Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 5

Siang itu halaman rumah Sarju ramai sekali, anak-anak sebayanya berkumpul. Mereka bermain kasti. Sarju adalah pemain kasti yang paling ditakuti kawan sebayanya. Larinya kencang sekali dan pukulan bolanya juga sangat kuat. Jika Sarju jadi pemukul, tidak jarang bola melewati wuwungan sampai ke buritan rumah. Kawan-kawannya yang berjaga sering kesusahan mengejar bola pukulan Sarju. Dengan mudah Sarju berlari dan kembali ke titik awal tanpa dikejar dan dilempar bola oleh lawannya.

Suara jerit-jerit anak-anak itu begitu riuhnya ketika ada pemukul bola yang dikejar oleh penjaga. Mereka riuh jika pemukul bola itu bisa dikejar penjaga dan terkena pukulan bola. Debu beterbangan ketika kaki-kaki lusuh itu berlari dan menginjak-injak tanah kering tanpa tertutupi rerumputan itu. Sarju, selalu dipilih jadi anggota grup mereka, karena grup Sarju hampir selalu menang. Demi keadilan dan tidak berebut Sarju mereka selalu mengundi grup Sarju. Grup yang bisa mendapatkan Sarju pasti bersorak gembira dan menunjukkan wajah-wajah gembira.

Anak-anak terus bermain sampai keringat-keringat mereka membasahi punggung dan dahi. Mereka terengah-engah seperti sapi yang dipaksa membajak sawah. Kaki-kaki mungil itu lincah menari tanpa alas kaki. Kebahagiaan dan keceriaan masa kecil terenggut masyuk sampai dasar cawan.

Mbok Marto membawa potongan kayu bakar mencari Ngatijo,  yang ikut dalam riuh gembiranya permainan kasti. Sambil menjinjing ujung jarik Mbok Marto mendatangi lokasi pesta kegembiraan anak-anak.

"Ngatijoooo...!! Jo, Ngatijo! Kasih makan wedhusmu dulu!"

Melihat Mbok Marto memekik dan mengacungkan potongan kayu bakar, anak-anak pun berhamburan lari dari halaman rumah Sarju. Mereka berlari sambil membawa pakaian mereka yang sudah dilapaskan karena basah oleh keringat. Anak-anak itu berlari menyelamatkan diri. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Ngatijo yang dicari lari tunggang langgang, dan segera mengambil sabit dan batu asah yang terselip di kandang kambingnya.

"Mbok, aku mau bantu Ngatijo ngarit ya?" Sarju merengek kepada ibunya.

"Tapi jangan pulang sampai Magrib, Le."

"Iya, Mbok."

"Jangan mandi di sungai."

"Iya, Mbok."

Sarju mengambil sandal jepitnya setelah mencium tangan kotor ibunya yang tetap konsentrasi membuat cenil yang akan dijual esok hari di pasar kecamatan. Ia berlari kencang ke arah rumah Ngatijo yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Jalanan kampung itu ramai oleh lalu lalang petani yang pulang dari sawah ladang. Mereka pulang sambil memanggul hasil panen. Pisang, sayur-sayuran, ubi, pun ada yang menyunggi rumput untuk ternak-ternak mereka. Gerobak-gerobak yang ditarik sapi pun pulang tidak kosong, mereka membawa hasil panen pula. Biasanya pagi mereka membawa pupuk kandang dari kandang ternak mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro