Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian I

Suasana perempatan pasar itu tidak seperti biasanya. Banyak sekali manusia berkerumun. Ada sesuatu yang menarik untuk dilihat ramai-ramai sepertinya. Tukang-tukang ojek yang biasa mangkal di bawah pohon waru samping tembok tinggi toko kelontong milih Koh Abun kini mengerumuni sesuatu di tengahnya. Tukang-tukang becak yang masih basah oleh keringat pada punggungnya pun ikut berkerumun. Tidak lama seorang Brigadir Polisi sibuk meniup peluitnya mencoba mengendalikan lalu lintas yang tersendat. Tangannya sibuk menggapai-gapai langit sambil mengarahkan kendaraan yang mampat tepat di tengan perempatan itu.

Seorang Ajun Komisaris Polisi menyeruak dan menyibak manusia-manusia yang kian menyemut dari segala arah berkumpul di titik yang sama, perempatan jalan itu. Tidak lama ia sudah keluar dari kerumunan. Ajun Komisaris Polisi itu menanggalkan topi polisi nya sambil tangan nya menyeka mata nya. Ajun komisaris Polisi itu menangis tersedu meninggalkan kerumunan itu. Ia berjalan menjauh dari kerumunan, meraih sepeda motor nya yang terparkir tidak jauh dari pohon waru tempat para tukang ojek mangkal. Kepala Polisi Sektor itu menggenjot motor nya, sebentar saja motor nya sudah meraung dan meninggalkan tempat itu. Mungkin ia kembali ke kantor nya yang tidak jauh dari sini.

Tukang becak tua yang biasa mangkal dan membawa sembako pelanggan Koh Abun menyeruak keluar dari kerumunan. Kini bukan hanya punggungnya yang basah keringat, bagian dada dan perutnya pun basah kuyup oleh keringat dan airmata. Mata yang sudah berwarna keperak-perakan itu semburat merah. Ia menangis tersedu-sedu sambil mengipasi diri nya dengan caping lusuh nya. Tukang becak tua itu tetap menangis tanpa henti. Ia berjalan menjauh dari kerumunan yang kian ramai.

Brigadir Polisi yang mengatur lalu lintas itu tanpa henti meniup peluit dan tangannya menari tanpa lelah. Banyak pengendara yang tak acuh dengan himbauan dan arahan dari brigadir itu. Mereka malah banyak yang berhenti karena rasa penasaran yang teramat sangat. Ada apa gerangan. Mengapa orang begitu banyak berdiri melingkar di perempatan itu tanpa menghiraukan panas terik yang begitu menghardik. Matahari seakan menggantung hanya sejengkal dari ubun-ubun. Semua yang berkerumun bermandi keringat. Mengapa mereka tidak segera beranjak dari situ.

Banyak pemilik toko yang terpaksa menutup lapaknya karena rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung, tanpa ada yang mengomando, semua toko di pasar tutup. Pemilik dan para pelayan toko ikut berkerumun di perempatan jalan itu. Makin siang dan makin terik perempatan jalan itu makin ramai, makin menarik perhatian setiap yang melewati perempatan jalan. Banyak sepeda motor dan mobil di parkirkan di depan toko-toko yang tutup. Semua pengendaranya ikut menyemut di perempatan jalan itu.

Tidak sedikit yang keluar dari kerumunan, menangis dan menyeka matanya. Mata-mata itu semuanya memerah seperti matahari senjakala. Muka-muka merekapun mendung gelap menggantung. Merautkan kesedihan yang tiada tara. Seorang perempuan tua penjual cenil bahkan sampai semaput di tengah kerumunan itu. Ia tidak kuasa menahan dera duka yang tiada tertara. Perempuan tua itu terpaksa dibopong menjauh oleh beberapa orang. Dibawa ke depan sebuah pelataran toko. Direbahkannya di atas hamparan kardus bekas yang sudah disiapkan oleh seseorang. Seorang wanita muda menyusulnya sambil membawakan senik, tempat cenil yang belum habis terjual.

Wanita muda itu mengipasi perempuan tua yang belum juga sadar dari pinsan nya. Sambil menyeka keringat di dahi perempuan tua itu, ia terus mengipasinya. Mata wanita muda  pun memerah, beberapa kali ia mengeringkan airmata yang mengalir deras dengan ujung kerudungnya. Sesekali ia terisak tersedu-sedu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro