Kos Sultan 1.1
Second Arc: Bet
Status: Start
***
"Taiga, kamu punya cita-cita?" Tetsuya memulai pembicaraan sepanjang perjalanan pulang mereka menuju kos-kosan.
Melipat kedua tangan di belakang, Taiga menjawab, "Punya. Gue bercita-cita membentuk tim basket sendiri," jawab Taiga.
"Makanya kamu demen banget sama basket?"
"Ya, gue pengen melatih anak-anak di sini main basket dan membentuk tim basket sendiri."
"Kamu pernah tinggal di Amerika 'kan?"
"Iya. Dari mana lo tahu?"
"Tatsuya."
Hening sebentar, Tetsuya kembali melontarkan pertanyaan. "Kamu tahu Kiseki no Sedai?"
"Nggak."
"Generation of Miracle?"
"Nggak."
"Generasi Keajaiban?"
"Nggak."
"Kudet," cibir Tetsuya memperlebar langkahnya.
"Oi! Kalau itu nama pemain basket asal Jepang mah gue nggak tahu!" seru Taiga menyusul Tetsuya.
"Masa' dari Jepang sih? Kamu aja yang kudet," ejek Tetsuya dan berlari dari kejaran Taiga.
Makin keliatan gobloknya, batin Tetsuya.
Kedua pemuda itu berkejar-kejaran, entah ada keajaiban apa kaki Tetsuya seolah lebih panjang dari kaki Taiga. Biasanya langkah Tetsuya kecil dan sering tertinggal di belakang. Setibanya di kos Tetsuya tetap berjalan terburu-buru dan mengunci pintu kamar dari dalam.
"Tet, woi! Tet! Bukain, woi! Gue mau masuk!" panggil Taiga menggedor-gedor pintu kamarnya.
Tidak ada jawaban.
"Lo mati ya, Tet?"
"APAAAAH? TETSUYA-CCHI MATI? TIDAAAAAK SSU!"
"Kagak, woi. Tuh anak ngambek sama gue."
"Ya bujuklah ssu! Gentle dikit!"
Ryouta mendorong-dorong punggung tegap Taiga.
"Apaan sih?"
"Ckckck." Ryouta menggelengkan kepalanya.
"Nggak peka ssu! Pantesan jones! Udah ah gue mau perawatan dulu, bye ssu!"
"Jones?"
Tersinggung? Jelas iya. Statusnya dibawa-bawa, statusnya itu harus dijunjung tinggi bukan untuk bahan candaan. Mengetuk pintu kamar beberapa kali, Taiga tetap tidak diberi jawaban apa-apa oleh Tetsuya.
Menyerah, Taiga menuruni tangga dan duduk di sofa ruang keluarga. "Kalian berantem?" tanya Daiki masih main free fire di ponselnya tanpa menatap Taiga yang berada di sebelahnya.
"Ya ... gitu deh." Taiga menyandarkan punggung dan kepalanya di sandaran sofa, matanya terpejam lelah.
"Hm."
Sudah diduga itulah reaksi Daiki. "Bujuk dong," suruh Daiki. Reaksinya di luar dugaan Taiga, ia pikir Daiki cuma bergumam kecil.
"Emangnya Tetsuya cewek?"
"Kalian dekat banget akhir-akhir ini. Kami sempat salah paham kalian pacaran."
Bantal melayang menimpuk wajah preman Daiki, pelakunya tak lain adalah Taiga. "Sekarep banget kalian ngomong ya!"
"Habis siapa sih yang nyuruh dekat banget?" sahut Daiki menjadikan bantal yang menimpa wajahnya sebagai alas kepala.
"Apa salahnya sebagai teman?"
"Teman atau 'teman'?"
"Ya, teman doang lah!"
Wajah Daiki kembali jadi sasaran timpukan Taiga. "Eh gue mati di ff nih! Gara-gara lo sih!"
Daiki balik menabok wajah Taiga menggunakan bantal sofa. Terjadilah aksi perang bantal. Tanpa sengaja Daiki melempar bantal dan menghantam mug merah di pegangan Seijuurou. Gelas keramik itu terlepas dari genggaman dan jatuh berderai di atas lantai, kopi hitam di dalam mug itu menyebar membasahi lantai.
"Ampun, Sei! Bukan gue!" Daiki mengatupkan kedua tangan di depan dada.
"Ampun!"
Senyuman Seijuurou tidak membawa pengaruh baik pada Daiki dan Taiga. Keduanya dapat merasakan ancaman di balik senyum manis pemuda merah tersebut.
***
"Mantep, lanjutin terus."
Buset, tangan gue mau keram, batin Daiki dan Taiga bersamaan. Kedua pemuda itu memijat si kapten tim Rakuzan.
Seijuurou dalam posisi tengkurap masih sibuk mengetik laporannya, Taiga memijat punggung dan bahu wakil direktur muda itu, serta Daiki memijat kakinya.
"Jangan ngeluh, setiap perbuatan ada konsekuensinya. Ingat hukum Newton."
Hukum Newton? Apaan tuh? Sejenis makanan? batin kedua pemuda itu serentak lagi.
Tersedak ludah sendiri, Taiga benar-benar yakin Seijuurou dapat mendengar isi batin orang lain. Ia tidak bisa mendongkol di depan Seijuurou.
Tidak, tidak mungkin. Seijuurou hanya manusia, mana mungkin bisa mendengar kata-kata yang diucapkan di dalam hati.
Eh tapi perkataan Seijuurou seakan menunjukkan ia bisa membaca pikiran orang.
Au ah, bodo amat.
Sudah tiga hari Daiki dan Taiga bertugas jadi tukang pijat, padahal Daiki secara tidak sengaja memecahkan mug kesayangan Seijuurou. Harusnya sih Seijuurou bisa membeli mug baru lagi, tinggal minta tolong sama asisten dan mug pesanannya bisa langsung datang.
Namanya saja barang kesayangan, mungkin Seijuurou belum move on dari mug merah yang ia beli dari Inggris.
Holkay memang beda ya. Pergi ke Inggris cuma untuk membeli sebuah mug, padahal di pasar banyak tuh.
"Udah deh pijatnya."
Kedua pemuda bongsor itu mengucapkan kata-kata penuh syukur, tangan-tangan mereka terbebas dari siksaan selama dua jam memijat seorang wakil direktur muda. "Sekarang siapa yang jago ngerok di antara kalian berdua?"
"Ngerok? Emangnya lo masuk angin?" tanya Daiki.
"Antisipasi masuk angin."
Ini pengen nyiksa atau emang antisipasi? batin Daiki. Memang benar ia dikenal pandai mengerok punggung orang, dikarenakan keahliannya muncullah julukan Daiki Tukang Kerok.
Ternyata orang tamvan bisa masuk angin, batin Taiga yang untung isi hatinya tidak sejalan dengan Daiki.
"Daiki mah wong Jowo. Pasti bisa ngerok, julukannya aja Daiki Tukang Ngerok," tunjuk Taiga.
Bukannya bantu malah tumbalin gue, dasar no have akhlak!
"Ya udah. Taiga, ambilin koin sama minyak kayu putih di sana."
Telunjuk Seijuurou mengarah ke meja di seberang ranjangnya, Taiga tersenyum sombong ke Daiki.
Tugas gue lebih ringan.
Begitulah arti senyumannya.
Minyak angin sudah ketemu, masalahnya koin-koin di meja persegi itu bukan seperti koin pada umumnya.
"Sei, ini koin lama atau gimana?" tanya Taiga meneliti setiap sisi-sisi koin yang tidak ada burung garudanya.
"Koin oleh-oleh dari Jepang. Pakai aja, nggak apa-apa."
Buset! Taiga kembali tersedak ludahnya sendiri. Begitulah orang kaya bersikap, sesuatu yang dianggap wah oleh orang pada umumnya malah ia anggap seperti bukan apa-apa.
Taiga menekan nafsu ingin malingnya, ia memberikan sekeping koin dan botol minyak angin ke Daiki. Menggulung lengan kausnya sampai siku, Daiki menerima kedua barang yang diserahkan Taiga.
Seijuurou mengangkat kausnya bertepatan Junpei langsung membuka pintu tanpa mengetuk. Mentang-mentang senior malah seenaknya.
"Sei! Ada sesuatu nich!" umum Junpei girang.
Terkejut melihat Seijuurou yang shirtless bersama Daiki di ranjangnya dan Taiga yang sibuk memungut koin-koin di lantai, Junpei reflek berteriak, "KALIAN NGAPAIN WOI?"
"Minta kerok lah, Abang Junpei tiba-tiba aja datang, bikin kaget," jawab Seijuurou tanpa memakai pakaiannya lagi. Toh di sini semuanya laki-laki.
Gue iri banget sumpah.
Junpei hampir menangis membandingkan bentuk perutnya dengan perut Seijuurou. Apalah daya diri Junpei punya perut one pack bukan seperti Seijuurou yang six pack. Kebanyakan perempuan menyukai laki-laki berperut roti sobek bukan roti boy.
"Ini ada tim street ball dari Amerika yang menantang kita," ujar Junpei menyodorkan ponselnya ke Seijuurou.
HP rakjel, batin Seijuurou ketika melihat tulisan SUSA di balik ponsel Junpei.
"Amerika?" Telinga Taiga berdiri mendengar kata Amerika, ia berhenti memungut koin-koin aneh yang berserakan di lantai kamar Seijuurou.
"Iya, nama timnya Jabberwock." Ujaran Junpei seperti korek yang menghidupkan kompor bagi Taiga, ia ingat nama tim itu.
Jabberwock! Ya, nama tim street ball paling berpengaruh di Amerika! Anggota tim mereka bertubuh tinggi besar dan berotot, ukuran tubuh mereka tak sebanding dengan tubuh orang Asia. Kabarnya mereka berinsting dinosaurus.
Benar-benar ganas! Selama tinggal di Amerika, Taiga beruntung belum pernah bertemu Jabberwock.
Daiki dan Taiga mengapit Seijuurou yang lebih kecil dari tubuh mereka, maklumlah manusia-manusia kepo tidak memedulikan manusia lainnya yang lebih mini.
Video berdurasi tiga menit itu menampilkan detik-detik terakhir pertandingan Jabberwock melawan tim basket SMA yang kabarnya tim paling kuat se-Indonesia. Nyatanya tim basket itu kalah, padahal jika mereka menang maka basket akan lebih diakui masyarakat Indonesia.
Di akhir video, kapten dari tim Jabberwock menantang Kiseki no Sedai untuk bertanding dengan mereka. Kedua pemuda yang menempel pada Seijuurou, hampir saja meremukkan ponsel Junpei saat mendengar hinaan dan cercaan Jabberwock yang ditujukan pada mereka.
Seijuurou tetap tenang, di dalam dirinya ada kobaran api membakar hatinya.
Beda satu skor doang udah belagu, batin Seijuurou. Andai saja masih tersisa waktu tiga detik, maka Indonesia yang akan menang.
Eh lu angkat upil pakai kelingking aja belagu! Lawan noh Khrisna kecil-kecil udah bisa angkat gunung pakai kelingking!
Begitulah suara hati Taiga dan Daiki yang tidak ada santuynya sama sekali.
Namanya saja warga +62 country yang barbar.
"Kumpulin semua anggota Kiseki no Sedai termasuk Sixth Phantom Man," titah Seijuurou menyerahkan kembali ponsel Junpei ke pemiliknya.
Seijuurou sempat menatap tangannya yang putih mulus karena sering perawatan bareng Reo dan Ryouta.
Harus cuci tangan tujuh kali nih, nggak level deh megang HP rakjel.
"Btw, Sei. Pakai dulu baju lo, ada singa betina yang kekenyangan liat perut lo tuh," suruh Junpei menunjuk ke Eto yang mengintip dari kusen pintu. Hidung gadis itu mengucurkan darah dan langsung pingsan saat Seijuurou menatapnya balik.
Di luar kamar, Satsuki menahan tubuh Eto supaya tak jatuh menyentuh lantai. "Kekenyangan liat ABS orang nih Mbak Eto."
Tunggu ... dari mana Jabberwock tahu tentang KiseDai?
Daiki jadi kepikiran dengan pertanyaannya yang baru muncul. Menurutnya bisa jadi Jabberwock niat mencari informasi musuh yang sepadan dengan mereka.
Bersambung...
Oh iya, aku setiap menulis tanda kutip tuh gini ""
Kalau tanda kutipnya "" berarti eror sih, soalnya setiap ada tanda kutip "" aku ganti jadi ""
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro