Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4

Wanita muda yang mengipasi bakul cenil tua yang semaput itu tampak berbinar ketika melihat perempuan tua yang dikipasinya sudah mulai membuka mata. Keringat sebesar-besar biji jagung seperti manik-manik di dahi perempuan tua penjual cenil itu.

"Dimana aku?" Tanya perempuan tua itu.

"Simbok semaput, ini masih di depan toko Koh A Fung."

"Oh,.."

Wanita muda itu kembali mengipasi perempuan tua itu. Seorang pedagang onde-onde menghampiri sambil membawakan air mineral. Wanita muda itu dengan cepat membuka tutup botol air mineral itu.

" Simbok, minum dulu biar lekas pulih."

"Hmm.."

"Sudah lama siuman, Nduk?" Tanya penjual onde-onde.

"Baru saja, Mbok.."

"Dia terlalu berduka, Nduk.."

"Ah barang tentu, Mbok."

"Biarkan Tinah istirahat dulu, Nduk."

"Iya, Mbok."

Perempatan jalan  kian hiruk, ribuan manusia makin menyemut mengerumuni sesuatu di tengah-tengahnya. Semua kendaraan sudah dialihkan,  supaya tidak melewati perempatan. Brigadir Polisi yang mengatur lalu lintas kian sibuk. Sang Brigadir  sudah mendapat bantuan dari beberapa Hansip untuk mengalihkan lalu-lintas. Setiap orang yang keluar dari kerumunan  selalu menangis tersedu-sedu. Mereka tidak dapat mengendalikan emosi jiwanya.

Suasana panas pun kian menyiksa manusia-manusia yang berkumpul di perempatan jalan pasar kecamatan. Terlihat pedagang buah yang berjajar tidak jauh dari situ pun mulai menutup lapak daganganya. Semua ikut berkumpul melingkari satu titik di perempatan jalan itu. Setiap yang baru datang pasti berusaha menyibak lautan manusia, untuk mencapai titik objek yang menjadi penyebab manusia menyemut.

Para tukang becak banyak menolak menarik penumpang, sepertinya tubuh-tubuh mereka masih lemas lunglai tidak berdaya. Mata-mata mereka masih sembab memerah. Mereka rata-rata duduk meringkuk di kursi penumpang becak mereka sendiri. Semua membisu, larut dalam imajinasi, halusinasi, dan lamunan yang lepas dari dimensi ruang. Memori memainkan mereka dalam sederet kenangan manis, pahit pada masa-masa yang telah mereka lewati. Yang paling terlihat terpuruk adalah Ngatijo, tukang becak yang sudah empat puluh tahun menarik becak di sekitar pasar kecamatan.

Tatapan matanya kosong, menerawang jauh menembus dimensi ruang waktu. Kulitnya yang keriput kelihatan makin berkerut. Bibirnya sedikit terbuka. Terlihat sisa gigi  masih menancap di gusi yang sudah hitam legam. Rokok yang terselip di dua jari tangannya terbakar habis percuma. Ia seketika membuang rokok itu ketika api sudah menyentuh kulitnya. Air mata kembali mengalir dari sudut mata sepuhnya. Bola mata keperak-perakan itu kembali semburat merah. Nampak sekali duka menghardik perasaannya.

Seorang penumpang mendekatinya, untuk minta diantarkan ke alun-alun depan kantor camat, Ngatijo bergeming dan tetap larut akut dalam lamunan mahadalam.

"Mbah..., antar ke alun-alun." Sapa penumpang itu.

"Aku tidak narik penumpang hari ini, Mas."

"Loh kenapa, Mbah?"

"Sedang berduka, Mas."

Penumpang itu berlalu dan mencari tukang becak yang lain, tapi tampaknya ia mendapatkan jawaban yang sama.    

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro