamperin kita. Taiga nelpon-nelpon kita tadi siang makanya lagu Menanti Kekasih nggak berhenti-henti.”
Informasi yang diberikan Armin menggantikan tatapan tajam di mata Eren dengan matanya yang membundar kaget.
“Min, gue nggak ada ganti ringtone HP.”
“Terus siapa dong yang ganti? Mana bisa keganti sendiri.” Armin mulai kena serangan panik, kalenjar keringatnya kembali memproduksi cairan. Membasahi tubuhnya kembali. Pun Connie, Marco, dan Jean saling bertatapan satu sama lain, tatapan yang menunjukkan ketakutan.
Mendadak creepy.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro