10. Alarm Otomatis
Jaehwan terlampau bingung harus bersikap seperti apa kepada Jingmi. Kakak kandung mantan kekasihnya itu selalu bersikap dingin kepadanya jika di belakang publik. Ia sekarang tengah ketar-ketir membujuk Jingmi agar mau berbicara kepadanya. Membujuk agar member Dazzle asal Tiongkok ini mau menjadi teman vlog-nya besok malam bersama Zicco untuk konten saluran You Tube.
"Hanya sebentar, Jingmi-ya," rayu Jaehwan seraya mengekori Jingmi masuk ke kamarnya.
Wajah khas Tiongkok Jingmi tetap apatis dengan datar tanpa ekspresi; kening tidak mengerut, sebelah alis tak terangkat, atau bahkan hanya untuk meneguk ludah masygul, itupun tidak. Tubuh jangkung yang melebihi Jaehwan 1 cm ini santai melangkah ke kamarnya.
"Jingmi-ya, nanti akan kubelikan sashimi sebagai jamuan," bujuk Jaehwan dengan nada bass penuh semangat, sepasang netranya berbinar untuk meyakinkan ketulusannya, tak luput senyum ala gula tinggi kalori yang ia miliki.
Tak ada sahutan apa pun. Tampak Jingmi sudah berhasil masuk kamar, membalik tubuh, menutup pintu. Namun, tertahan akan laku Jaehwan yang gesit nyempil di kusen pintu untuk menggagalkan aksi Jingmi menutup pintu.
"Ya!" decak Jingmi. Mukanya mulai menggurat masygul.
"Aku tambahkan jamuanku. Kau sangat menyukai sate, 'kan? Daging yang dipotong kecil-kecil, ditusuk, lalu dibakar, dikasih saus kacang atau kecap pedas itu. Nanti aku akan meminta istriku memasaknya spesial untukmu, Jingmi-ya ...." Masih belum jemu Jaehwan merayu Jingmi.
Jingmi tetap apatis. Masih kuat untuk tak mengata lagi. Menatap datar Jaehwan.
"Tenang. Masakan istriku sangat lezat, Jingmi-ya. Kau pasti akan sangat menyukai masakannya," imbuh Jaehwan.
Jingmi masih seperti patung. Jaehwan tersenyum lebar hingga lekuk kecil di sebelah pipinya tampak sangat. Aura Jaehwan kini sungguh seperti tengah merayu sosok perawan untuk menjadi kekasihnya.
Atas laku Jaehwan dan Jingmi itu, dua member Dazzle yang lain, Jee dan Bora memilih merebahkan tubuhnya ke sofa yang ada di apartemen Jingmi, lelah syuting seharian. Tidak mau urusan atas rayuan maut Jaehwan kepada Jingmi, tak seperti maknae Sejoon yang tengah wajib militer sekarang, pasti akan ikut rusuh membantu merayu.
"Baiklah. Akanku--"
"Singkirkan tubuhmu!" Akhirnya Jingmi menyuara untuk kali keduanya dengan netra lebih masygul.
Jaehwan menyangkal cepat. "Tidak mau. Kau harus menyetujuinya dulu, Jing--"
"Singkirkan tubuhmu!" sergah Jingmi lagi.
Jaehwan bawel, ia terus merayu dengan semangat. "Aku tambahkan--"
"Singkirkan tubuhmu, Shibal!" Jingmi mengatakannya dengan oktaf tinggi hingga Jee dan Bora yang mulai lelap dalam rebahan tubuhnya mendengar, mengerjap.
"Mau, ya, Jingmi-ya ...." Jaehwan pura-pura tak mendengar atas sebutan sarkas Jingmi barusan, merayu lagi dengan nada bass lebih rendah.
"Singkirkan tubuhmu, aku malas melihat wajah pembunuh!" decak Jingmi lagi dengan nada lebih rendah dari sebelumnya, tapi lebih menusuk untuk didengar.
Kali ini Jaehwan memilih membisu dengan hati bagai terhujam sembilu, mengalah dengan mengenyahkan tubuh bongsornya yang berdiri di letak kusen pintu.
Jee dan Bora sendiri dalam rebahan tubuh di sofa ruang tamu memilih pura-pura tak mendengar percakapan. Memejamkan netra, pura-pura tidur.
Jaehwan masih membeku di depan pintu kamar Jingmi yang sudah tertutup rapat. Tubuhnya mendadak terasa lemas. Pikirannya berubah kacau. Serebrumnya otomatis sekali membawanya dalam lima tahun yang telah usai. Sebuah tragedi yang tak bisa dirinya kendalikan.
Sesaat kemudian, Jaehwan membalik tubuh dengan lemas, masih dengan pikirannya yang kalang kabut. Menangkap tubuh Malyeen yang entah sejak kapan masuk apartemen yang gadis itu dan Jingmi ini, terpatung di depan pintu masuk apartemen.
Jaehwan melangkah pelan, mengarah ke sofa yang ditiduri Jee. Mengucap tanpa membangunkan leader Dazzle itu.
"Aku pulang, Hyeong. Aku tidak bisa ikut merayakan ulang tahun Ray bersama kalian malam ini. Aku akan merayakannya sendiri nanti di rumah. Mianhae ...."
Mendengar ketidaksediaan Jaehwan untuk merayakan ulang tahun Ray bersama ini berhasil membuat Jee cepat tanggap membuka mata, beringsut duduk. "Jaehwan-ah," panggilnya dengan netra menyorot Jaehwan yang mulai melangkah pergi.
"Jaehwan-ah!" Mendapat laku Jaehwan itu, Bora pula langsung cepat tanggap layaknya Jee.
"Marahnya akan segera reda, tetaplah di sini. Kita harus merayakan bersama, Jaehwan-ah. Pasti Ray akan sangat bahagia nanti akan kejutan ini. Bukankah itu yang kau pedulikan sejak dulu? Kebahagiaan para fans kita?" ucap Jee setelah berhasil mencegah langkah Jaehwan dengan membuat jalan buntu dengan tubuhnya.
"Jangan begitu, Jaehwan-ah," sela Bora lagi. Tetap duduk di sofanya.
Jaehwan semakin getir. Sebenarnya juga dirinya sungguh ingin merayakan ulang tahun Ray ke delapan ini dengan live Instagram bersama semua member seperti biasa. Namun, sekarang perasaannya mendadak sangat kalut akan omongan kasar Jingmi, ditambah kenangan kelam yang terus terputar dalam otaknya, membuat pikiran dan perasaannya kacau.
"Mianhae, Hyeong. Aku tidak bisa. Untuk kali ini aku akan merayakannya sendiri," jawab Jaehwan, lalu menggeser kedua kakinya untuk mendapatkan jalan yang tak berbuntu.
Jee dan Bora pun akhirnya pasrah. Perseteruan Jaehwan dan Jingmi barusan memang lebih mencekam dari sebelum-sebelumnya. Ini pula kali pertamanya mereka berdua mendengar Jingmi menyebut Jaehwan dengan sebutan sekasar itu.
"Oppa ...." Kini tinggal Mayleen yang menyebut Jaehwan saat lelaki itu hendak keluar apartemen dan terhalang tubuh rampingnya.
Jaehwan malas menyahut, memilih menimpal tatap wajah ayu Mayleen.
"Jangan pernah salahkan dirimu. Kau tidak bersalah, Oppa," pinta Mayleen dengan raut iba akan Jeahwan atas omongan kakaknya yang barusan berhasil ia dengar.
Jaehwan kukuh membisu. Menatap datar Mayleen.
"Maafkan Jingmi Oppa, ya?" lanjut Mayleen, rikuh sekali kepada lelaki yang sebenarnya masih disukainya ini. "Jangan khawatirkan apa pun lagi, ya, Oppa. Aku percaya, roh Changyi mendapatkan karma yang baik oleh Dewa."
Jaehwan mengangguk pelan. Mayleen mengurvakan bibir kenyal merah ranumnya.
"Gomawo," terima kasih Jaehwan.
"Sama-sama," sahut Mayleen, memonoton senyum lagi di wajahnya yang ayu layaknya Yang Guefei, legendaris kecantikan China Kuno. Beralih membukan pintu untuk Jaehwan keluar.
***
Jaehwan sampai rumahnya menjelang waktu isha tiba. Berhasil melihat bagaimana Uzma tengah mengaji di ruang tengah. Tepatnya, Uzma tengah mengajari mengaji anak tetangga rumahnya yang juga Muslim. Dua anak perempuan yang dipasrahkan mengaji ke Uzma; Sarah dan Amala.
Jaehwan mengurungkan niatnya untuk menjejak ke ruang tengah, memilih mengintip Uzma mengajari ngaji lewat tembok pembatas ruang tengah dengan ruang utama. Mengamat bagaimana wajah semringah Uzma tengah mengajari Sarah dan Amala hafalan juz amma dengan fasih, tepatnya surat al-kautsar.
Jaehwan mengurvakan bibir menyimak bagaimana semangat Uzma dengan dua murid unyilnya yang masih umuran kelas lima dan tiga sekolah dasar. Sungguh terhibur akan pemandangan itu, mengenyahkan beban pikiran yang singgah beberapa saat lalu. Pula bersyukur dalam benak sebab telah diijabkan doanya dengan memiliki Uzma sebagai istrinya, sesuai kriteria wanita idamannya dulu.
Memilih menunggu Uzma selesai baru menampakkan diri, Jaehwan beringsut duduk bersila di lantai seraya menyandarkan punggung di tembok. Khidmat mendengarkan suara Uzma yang kini tengah menjelaskan syarat sahnya salat bagi perempuan perihal menutup aurat.
"Bagi perempuan, salah satunya yang sering dilengahkan dalam menutup aurat adalah bagian bawah dagu," Uzma mengiringi perkataannya dengan menunjuk bagian bawah dagu Sarah yang tak sampai terbalut hijab instan biru langitnya.
Sang adik, Amala melengok mengikuti alur sentuh jari Uzma ke bagan bawah dagu Sarah.
"Itu harus ditutup, Eonnie?" tanya Amala.
Uzma mengangguk. "Iya. Bagian ini adalah termasuk aurat perempuan dalam salat, jadi harus ditutupi. Seperti ini," jelasnya kemudian, memberi lihat bagaimana bagan bawah dagu itu harus ditutup. Memajukan hijab instan yang dikenakan Sarah hingga pucuk garis dagu. "Begini."
Sarah dan Amala mengangguk berjamaah. Paham. Uzma mengurvakan bibir mendapati penjelasannya bisa mudah ditangkap.
Di arah Jaehwan, lelaki bongsor itu khidmat mendengar penjelasan Uzma perihal aurat salat perempuan bagan bawah dagu. Ia menjadi teringat, dulu, Noona-nya pula sering diingatkan oleh Umma perihal itu jika sebelum salat. Pasalnya, bagan itu sangatlah rawan akan lalai oleh Noona-nya. Ia pula menjadi teringat, saat kecil dirinya sangat suka mengaji bersama Noona, mengaji kepada Umma.
'Sekarang apa kabar dengan mengaji?'
Jaehwan meneguk ludahnya sebagai jawaban. Mengaji sudah nyaris tak pernah ia lakoni lagi.
Kenyataan itu berhasil menohok dirinya sendiri, menjadi bertanya lagi dalam benak. 'Apakah aku pantas bersanding denganmu, Yeobo? Adakah nyaman terselip padamu akanku yang menjadi suamimu yang banyak lalai ini?'
Jaehwan terhanyut suasana akan resah yang mendadak hadir. Kenyataan mendapatkan Uzma sebagai istrinya adalah sebuah anugerah baginya, tapi ia tidak bisa menjamin jika istri imutnya ini juga demikian. Uzma memang tak pernah berlaku murung kepadanya barang satu kalipun, kecuali untuk bercanda, tapi perihal hati entah bagaimana kabar pastinya.
Jaehwan menghela napas. Mencoba enyah akan pikiran perihal Uzma yang menjadikan resah. Perihal ke arah yang menjadikannya beruntung lagi.
Iya, merasa beruntung karena Uzma juga menjadi alarm otomatisnya. Jika dirinya menjadi alarm otomatis Uzma dalam hal mengingatkan minum air putih yang cukup setiap hari, istri imutnya ini menjadi alarm otomatisnya agar melaksanakan salat fardhu utuh tiap hari.
Jaehwan mengurvakan bibir kenyalnya hingga memamerkan lesung pipit di sebelah pipi. Bersyukur berulang-ulang dalam benak akan anugerah alarm otomatis yang Allah berikan untuknya. Ini sungguh menggembirakan. Hidupnya tak pernah merasa sebersyukur ini setelah sekian lama.
Jaehwan semakin mencintai Uzma. Terbudak cinta. Tak peduli akan perasaan Uzma yang apakah demikian adanya. Sama atau justru kontras. Ia tidak peduli.
_______________
Shibal: sialan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro