Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 14

Sarju membuntuti pantat ibunya menyusuri lorong-lorong pasar untuk membeli kebutuhan dapur. Di lapak pejual sayuran mereka berhenti dan membeli seikat kembang genjer dan kecambah kedelai.

"Ini anakmu, Yu?" Tanya penjual sayuran sambil melihat Sarju di belakang pantat ibunya.

"Iya, Mbakyu."

"Wah Bagus, ganteng, gagah. Cocok kalau jadi tentara."

"Kok tentara to, Mbakyu. Aku enggak kepingin punya anak serdadu."

"Loh kepiye to? Tentara itu kan gagah, terhormat, dan ditakuti orang."

"Hehehe, hidup jangan untuk ditakuti to, Mbakyu. Tapi dihargai, dicintai, dan dikasihi."

Sarju hanya tersipu-sipu di balik bokong ibunya. Sesekali ia menatap bakul sayuran yang ngoceh sambil membungkus pesanan ibunya. Mereka kembali menyusuri lorong pasar yang kumuh itu, membeli bumbu dapur, ikan asin, dan oleh-oleh kesukaan Sarju. Dawet Pak Sarimin dan klepon Mbok Guno menjadi oleh-oleh wajib ibunya untuk anak semata wayangnya.

Lorong-lorong pasal sudah sangat sepi, hanya ramai oleh sampah yang bertebaran merata di dasar tanah. Bau busuk sampah organik yang mulai terurai oleh renik-renik menjadi pewangi alami dipadu dengan bau amis ikan yang mulai tidak segar lagi. Bau khas pasar bagian belakang ini menjadi biasa bagi para pedagang yang setia menciuminya setiap saat. Bagi yang pertama kali masuk pasar kecamatan, ini tentu akan menyebabkan mual dan pandangan berkunang-kunang. Petugas kebersihan hanya memungut iuran tanpa pernah membersihkan pasar bagian belakang. Mereka hanya memoles di bagian depan pasar yang memang bukan tempat berjualan barang-barang yang mudah berbau.

Sarju dan ibunya sudah meninggalkan pasar bagian belakang yang kumuh itu. Kini mereka sudah ada di depan pasar bagian Timur.

"Jalan kaki apa naik becak, Le?"

"Jalan kaki saja, Mbok."

"Mau ada yang dibeli lagi tidak, Le?"

"Belikan mainan bedil-bedilan, Mbok."

"Untuk apa?"

"Ya untuk main perang-perangan, Mbok."

"Main kok perang-perangan. Main yang damai-damai saja to.."

"Cuma main, Mbok. Bukan perang sungguhan."

"Walaupun main tetap saja perang, Le."

"Anak laki-laki kan suka main perang-perangan, Mbok."

"Ah sudahlah, beli bola plastik saja ya? Kan bisa main bal-balan, tidak main perang-perangan."

"Kenapa, Mbok?"

"Mbok tidak suka perang!"

"Ah, Simbok. Sudahlah tidak usah beli mainan."

"Lalu?"

"Kita pulang saja, Mbok."

Sujinah melihat raut kekecewaan anaknya terlihat jelas. Mimik muka Sarju berubah seketika, tampak mendung dan muram. Meski tidak menangis tapi Sujinah sadar anaknya telah kecewa kepadanya. Tapi sungguh Sujinah sangat tidak menyukai perang. Sujinah masih ingat bagaimana ia harus kehilangan bapaknya karena perang. Bapaknya yang pejuang kemerdekaan negeri ini mati dalam perang dan tanpa diketahui dimana pusara makamnya. Begitupun suaminya, Bapak dari Sarju yang mati karena mempertahankan provinsi bungsu dari negeri ini. Mayatnya tidak pernah kembali ke pangkuannya, hanya seragamnya saja sampai ke rumah. Sarju tidak pernah tahu kalau bapaknya mati karena perang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro