Kos Sultan 0.9
Hari Minggu adalah favorit semua orang. Ranjang empuk yang biasanya ditinggalkan seharian, kini bisa berlama-lama berkencan dengannya. Atau sekadar lari pagi mengelilingi kompleks, minum kopi sambil membaca surat kabar, dan bisa juga sarapan di kedai lontong terdekat.
Definisi hari Minggu adalah hari yang paling damai bagi hampir seluruh umat manusia di bumi.
Kecuali kalau ada tugas-tugas kampret minta dibelai, rusak sudah kedamaian hari Minggu.
Taiga salah satu orang beruntung yang tidurnya tidak diganggu gugat oleh tugas. Sudah pukul sepuluh pagi pemuda alis cabang tersebut masih betah membentuk pulau-pulau kecil di bantalnya.
“Taiga, bangun. Kita ada tanding basket.” Tatsuya selaku kakak tak sedarah Taiga, berusaha membangunkan si pemuda bongsor yang masih setia memeluk guling baunya.
Mendengar kata basket, kelopak mata Taiga terbuka sepenuhnya, menampilkan iris kemerahan penuh semangat.
“Yuk, berangkat!” Dengan sadisnya Taiga melempar kekasihnya ke atas. Dasar tidak berperikegulingan.
“Mandi dulu, orang-orang masih siap-siap kok.”
Taiga mengambil perlengkapan mandi dan melangkah ke kamar mandi yang letaknya cuma sejengkal dari kamar. Lagi asyik-asyiknya menggosok tubuhnya menggunakan sabun, suara cempreng seorang pemuda mengagetkan Taiga.
Akibatnya sabun di genggaman tangannya terjatuh dan melompat-lompat beberapa kali hingga akhirnya berhenti di dekat lubang kloset WC.
“Untung nggak masuk. Ryouta berisik banget sih,” omel Taiga menyiram sabunnya agar tidak ada bakteri yang melekat di sana.
“DAIKI-CCHI! GUE NGGAK MAU TAHU! POKOKNYA JAUHIN SEMUA HEWAN-HEWAN DI KAMAR GUE!” jerit Ryouta menggedor-gedor pintu kamar mandinya.
Taiga membuka sedikit pintu, Ryouta berhenti menggedor pintu dan sok-sok tidak merasa bersalah mengganggu acara mandi orang. “Gue bukan Daiki, salah sasaran lo,” tegur Taiga.
“Hehe, makasih ssu.”
Ryouta menunjukkan cengiran secerah mentarinya. Menemukan sosok yang akan ia omeli, Ryouta mencengkram bahu Daiki yang baru keluar dari kamar mandi yang bersebelahan dengan Taiga.
“Apa lo? Tergoda sama badan seksi gue?”
“Najis ssu!”
Tak tahan lagi, Ryouta menabok punggung Daiki. Ryouta tahu kok Daiki six pack, apalagi ia cuma memakai handuk yang melingkari pinggangnya dan menutupi tubuh bagian bawahnya saja. Perut kotak-kotaknya terlihat jelas, air mandinya yang masih ada mengalir menuruni setiap lekuk tubuhnya. Kalau dijelaskan lebih lanjut cewek-cewek bisa mimisan.
Walaupun Ryouta secantik cewek, ia tetap merasa dirinya setampan Leonardo Dicaprio versi muda dan laki-laki lainnya buluk seperti gembel di kolong jembatan.
“Singkirin semua ulet sama serangga di kamar gue!” rengek Ryouta menunjuk pintu kamarnya.
“Hm, ada tai berjalan pantesan bau banget di sini.”
Daiki melewati Ryouta dan berjalan menutupi hidungnya.
“Gue buka juga tuh handuk, biar mampus lo ssu yo,” ancam Ryouta.
Sejak dulu Ryouta memang jijik sama yang namanya ulat, cacing, kecoa, dan hewan-hewan menjijikan lainnya. Beda sama Daiki yang suka hunting hewan-hewan yang bisa membuat cewek-cewek teriak melihatnya. Sampai sekarang kebiasaan itu tidak hilang, makanya kulit Daiki tetap eksotis. Maklum, Daiki seorang anak desa yang migrasi ke kota sejak SMA.
Menjahili anak-anak kota seperti Ryouta adalah kebiasaannya.
“Baru tahu kalau tai bisa ngomong.”
Tiba-tiba saja handuk yang melilit pinggang Daiki terbuka, Taiga yang baru menyelesaikan acara mandinya cuma bisa ngakak ditambah ledakan tawa Ryouta. Daiki lantas segera melilitkan handuknya lagi dan mengejar Ryouta yang masih tertawa-tawa.
Tak ambil pusing, Taiga bergegas memakai pakaian ke kamarnya.
Taiga memakai kaus putih dan celana training hitam. Jangan kaget baju Taiga itu-itu saja, jika kita membuka lemarinya maka kita akan menemukan satu setengah lusin kaus putih dan kaus hitam. Begitu simpelnya pakaian Taiga.
Dirasa sudah tampan, Taiga ke lantai satu. Tentunya tujuannya adalah sarapan. Masih terbayang di ingatannya wajah memerah Daiki karena malu ditertawakan Taiga dan Ryouta. Mana Ryouta suara ngakaknya terdengar sampai ke rumah-rumah lain.
“Tatsuya, berapa orang yang bakal tanding?” tanya Taiga mengambil semangkuk bubur ayam. Seijuurou membelikan bubur ayam untuk seluruh penghuni Kos Sultan.
Seijuurou melototi tangan Taiga yang terjulur hendak mengambil mangkuk kedua. Menyengir, Taiga membatalkan niatnya karena gentar oleh tatapan Seijuurou. Orang tidak peka seperti Taiga saja sadar pandangan mata Seijuurou itu mengerikan, apalagi bagi orang peka seperti Tatsuya.
“Banyak deh. Pokoknya selama seharian ini kita bakal main basket aja daripada rebahan sambil main HP,” jawab Tatsuya.
“Bener tuh. Ada tiga kali pertandingan, nanti ada juara pertama, kedua, dan ketiga. Hadiahnya diberikan Pak Erwin,” sambung Junpei.
“Tumben Pak Erwin ngadain acara beginian,” celetuk Taiga.
“Biasanya sih dulu Pak Erwin ada bikin minigames gitu, udah lama juga nggak dibikin gara-gara kita sama-sama sibuk.” Seijuurou ikut buka suara memperjelas celetukan Taiga.
Asik juga nih, batin Taiga.
Sarapan selesai, penghuni kos keluar dari rumah besar itu. Diiringi Shuuzou yang mengamuk pada Shougo yang berceletuk rusuh ingin cepat-cepat keluar dari kos.
Yoshitaka bersemangat menyapa gadis-gadis cantik yang sedang lari pagi melewati mereka. Ryouta turut ikut menggombali gadis-gadis yang ditemuinya. Tentu saja Ryouta lebih diperhatikan dibandingkan Yoshitaka.
“Ampun dah sama Ryouta, cantik-cantik tapi laku,” keluh Yoshitaka menepuk keningnya pelan melihat Ryouta yang berhasil mendapatkan nomor seorang cewek yang lari pagi, padahal cewek itulah yang tadi mengacangi Yoshitaka.
“Maaf Anda selalu tidak beruntung,” hibur Kiyoshi yang bukannya menambah semangat malah menghangatkan hati dan kepala Yoshitaka.
“Belsiap untuk lebound!” Hayakawa Mitsuhiro, seorang pemuda yang cadel namun penuh semangat merasa tidak sabar menuju lapangan yang terletak beberapa meter dari kos-kosan mereka. Tidak hanya penghuni Kos Sultan saja yang bertanding, beberapa tetangga dan rekan mereka di luar kos ikut juga bermain.
Di kos bercat ungu tua, dari tadi Eto tidak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya. Anugerah pagi hari, begitulah pikirnya. Tanpa takut resiko peluang mati lebih besar, Eto meloncat dari balkon lantai dua, untungnya ia mendarat dengan selamat.
“Mata gue kembali segar lihat pemandangan beginian dah,” bisik Eto menyeka air mata di sudut matanya, terenyuh oleh anugerah terindah yang ia temukan di pagi menjelang siang begini. Wajah-wajah rupawan penghuni kos depan memberi perasaan membahagiakan di hatinya.
Eren dan Jean yang kebetulan hampir selesai menjalani hukuman mereka, menatap kepergian pemuda-pemuda penghuni kos bercat putih tersebut.
“Main bareng mereka yuk,” ajak Eren memasukkan batang-batang pohon berparasit ke dalam karung.
“Emangnya lo bisa main basket?” tanya Jean sambil memilah-milah mana yang mangga busuk dan mana mangga yang masih segar di batang pohon.
“Iya juga ya. Spesialisasi kita 'kan voli,” ujar Eren.
“Kita? Lo aja kali. Gue suka sepak bola sejak kecil,” tanggap Jean, tidak mau disama-samakan dengan musuh sekaligus sahabatnya ini.
“Gue sukanya bola takraw,” sambung Eren.
“Pantesan kepala lo keras kayak bola takraw.”
“Sa ae lu, Kuda Timor.”
“Dasar Monyet Dukun.”
Untungnya Eren dan Jean bukan anak IPA, kalau anak IPA mah kalian bakal disodorkan nama latin kuda dan monyet. Buat kepala kita pusing saja.
***
Sebuah motor berhenti di dekat lapangan, seorang gadis berambut merah muda yang duduk di jok belakang langsung turun dan memeluk erat Tetsuya.
“Satsuki, udah berapa kali Mama bilangin? Jangan suka meluk-meluk cowok sembarangan,” tegur wanita yang sedang masih duduk di atas motornya.
“Hehe, maaf, Ma.”
Satsuki memberi cengiran cantiknya pada ibunda tercinta dan menyangkutkan helm di sangkutan helm. Tetsuya bernapas lega, pelukan maut Satsuki bisa diminimalisir jika ada mamanya.
“Eh ada Dai-chan,” sapa Satsuki menyikut tetangganya dulu, Aomine Daiki. Kenapa dipanggil Dai-chan? Satsuki mau ikut-ikutan memanggil sohibnya menggunakan suffix chan seperti Kazunari.
“Eh, ini yang bakal main, ya? Ganteng-ganteng semua. Erwin mantep deh punya anak-anak kos seganteng ini.”
Erwin terkekeh, di sebelahnya Hanji juga tertawa kecil sambil memegang tali pengikat Sawney dan Bean.
“Kok nggak turun?” tanya Hanji.
“Pengen meriksa kos dulu. Matta ne, chingu.” Keyzi ngebut dari lapangan.
Erwin dan Hanji speechless.
“Satsuki, dia beneran mama kamu?” Telunjuk Tetsuya mengarah ke wanita berambut hitam yang sedang mengebut menjauhi lapangan. Pakaiannya nyentrik. Kacamata hitam, topi bundar merah muda, kaus biru muda, dan rok merah muda dikenakannya.
Gokil.
“Iya. Sabar ya kalau menghadapi mama mertua kayak gini, Mas,” jawab Satsuki sambil sedikit memberi kode.
Tetsuya yang mengerti kode Satsuki malah pura-pura tidak dengar. Lagi pula dia tidak pernah dan tidak akan menaruh perasaan pada gadis bersurai merah jambu tersebut.
“Eh, tunggu. Kalau dia mama kamu berarti dia pemilik kos yang cat ungu tua dong?” Taiga ikut menyempil di antara dua sejoli tersebut.
“Wah, hebat juga punya mama seorang tentara,” celetuk Reo. Dari yang ia dengar memang sebenarnya kos itu milik seorang tentara. Cuma Satsuki dan seorang pria berambut hitam yang sering datang memeriksa keadaan kos tersebut, yang merupakan mereka bukanlah pemilik asli.
Reo terkejut juga, baru kali ini pemilik kos ungu mendadak memperlihatkan sosoknya.
“Nggak, bukan tentara kok. Memang mamaku yang punya kos itu, tapi mamaku bukan tentara,” jelas Satsuki supaya tidak ada lagi kesalahpahaman. Ia menundukkan kepala dan terlihat kesedihan terpancar di manik merah mudanya.
“Terus? Om-om yang datang sama kamu waktu itu nggak mungkin tentara 'kan?” Tatsuya ikut penasaran. Taiga terheran, siapa om-om yang dibicarakan Tetsuya?
“Emang nggak mungkin, lagian Om Levi udah punya kafe, nggak mungkinlah dia tentara.” Levi adalah pria berambut hitam yang pernah Reo lihat datang ke kos ungu bersama Satsuki.
Levi? Siapa?
Pikiran Taiga diajak menebak-nebak siapakah gerangan om-om yang mereka bicarakan. Kos ungu sedikit misterius karena pemilik aslinya baru muncul hari ini secara mendadak.
Padahal tidak ada angin yang berembus kencang, tidak ada pula hujan lebat disertai petir.
“Haduh, cakep-cakep gini nggak mau bantu orang tua ya. Ntar kalau encok saya kambuh siapa yang mau obatin?” sindir Hanji beserta senyumannya. Lantas tak ada lagi remaja-remaja itu yang mengobrol, mereka semua bergerak dengan cekatan.
Telah disediakan dua buah meja sebagai tempat pencatat skor dan jam digital, hasil perhitungan lebih teliti dibandingkan skor dan waktu dihitung secara manual. Hanji dan Erwin sebagai wasit duduk di kursi balik meja pencatat. Sawney dan Bean berlarian mengejar kupu-kupu bersama Nigou, tidak lagi dipegangi Hanji.
“Ada enam tim di sini. Pertama, tim Seirin diisi Junpei, Teppei, Shun, Tetsuya, dan Taiga.” Hanji membacakan nama-nama tim pertama.
Firasat Taiga sedikit tidak enak mendengar nama Tetsuya disebut sebagai teman setimnya. Bisa-bisa timnya kalah telak.
“Seirin akan bergerak seiring berjalan waktu! Kitakore!” celetuk Shun mempromosikan lawakannya yang garing.
“Mau ribuan kali lo bikin lawakan tetap aja garing, Shun,” ujar Junpei mengingatkan temannya agar berhenti membuat lawakan yang sama sekali tidak berguna. Namanya Izuki Shun mana mau berhenti.
“Tim Touou ada Shouichi, Kousuke, Daiki, Rio, dan Yoshinori,” sambung Erwin.
“Mereka bakal kalah, gue yang jadi pertama,” gumam Daiki beserta senyum sombongnya. Rio sampai bersembunyi di belakang Kousuke gara-gara senyuman Daiki yang creepy. Se-creepy kripik Atsushi yang remuk.
“Jangan songong dulu, Daiki,” tegur Shouichi tak lupa menaikan posisi kacamatanya.
“Di tim Kaijou ada Ryouta, Yukio, Mitsuhiro, Yoshitaka, dan Namakura.”
Mitsuhiro menepuk-nepuk kedua pipinya. “Yosh! Saatnya lebound!”
“Hm, cewek-cewek cantik pada ke mana sih? Masa' Satsuki doang yang ada?” gumam Yoshitaka celingak-celinguk mencari-cari perempuan-perempuan cantik di sekitar. Akhirnya ia menemukan empat orang gadis berlari menuju lapangan, tampaknya mereka akan menonton pertandingan.
Yoshitaka berpura-pura stay cool sambil menyugar rambutnya ke belakang. Terutama manik jelaganya menemukan Mikasa diseret-seret Sasha ke lapangan. Gadis paling cantik se-kompleks perumahan Beringin akan menonton aksi kerennya.
“Woah, yang nonton pada cantik-cantik semua ssu! Hai, Eto-cchi! Rize-cchi! Sasha-cchi! Mikasa-cchi!” seru Ryouta semangat melambaikan tangan dan tersenyum lebar.
“Hai, ganteng! Semangat ya!” balas Eto mengepalkan tinju ke atas.
Rize tersenyum kecil sebagai balasan.
“Cemangat, kakak!” seru Sasha dari ujung lapangan. Mikasa diam menatap Ryouta datar.
“Hehe, makasih semu-” Yukio menendang pipi Ryouta.
“Ih, jahat banget, Nenek Lampir!” omel Ryouta mengelus pipinya yang memerah.
“Kuatkanlah hamba setim dengan manusia-manusia aneh ini,” rapal Yukio dan menangadahkan tangan.
“Tim Yosen ada Atsushi, Tatsuya, Kenichi, Wei Liu, dan Kensuke.”
“Eh? Malesin banget sih,” keluh Atsushi menggigit keripik kentangnya.
“Kalau ikut tanding bakal banyak makanan lho, Atsushi,” hibur Tatsuya.
“Ada camilan nih untuk Atsushi paling gemes!” seru Sasha menyemangati, memperlihatkan dua bungkus keripik kentang yang ia simpan di dalam tas kecilnya.
Tapi, author tidak yakin kedua makanan itu bertahan di tangan Sasha.
Makanan. Gratis. Banyak pula lagi, ada keripik kentang juga, batin Atsushi membayangkan kue-kue manis dan pizza melayang-layang indah di depan wajahnya.
“Ajang mencari pacar,” bisik Kenichi mengelus dagu lebarnya.
“Kita emang nggak boleh berputus asa akan mimpi-mimpi yang tidak terkabulkan. Tapi jangan ngarep dong, coeg! Liat keadaan,” ledek Kensuke.
“Iri punya dagu kecil sampai nggak kelihatan,” cibir Kenichi.
“Lalu tim Shuutoku terdiri dari Kiyoshi, Taisuke, Shinsuke, Kazunari, dan Shintarou.”
“Cancer berada di posisi mana, Shin-chan?” Panggilan kesayangan Shintarou adalah Shin-chan. Alasannya jidat Shintarou lebar seperti jidat Shin-chan di anime yang sering kalian tonton di RCTI.
“Cancer di urutan kedua, lucky item hari ini nanas nanodayo,” ujar Shintarou membacakan majalahnya yang berisi ramalan zodiak.
“Ada yang bilang nanas?” Kiyoshi melempar nanasnya dan menghantam kepala Taiga. Pelaku kekerasan itu pura-pura tidak tahu sedangkan Taiga menuduh orang-orang di sekitarnya terutama Tetsuya.
“Terakhir adalah tim Rakuzan, isinya Seijuurou, Reo, Eikichi, Koutarou, dan kalian kekurangan satu anggota.” Hanji sedikit ragu membacakan nama-nama di kertasnya.
“Chihiro aja sebagai anggota kami,” tambah Seijuurou.
“Teteh Reo! Kita satu tim ya, Teh!” seru Koutarou menepuk pelan punggung Reo, gigi tajamnya sedikit menyempil di senyum cerianya.
“Oh, Mbak Reo di sini toh!” Reo menghindari tepukan Eikichi yang kabarnya kekuatan tepukan Eikichi dapat menimbulkan cekungan dalam di mobil-mobil keluaran terbaru.
Bagaimana kabar Shuuzou dan Shougo? Mereka memilih nongkrong di warung Mpok Emi.
Dasar generasi mageran.
“Yosh, kita mulai pertandingannya!” seru Hanji bersiap-siap meniup peluit.
Pertandingan diawali oleh tim Kaijou dan Touou. Selanjutnya tim Shuutoku dan tim Rakuzan. Terakhir baru tim Yosen dan tim Seirin.
Siapakah yang akan menang?
Silakan gulir ke chapter selanjutnya.
Bersambung...
Helo, guys! Senang banget bisa update lagi. Sebenarnya aku update hari Jumat, tapi gara-gara lupa baru bisa hari ini :')
Maaf banget ya.
Sebagai gantinya aku update 9-12 chapter hari ini. Biar kalian nggak capek bacanya, aku bakal kasih jeda untuk update chapter-nya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro