Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kos Sultan 0.5

Bungkus-bungkus plastik di ruang keluarga sudah bersih. Pun remah-remah roti ataupun sisa-sisa kue tidak ada lagi di ruang keluarga. Benar-benar bersih. Taiga yang hendak ke kamarnya, ditahan Tetsuya.

“Apa?” ketus Taiga pada rekan sekamarnya.

“Kamu nggak ngumpul?” tanya Tetsuya.

“Nggak, makasih.” Taiga menepis tangan Tetsuya yang lebih kecil darinya.

“Lu harus gabung.”

Junpei mencengkram bahu Taiga seraya menaikkan posisi kacamatanya yang berkilat. Menghela napas, Taiga menuruti perkataan kepala kosnya. “Mas, gundam milikku di mana?” tanya Tetsuya.

“Oh iya! Malah kelupaan! Yuk sini!”

Mengajak Taiga dan Tetsuya ke kamarnya, Junpei membuka lemarinya dan meluncur deraslah berbagai macam bentuk gundam layaknya longsor di pegunungan. “Ini gundam recehan ya?” Taiga melihat semua sisi gundam di tangannya.

“Enak aja! Ini semua asli, tahu!” Junpei mengobrak-abrik mencari gundam milik Tetsuya yang ia simpan. Sedangkan Tetsuya memilah-milah poster-poster di bawah kasur tipis Junpei, mencari poster kesayangannya.

“Junpei! Junpei! Ada bahaya!” sorak Shinji dari pintu kamar, disusul anggukan Rinnosuke.

“Mangga kita dimaling!” sambung Kouki.

“Ini nggak boleh terjadi!” Junpei menghempaskan gundam di tangannya ke lantai.

Tunggu ... itu gundam baik-baik sajakah?

Menurut Junpei, mending sekarang mereka mengurus mangga yang dimaling. Jika Seijuurou tahu mereka lalai menjaga pohon mangga, tahu sajalah nanti akibatnya bagaimana.

Junpei berlari ke ruang kumpul bersama Taiga, Tetsuya, Shinji, Rinnosouke, juga Kouki. Setibanya di sana, seluruh penghuni kos memasang wajah panik, terutama Reo dan Ryouta sudah nangis bombay duluan.

“Huaaah! Mas Junpei! Mangga kita habis! Nanti kalau aku ngidam gimana dong?”

Junpei pelan-pelan bersembunyi di balik tubuh besar Taiga agar Reo tidak memberinya pelukan maut, belum lagi ia prihatin melihat Ryouta mewek sambil meluk Tetsuya yang wajahnya kelihatan seperti orang sekarat.

“Iya nih, Cyiin, nggak bisa bikin rujak lagi dong.” Miyaji Kiyoshi, maniak nanas itu juga ikut merengek bersama sohib bencongnya.

“Semuanya tenang dulu, kita atur strategi.”

***

“Na-nanti kalau ke-ketahuan gimana dong?” tanya Armin gugup, ia memegang ujung sarung hijau kesayangan Reiner, sedangkan ujung sarung lainnya dipegang Connie.

“Nggak apa-apa, santai aja.” Jean duduk di batang pohon mangga bersama Eren. Si pemuda Jaeger mengupas kulit mangga dan melempar kulitnya asal ke kepala botak Connie.

“Eh, kampret! Bagi-bagi dong!” seru Reiner yang baru menyelesaikan urusan alamnya.

“Tahu tuh, kepala gue jadi korban,” sambung Connie tidak terima, ia menyapu kulit mangga di kepalanya.

“Tenang aja,” hibur Eren masih menyuapi dirinya dengan mangga manis milik Junpei and the gang.

“Eren ganteng, suapin dong,” pinta Jean sambil kedip-kedip manja.

“Najis, homo.” Giliran Jean yang dilempari kulit mangga oleh Eren.

Eren mengabaikan Jean yang monyong, ia berdiri di batang pohon untuk mencari-cari mangga masak lainnya. “Ambilin yang gede, Ren!”

“Siap!” Eren melempar sebuah mangga besar berkulit kuning ke atas sarung, seketika mata Connie melebar bahagia.

“Makasih, Ren! Tumben lu baik, gini aja tiap hari aman sentosa hidup gue dah,” ujar Connie girang.

Kaki Armin masih goyang dumang tidak dipedulikan siapapun. Peringatan dan terguran terus ia serukan, namun ia dianggap angin lewat. Ingin kabur juga pasti ketahuan oleh Eren dan Jean, lalu ia diancam buku-buku kesayangannya akan dibakar.

“Monyet Afrika mana ada yang beneran baik kecuali kalau ada maunya,” sahut Reiner yang dilempari mangga busuk oleh Eren.

“Sianying,” umpat Reiner. Ia mengeluarkan sapu tangan dari saku celana dan menyingkirkan daging busuk mangga yang mengotori rambut pirangnya.

“Wkwkwk, mamam noh mangga.” Eren terkikik dan membantu Jean saling membantu mencari-cari mangga yang masak, juga kelihatan manis. Mereka berdiri di batang pohon dan menyibak setiap daun, mencari mangga-mangga yang tergantung.

Kenapa tidak minta saja ke pemiliknya biar lebih simpel? Alasannya satu, ketua kos sangat pelit. Dulu Connie pernah meminta mangga malah dilempari gunting oleh ketua kos sangar, alhasil Connie demam seminggu.

Kalau diingat-ingat, giliran kaki Connie goyang dumang ketika ingatan masa lalu berputar di kepalanya. Ia ingat ketika ia menyapa Seijuurou dari balik pagar, sudah berbasa-basi, dan meminta mangga secara sopan, Seijuurou langsung melemparinya gunting. Untungnya gunting itu meleset dan menancap di dinding rumah Shinji yang biasa-biasa saja.

“Udah, Ren?” Reiner memastikan. Ia menyemprotkan parfum di rambutnya agar bau mangga busuk yang lengket di kepalanya hilang.

Tetap saja sih rambutnya terasa lengket karena air buah mangga belum kering di rambut pirangnya.

“Udahan aja. Yang tinggal mangga asam semua,” jawab Eren usai menemukan mangga terakhir yang warnanya hijau, sama seperti mangga-mangga lain yang tersisa.

Bulu kuduk Connie meremang, seolah ada makhluk halus di sekitarnya. Ia tatap Eren dan Jean yang debat, Reiner diam-diam mengambil dua mangga untuk dirinya sendiri, dan Armin masih keringatan berusaha melerai duo sejoli yang sering bertengkar itu.

Tidak ada yang aneh. Apa Connie bertransformasi menjadi anak indigo sekarang? Seumur-umur hidup Connie belum pernah say hi hi ke pocong, tuyul, kuntilanak, dan kawan-kawan. Palingan Connie sering menertawakan Sasha yang membual perihal hantu.

Sayang sekali bualan Sasha menjadi nyata malam ini.

“Halo.”

“Ha-hantu! Woi, goblok! Ada hantu!” tunjuk Connie ke pemuda di sebelahnya. Pemuda itu sangat pucat dengan rambut baby blue mencuat-cuat, dan bercak-bercak darah di pakaian maupun di tubuhnya.

“KA-KAKEEEEEK!” Armin melepas pegangannya pada sarung dan berlari ke kosannya. Peduli amat sama mangga, selamatkan nyawa dulu. Connie berhasil bersama Armin kabur ke habitat mereka.

“Ar-Armin, tunggu!” Eren baru saja berlari, menabrak sosok pemuda jangkung berambut abu-abu. Berpenampilan yang sama horornya, pipi kanannya tersobek lebar menampilkan daging, darah, dan giginya yang tersusun rapi.

Fix, Eren ngompol di tempat. Mayuzumi Chihiro, mengeluarkan sarung bantalnya dari balik punggungnya, tanpa belas kasihan, Chihiro menyarungi Eren dengan sarung bantal layaknya ia adalah bantal dakimakura.

Tetsuya tidak sempat menangkap Armin. Reiner megap-megap menatap sosok menjulang di depannya, Atsushi tidak diberi polesan make up apa-apa sudah membuat manusia berotot Reiner ketakutan.

Pup yang ditahan Reiner, keluar tanpa diizinkan oleh pemilik perut itu sendiri. “Gitu aja takut, dasar payah,” cibir Atsushi menutup kepala sampai pinggang Reiner menggunakan sarung kesayangan Tatsuya.

Jean bersembunyi di balik pohon mangga mengembuskan napas lega, hantu-hantu yang menangkap teman-temannya tidak menangkap keberadaan dirinya. Masih sempat Jean mengupas kulit mangga yang ia dapat dan memakannya dengan khidmat.

“Sendirian aja, Mas. Mau aku temanin?”

“Mau dong.”

Jean genit mode on.

Manik emas Jean bergulir dari atas dan ke bawah, mengamati setiap penampilan gadis bersurai emas di depannya. Gaun putih berenda melapisi tubuh atletisnya sampai bawah, manik madunya bersinar ceria, dan rambut kuning emas panjang bergelombangnya sangat mencolok.

Oke, Jean merinding. Baginya sekarang Mas Pocong dan Mbak Kunti bukanlah apa-apa dibandingkan gadis di depannya. Tidak ada yang lebih mengerikan dibandingkan seorang bencong yang ingin menggrepe-grepe dirinya.

“Main sama aku yuk,” rayu Ryouta berkedip genit.

“MAMA! JEAN MASIH PENGIN JADI PERAWAN, MA!”

Sinetron azab hari ini berjudul 'Hilangnya Keperawanan Seekor Kuda'. Ekhem, judulnya sudah agak tabu, sinetron itupun gagal lulus sensor. Kasihan Jean dan Ryouta tidak jadi mendapatkan uang.

“Ckckck,” celetuk cicak-cicak di dinding diam-diam merayap.

***

“Ini mereka yang maling mangga kita?” Junpei mengelilingi Eren, Jean, dan Reiner. Tak tahan dengan aroma-aroma negatif dari ketiga pemuda yang ditangkapnya, Junpei sangat terpaksa meminjamkan mereka celana.

Eren, Jean, dan Reiner duduk dalam satu garis horizontal yang sama. Kepala ketiga pemuda itu sama-sama tertunduk.

“Untuk apa kalian maling mangga?” tanya Junpei berdiri tepat di depan Eren. Kedua tangannya yang saling terlipat di depan dada, memberi kesan angkuh si pemuda berkacamata.

“Dimakan, hemat duit,” jawab Reiner simpel. Eren dan Jean tak bisa tak menatap tajam sohib mereka yang mengakibatkan semakin jatuhnya mereka di depan Junpei.

“Namanya maling tetap ngerugiin orang lain apapun alasannya. Bukannya lebih mudah meminta izin? Apa ada alasan lain yang masuk akal?” todong Junpei, aura gelapnya semakin bertambah.

“Ini bukan clutch time 'kan?” bisik Shun.

Shinji menggeleng. “Belum.”

“Kami sangka kalau minta izin ntar malah cari mati,” bela Jean. Ia masih ingat persis wajah panik Connie yang menceritakan dirinya hampir tewas tertusuk gunting.

“Nggak mungkin. Ini alasannya pada aneh semua, lu ada alasan bagus?” tunjuk Junpei ke Eren. Sekarang Junpei benar-benar memasuki clutch time.

Udah clutch time aja, batin Shun dan Shinji bersamaan, kebetulan mereka menonton Junpei mengadili tersangka pemalingan mangga. Baik Shun maupun Shinji memasang wajah khawatir mereka. Alis tertekuk dan keringat mengucur seolah mereka pelaku habisnya mangga masak di pohon.

Eren gelagapan. Wajah seram Junpei membuatnya teringat mama tercinta di rumah. Dulu Eren suka mencuri lauk yang dimasak ibunya, alhasil ia diadili dengan cara yang sama seperti sekarang.

Jadi, Eren lumayan kebal.

“Abisnya waktu itu Connie minta mangga malah dilempar gunting.” Eren masih keras kepala bung. Alis tebalnya menekuk serius, rahangnya mengeras menambah kesan preman di wajahnya.

Nggak takut tuh, cibir Junpei di dalam hati.

Tertawa sinis, Junpei mengangkat sedikit gagang kacamatanya.

“Kalau minta baik-baik mana mungkin bakal dilempar,” sinis Junpei, ia tak sabar memberi hukuman terburuk untuk ketiga pemuda di depannya. Beraneka ragam jenis hukuman melintas di kepalanya.

Makanya di zaman Junpei SMP sampai kuliah, ia dikenal kakak kelas yang paling dihindari di masa ospek.

“Waktu itu dia minta ke si rambut merah agak pink kayak bubur delima gitu,” balas Eren, ia berani berdiri bersitatap dengan Junpei yang sedikit lebih tinggi darinya.

Kocak, malah disamain kayak bubur delima, batin Shun dan Shinji bersamaan, hampir tersedak air ludah sendiri.

“Oh, Sei...,” bisik Junpei. Seisi kos sih udah maklum kalau tiba-tiba saja Seijuurou mengajak mereka perang gunting di kala wakil direktur utama perusahaan Akashi itu sedang badmood.

Baru sebentar Junpei keluar dari mode clutch-nya, ia kembali terlihat tegas. Ditambah lagi telunjuknya mengarah ke ketiga pelaku.

“Pokoknya gue nggak terima alasan kalian! Masih ada orang di sini untuk minta izin kenapa kalian harus maling? Sebagai gantinya, gue bakal ngasih kalian hukuman.”

Mampus.

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro