Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. KONTRAS🍵

- Ada Apa? -

🍵🍵🍵

"Bukan hanya narkoba yang bahaya, Nal. Tapi semua. Apa pun itu yang bikin candu dampaknya gak akan baik."
- Ardan Elfata Haroon -

"Prat, Ardan di mana?" tanya Risha pada Adam. Cowok itu baru saja selesai menurunkan perlengkapan Barongan dari mobil pick-up.

"Prat-prat, prat-prat. Namaku Adam, woy! Udah potong dua kambing, jangan diganti seenaknya aja!" tukas cowok itu.

Risha memutar bola matanya. "Enakan Damprat!"

"Hu! Dasar ...."

"Udah, woy! Di mana Aron?" potong Risha tidak sabaran.

"Tadi masuk sama ceweknya. Lagi ahem-ahem mungkin."

"Ceweknya?" Risha mengernyit. "Si Lareta ke sini?"

"Mbuh itu cewek namanya siapa. Pokoknya dia ayu," ujar Adam tidak nyambung.

Risha tidak merespons ucapan Adam. Gadis itu masuk ke dalam rumah Ardan begitu saja.

"Lho, ada Risha? Sini, Rish," sapa Lareta. Gadis semampai dengan rambut digerai itu terlihat tengah membuat minuman untuk teman-teman Ardan di luar.

"Eh, iya, Ret. Kamu udah lama di sini?" tanya Risha sambil berjalan mendekati Lareta.

"Baru aja, sih. Soalnya tadi siang aku gak sempet liat Ardan main. Jadi, sekarang aja, deh," ucap gadis itu.

Risha hanya mengangguk-angguk. "Eh, Ardan-nya mana?" tanyanya saat mendapati Ardan tidak ada di sekitar sana.

"Tadi bilangnya mau mandi," ujarnya sambil melirik kamar Ardan. "Ya udah, aku mau keluar dulu, ya. Mau ngasih ini ke anak-anak."

"Oh, iya, Ret."

Setelah berkata demikian, Lareta pun keluar dengan membawa sebuah nampan besar di tangannya.

Risha sendiri, gadis itu langsung berjalan ke arah kamar Ardan. Tangannya bergerak mengetuk pintu kayu di depannya.

"Siapa? Bentar, masih handukan," teriak seseorang dari dalam.

Hening. Risha bergeming.

"Siapa?" teriak Ardan lagi.

Risha mengembuskan napas berat. "El ...."

Mendengar suara itu, Ardan segera menajamkan pendengarannya. "Kamu, Nal?"

"... lagi," lanjut Risha dengan suara lirihnya. Tidak menghiraukan pertanyaan Ardan.

Setelah berkata demikian, badan Risha seketika luruh di depan pintu kamar Ardan.

"Bentar, Nal. Aku lagi koloran." Teriakan Ardan terdengar dari balik pintu.

Risha diam. Sedikit pun tidak merespons ucapan Ardan. Membuat cowok yang memang tengah memakai pakaian itu buru-buru memakainya lalu segera membuka pintu.

"Tumben ... eh, Nala! Kamu ngapain duduk di sini?" Ardan terkejut. Cowok itu terlihat melebarkan mata saat mendapati Risha terduduk di depan pintu kamarnya dengan kepala tertunduk.

"Nala! Kamu kenapa? Kenapa duduk di sini?" Ardan bertanya panik. Cowok itu segera menarik Risha supaya berdiri dari duduknya.

"Lagi, El ... lagi ...," racaunya.

Ardan tidak merespons racauan itu. Ia langsung menuntun Risha masuk sambil pelan-pelan menutup pintu. Tangannya bergerak memeluk. Ardan tahu, saat ini yang Risha butuhkan hanyalah pelukan.

Lima menit berlalu. Posisi Risha dan Ardan masih tetap seperti tadi. Saling memeluk dengan keheningan menyelimuti.

Ting!
Ting!

Suara notifikasi terdengar dari ponsel Ardan.

Terlihat layar berkedip dengan nama 'Lareta' beserta pesan singkat di bawahnya tertera di sana.

Ar, aku pulang dulu. Maaf gak sempet pamit. Tadi bpk tiba-tiba jemput ke sini.

• Besok kita ketemuan di kantin sekolah aja ya.

Cowok itu hanya melirik sekilas. Sedikit pun tidak terlihat niatan ingin membalas pesan singkat itu. Justru sebaliknya, Ardan malah semakin mengeratkan pelukannya dengan tangan yang mengelus lembut punggung Risha.

Punggung Risha memang tidak bergetar. Suara isakan bahkan sama sekali tidak menyapa indra pendengaran Ardan. Namun, hal itu tetap tidak bisa mengelabuhi Ardan. Bersahabat dari kecil sudah cukup membuat cowok itu paham kalau gadis dalam dekapannya itu tengah menangis dalam diamnya.

"Nala ...." Ardan berucap pelan.

Perlahan Risha menarik dirinya. Pandangannya masih menatap ke bawah.

Ardan menyentuh kedua pipi Risha. Menariknya perlahan supaya gadis itu mendongak dan menatapnya.

"Lagi, El ...," lirihnya. Masih dengan kalimat itu.

Ardan sedikit mengernyitkan dahinya. Ia berusaha mengingat-ingat masalah apa yang akhir-akhir ini menimpa Risha.

Detik berikutnya ia mengerjapkan mata. Dirinya sudah ingat apa yang tengah Risha alami. "Sekarang berapa?" tanyanya perlahan.

"Dua puluh juta," lirihnya.

Seketika tubuh Ardan menegak dengan mata melebar. Ia sangat terkejut dengan apa yang Risha katakan.

Namun, Ardan buru-buru mengerjapkan mata. Sesegera mungkin menetralkan ekspresinya di depan Risha.

"Tadi ... telepon?" tanyanya hati-hati.

Risha menggeleng pelan. "Di SMS."

Ardan bergeming. Ia bingung mau merespons apa. Seujurnya, ia sangat ingin marah mendengar apa yang Risha katakan. Namun, ia juga sadar, tidak mungkin marah saat melihat keadaan Risha yang kacau seperti ini.

"El ... Mbah Kakung ngamuk. Dia banting semua barang yang ada di rumah."

"Mbah Uti sama Tiara juga nangis terus dari tadi. Emosi Mbah Kakung makin gak terkontrol melihat Mbah Uti gitu."

Cairan bening kembali mengalir dari pelupuk mata Risha. Membuat Ardan kembali menariknya ke dalam dekapan.

"Mbah gak punya uang. Bawang Mbah lagi gak bagus. Emas yang Mbah Uti punya juga udah digadein buat ngirim uang sebelumnya. Mbah gak mau ngirim lagi tapi SMS yang dikirim bikin Mbah ga bisa mikir lagi."

Risha terdiam. Napasnya tercekat.

Ardan pun tidak bisa berkata-kata. Ia hanya mampu menarik tubuh Risha agar nyaman dalam dekapannya.

"Udah, Nal. Udah malem. Jangan nangis, ya," ucap Ardan pelan. "Pulang, yuk. Tak anterin."

Risha menggeleng.

"Nanti dicariin. Kamu, kan, ga boleh nginep di mana-mana."

Risha kembali menggeleng. Kali ini lebih kuat. "Gak mau, El ... aku gak mau pulang," ucapnya parau.

"Oke, nanti aja," putus Ardan akhirnya.

Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua.

Sebelum akhirnya, Risha mendongakkan kepala dan menatap manik mata Ardan dalam. "El ... makasih banyak," lirihnya.

Ardan mengernyit. "Untuk?"

"Udah mau nerima aku jadi sahabat," ucap Risha sembari menarik diri dari dekapan cowok itu.

Tuk!

"Aw! Sakit, tauk!" Risha mengusap jidat bekas jitakan Ardan tadi dengan bibir mengerucut sebal.

"Nah, ini baru Nala yang aku kenal," katanya.

"Dih, emang tadi siapa?"

Ardan mengangkat bahunya. "Kunti mungkin. Yang suka nangis malem-malem, kan, di ... aw! Sakit, woy!" ringisnya saat merasakan cubitan di paha.

"Rasain!"

Ardan menatap Risha dalam. Detik berikutnya, cowok itu terlihat memegang hidung.

"Dih, kenapa? Kamu kentut?" Risha berucap curiga.

"Kamu abis berapa toples teh, sih, Nal?" ucapnya masih dengan menutup hidung.

Mata Risha melebar. Buru-buru ia mengalihkan pandangan. "Setengah toples, mungkin," cicitnya.

Tuk!

"Jangan sampe kecanduan, wey!"

"Biarin!"

Ardan sontak melotot mendengar kata itu.

"Nal, gini, ya." Ardan menarik dagu Risha supaya gadis itu menatapnya. "Bukan hanya narkoba yang bahaya, Nal. Tapi semua. Apa pun itu yang bikin candu dampaknya gak akan baik."

Risha bergeming.

"Kamu tau dampak makan teh?" tanya Ardan.

Risha menggeleng.

"Besok cari tau. Aku tunggu," ucapnya sebelum kemudian menarik Risha supaya bediri. "Ayo tak antar pulang."

©wishasaaa
28 Mei 2020
Repub: 24 September 2020


Jangan lupa jejaknya, oke. Maacih😙
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro