#1 A Hope
Selamat membaca, Kawan... 😊🤗
Dengarkan lagu ini biar tambah baper. 😉
🎶 Raisa : Lagu Untukmu
🥀🥀🥀
Air mata Naura memburai tak tertahankan. Bagaimana tidak. Seorang Ibu yang selama ini merawat dirinya dan hidup bersamanya ternyata bukanlah Ibu kandungnya sendiri. Lantas, aku ini anak siapa? erangnya dalam hati yang telanjur remuk, hingga mungkin sudah tak berbentuk.
Gadis itu pun berlari ke rumah yang jaraknya tak jauh dari area persawahan. Setibanya di rumah, ia langsung masu kamar, menutup pintu tanpa mengunci, lalu menjatuhkan tubuhnya di kasur sambil memeluk guling. Ya, saat itu pula, tangisannya pecah. Memang tidak sehisteris yang ada di film drama. Justru tangisannya tak terdengar. Hanya lirih sebab kalbunya merintih pedih, dan itu rasanya lebih menyesakkan dari kesedihan yang pernah ia rasakan sebelumnya.
"Tuhan, cobaan apa yang tengah kau berikan untukku?" batinnya pilu. Dan saat itu, terbesit pula di pikirannya bahwa ia merasa sedang dipermainkan oleh kenyataan. Tepatnya, dialah yang menjadi korban atas skenario semesta yang acap kali tak disangka-sangka.
"Naura, buka pintunya, Nak! Dengarkan penjelasan Ibu dulu!" teriak Runi dari luar kamar sambil mengetuk-ngetuk pintu. Raut wajahnya pun tampak cemas. Khawatir terjadi apa-apa pada putri tercintanya itu.
Hening.
Tidak ada sahutan dari dalam karena Naura sedang menyecapi pilu yang teramat mendalam. Jangankan untuk berbicara sepatah kata, bernapas pun rasanya sesak. Sesak sekali. Rasanya: dunia tak lagi berputar pada porosnya, dan anak panah menghunjam ke jantungnya hingga begitu sakit yang ia rasa. Hingga begitu luarbiasanya rasa sedih yang harus ia tanggung.
Bunyi 'krek' pun terdengar. Untunglah, pintunya tidak dikunci. Alhasil, Runi bisa masuk untuk menghampiri Naura yang tengah kalut. Lebih tepatnya, ia tenggelam dalam duka yang luar biasa, dan semua itu karena terkuaknya sebuah kenyataan pahit yang harus ia terima dengan lapang dada.
"Nak, dengarkan penjelasan Ibu dulu...," tutur Runi dengan nada lembut dan sendu. Wanita paruh baya itu memegang pundak Naura, kemudian menariknya ke dalam pelukan hangat yang selama ini selalu menjadi tempat ternyaman baginya.
"Kenapa Ibu nggak jujur soal ini? Kenapa, Bu? Aku juga perlu tahu tentang siapa aku dan orang tuaku sebenarnya," isak Naura yang kini dalam posisi duduk dan dipeluk oleh Runi, seorang wanita yang telah merawatnya dengan sangat baik. Tapi apalah dayanya, ketika kenyataan mengatakan bahwa ia bukanlah ibu yang sebenarnya. Bukanlah ibu yang telah mengandung dan melahirkannya ke bumi ini. Jujur saja, ada rasa kecewa dalam hatinya, tapi apalah daya.
"Maaf, Nak.... Ibu belum menemukan waktu yang tepat untuk mengungkap kebenaran ini sama kamu, dan Ibu belum siap untuk kehilangan kamu, Naura...," tutur Runi sambil tersedu-sedu. Ia sangat sedih, sama pilunya seperti Naura. Bedanya, ia takut kehilangan. Sedangkan, Naura sedih karena kenyataan itulah yang membuat perasaannya jadi hancur berantakan. Hancur sehancur-hancurnya.
Di menit selanjutnya, saat tangisan Naura mulai mereda, Runi pun menceritakan semuanya dari awal. Perihal bayi yang ia temukan di sebuah pelabuhan, lebih tepatnya mengambang di atas permukaan waduk Jatiluhur, Purwakarta. Waktu itu, ia habis menyeberang untuk sampai di pasar apung yang ada di seberang sebelah kiri waduk. Ketika perahunya semakin mendekati dermaga yang menjadi tempat pemberhentian kapal-kapal laut, saat itu pula ia melihat sebuah keranjang yang terombang-ambing di atas permukaan air. Tangisan bayi pun terdengar sangat jelas. Orang-orang di sekitar Runi yang berada di perahu itu pun dapat mendengarnya. Dan benar saja, ternyata di keranjang itu terdapat seorang bayi mungil yang kini telah tumbuh besar menjadi gadis berparas ayu dan berhati malaikat. Naura Rizkiya Salsabila. Itulah nama indah yang diberikan Runi pada bayi mungil tak berdosa yang mungkin dibuang oleh kedua orang tua aslinya, yang entah siapa.
Tak lupa, Runi pun menceritakan perihal kalung berbandul bunga tulip yang melingkar di leher mungil Naura, saat ia pertama kali ditemukan. Dan karenanya, Naura jadi semakin ingin tahu tentang identitas orang tua sahnya.
"Bu, izinin Naura buat cari orang tua kandung Naura, ya, Bu...," pinta Naura sembari menarik Runi ke dalam pelukannya.
Air mata Runi pun menetes perlahan tanpa sepengetahuan Naura. Jujur saja, ia berat hati untuk mengiyakan permintaan putri tercintanya itu. Dan tentu saja, ia merasa begitu takut kehilangan Naura yang sudah ia rawat sejak kecil.
"Jangan biarkan Naura pergi, Runi! Jangan!" Setengah hatinya berupaya memprovokasi Runi yang sedang bimbang. Tapi pada akhirnya, ia sadar, bahwa kasih sayangnya pada Naura ternyata lebih besar dibandingkan dengan egonya. Dan bagi Runi, kebahagiaan Naura adalah segala-galanya, prioritasnya. Jadi, apapun akan ia lakukan meskipun dirinyalah yang paling terluka.
"Iya, Ibu izinkan, Sayang...," tutur Runi sambil menggenggam tangan Naura dan menatap lekat mata cokelatnya.
🥀🥀🥀
Naura melangkah di atas dermaga yang terbuat dari kayu. Mata cokelatnya tampak berbinar-binar, penuh dengan harapan. Suara deburan ombak pun menyambut kehadirannya, dan angin laut berdesir menerpa wajahnya. Semesta baik sekali pada gadis cantik jelita ini. Baik sekali. Sampai-sampai, awan di kala senja membentuk sebuah formasi yang teramat indah, tepat sebelum sang mentari tenggelam.
Ditatapnya laut biru yang penuh rahasia itu, kemudian ia menghampiri seorang nelayan yang sedang merapikan sampannya. Di sebelah kanan kapalnya, ada juga seorang pemilik kapal yang tengah menurunkan barang-barang titipan dari pulau seberang. Mereka tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Walaupun sudah bercucuran keringat, tapi mereka tidak mengeluh sedikit pun. Mereka menikmatinya, dan dari situlah Naura bisa belajar perihal menikmati hidup serta bersyukur.
"Permisi, Pak."
"Iya..., ada yang bisa Saya bantu?" jawab laki-laki paruh baya itu dengan nada ramah. Ia memakai topi berbentuk kerucut dan terbuat dari bambu. Fyi, dalam bahasa Sunda namanya 'dudukuy'.
"Bapak kenal sama Pak Jalil, petugas Dermaga ini?" tanya Naura.
"Oh, Pak Jalil, ya. Iya, saya kenal, Neng. Neng ada perlu ya sama dia?"
"Iya, Pak. Saya ada urusan dengan beliau," kata Naura sambil tersenyum sopan, lalu melanjutkan kata-katanya, "Bapak bisa tidak bantu saya buat ketemu dengan Pak Jalil?"
Bapak itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Pak Jalil sudah meninggal dua hari yang lalu, Neng."
Mendengar hal itu, Naura merasa seperti dijatuhi langit sampai harapannya musnah seketika. Pemilik mata cokelat indah itu pun sempat merasa putus asa, tapi lagi-lagi semesta membimbing hatinya untuk tetap percaya pada sebuah keajaiban. Yes, there's always be a miracle for someone who believe for.
"Maaf, Neng kalau saya lancang. Tapi, ada gerangan apa neng mencari Almarhum Pak Jalil? Apa Pak Jalil punya hutang sama neng atau bagaimana?" Bapak itu tampak ingin tahu meskipun sebenarnya saat itu ia harus pulang dan beristirahat setelah hampir seharian berada dalam perahu yang fungsinya untuk mengantar para penduduk setempat dan pengunjung ke seberang sana.
Detik selanjutnya, Naura mengungkapkan maksudnya untuk mencari Pak Jalil. Bapak berkumis tebal yang bernama Wahyu itu pun menyimaknya dengan baik. Kentara sekali raut keprihatinan di wajah lelahnya. Hingga akhirnya, ia teringat akan sesuatu yang membuat harapan di hati Naura tumbuh kembali.
"Oh iya, Bapak baru ingat. Dulu, Almarhum Jalil pernah cerita ke saya soal sepasang pasutri yang melapor bahwa anaknya hilang. Tepatnya ... tujuh belasan tahun yang lalu, iya-iya, tujuh belas tahun yang lalu."
Pahatan senyuman itu terukir indah di bibir gadis bermata cokelat itu. Serpihan harapan yang hampir hancur itu kini bersemi kembali. Entah ini sebuah keajaiban dari Tuhan atau hanyalah sebuah drama yang tertunda. Akan tetapi, Naura yakin, bahwa suatu hari nanti ia pasti akan berjumpa dengan orangtua kandungnya. Menatap kedua bola mata yang teramat dirindukannya, mencium punggung tangannya, dan memeluknya dengan begitu erat. Ya, ia percaya akan hal itu.
🥀🥀🥀
Bersambung.
Alhamdulillah... Akhirnya, post bab 1 juga. 😊
Gimana kesannya, Kawan?
Oh iya, jangan lupa vote & komentar, ya... 🤗🤗
Terima kasih sudah membaca cerita ini. 😊🙏😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro