Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. KONTRAS🍵

- Candu-

🍵🍵🍵

"Selalu ada api sebelum timbulnya asap."
- Kontras -

"Kamu belum pulang?"

Risha kembali mengambil semangka merah di meja, kemudian memakannya. "Belum. Males."

"Entar Mbah Uti nyariin. Pulang gih! Ganti baju!" perintahnya.

Pasalnya, cowok itu agak risi saat melihat Risha memakai kaus seragam Paskibra yang sangat ngepas di badannya itu. Apalagi bawahan rok OSIS pendek yang cewek itu pakai. Sungguh mirip orang tidak punya pakaian.

"Aku bawa baju ganti, kok. Lagian, males, El. Aku juga laper nih. Di rumah gak ada temen."

"Hubungan laper sama gak ada temen apa, sih? Ga nyambung!" Ardan menoyor kepala Risha pelan. "Lagian bukannya tadi habis makan bareng anak Paskibra lain?" lanjutnya.

"Gak. Aku tadi gak napsu makan."

"Lah, tumben," sahut Ardan dengan dahi mengernyit.

Risha berdecak. "Aku tuh tadinya mau cepet-cepet ke sini. Mau jepret kamu yang lagi gila di tengah lapangan tadi. Eh, taunya si Kampret Sigit malah ngulur waktu. Pake segala poto-poto, lagi. Kesel banget, aku!"

"Sigit si ketua Paski itu?"

"Iyalah. Siapa lagi." Risha memutar bola mata malas. "Dia tuh cowok, tapi hobi banget poto-poto. Mana yang jadi sasaran kameraku, lagi. Kampret!"

Ardan melirik Risha malas. "Kamu tuh katanya laper, tapi mulut tetep aja nyerocos kaya burung."

"Ih! Aku lebih heran sama kamu. Kenapa coba sama yang la ...."

"Ish, udahlah!" Ardan menarik tangan Risha sebelum gadis itu selesai bicara. "Ayo makan bareng yang lain. Nunggu kamu ngoceh, setahun baru selesai!"

Tanpa meminta persetujuan, cowok berambut ikal itu menarik lengan Risha hingga keduanya sampai di tempat para pemain istirahat dan makan.

"Kayaknya yang lain masih pada jajan di luar," ujar Ardan setelah menengok ke dalam rumah.

Di sana masih sepi. Hanya ada satu dua orang yang terlihat berlalu lalang di sana. Itu pun orang suruhan pemilik rumah yang ditugaskan menjamu teman-teman Ardan.

"Aku mau manggil mereka dulu. Kamu di sini aja. Ganti baju sana!" lanjut Ardan dengan nada memerintah.

"Sendiri gitu? Gak mau, ah! Aku mau jajan aja mending," sahut Risha hendak melangkah melewati Ardan.

Namun, gerakannya tidak lebih cepat dari gerakan Ardan yang menarik lengannya. "Ganti baju atau nanti pulang sendiri?" tanyanya dengan nada menelisik.

"Sana! Masih banyak yang mau nganterin, kok!" ketus Risha.

"Nala!"

"Ish, iya, iya! Bawel banget, sih, kamu! Kaya emak-emak tau, nggak!"

Setelah berkata demikian, gadis dengan rambut dicepol asal itu berjalan menjauhi Ardan dengan langkah dihentak-hentakkan. Membuat cowok itu memutar bola mata malas.

"Ar, yang lain panggil, sana. Suruh madang." Suara Tegar-Paman Ardan-selaku penanggung jawab sanggar yang Ardan miliki berhasil membuat atensi pemuda itu beralih.

"Yo," jawabnya, lalu mengikuti perintah pamannya itu.

Sanggar Singa Budaya Lestari. Salah satu sanggar terkenal di Jawa Tengah yang tujuan dan pekerjaannya adalah melestarikan patung macan dengan badan kain kuning panjang bermotif loreng. Orang-orang sering menyebutnya dengan Barongan.

Barongan di setiap sanggar memiliki ciri khas dan perbedaan masing-masing. Tarian yang ada di dalam barongan juga macam-macam. Tidak hanya barongannya saja yang dipentaskan.

Seperti barongan punya Ardan. Cowok bermata tajam itu mempunyai berbagai macam tarian yang dapat dipentaskan dari sanggarnya.

Mulai dari Barongan, Dawangan, Jaran Kepang, Burok, Reog, bahkan Leak dan Rewo-rewo. Semua ada di dalam Sanggar Singa Budaya Lestari. Hal itulah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar.

Satu lagi yang membuat sanggar Ardan berbeda. Jarang kerasukan!

Bahkan, hampir tidak pernah kerasukan. Sehingga orang-orang sering memanggil barongannya dengan sebutan 'Barongan Kebal'.

🍵🍵🍵

Risha berjalan memasuki rumah kayu berbentuk limas itu tanpa memedulikan sekitar. Gadis yang sudah berganti pakaian, tetapi masih membawa tas sekolah itu masuk ke dalam kamarnya.

Saat ia hendak keluar untuk membersihkan diri di kamar mandi, seorang gadis kecil tampak berlari ke arahnya. Langkahnya terlihat ringan dan riang. "Mbak Nala sudah pulang, Mbaaah!" teriaknya.

Risha menarik napas berat. "Iya," jawabnya.

"Mbak ... Mbak Nala tadi nonton Mas Pata main, ya?"

"Iya." Risha menjawab sembari berjalan ke kamar mandi. Gadis itu melihat Marsinah tengah mengupas bawang di dapur.

"Mbak Nala beli jajan ndak?"

"Ndak," jawab Risha. Gadis itu sudah masuk ke dalam kamar mandi.

"Laaah, kok endak?"

"Endak, Tiara. Mbak ndak punya uang buat beli jajan."

Mendengar perkataan Risha, gadis kecil berumur enam tahun itu merengek.

"Embaaah ... Mbak Nala ndak beli jajan," adunya.

"Mbak Nala ndak punya uang. Nanti minta ke Bapak aja ya, Nduk," ucap Marsinah.

"Yeaaay! Nanti beli jajan. Mau beli Pop Ice. Mbak Nala ndak dibeliin. Yeay!"

Gadis itu manari-nari dengan riang. Matanya melirik ke arah pintu kamar mandi yang memang letaknya berada di sebelah dapur, disertai dengan juluran lidah mengejek.

"Dimanja aja terus," gumam Risha saat mendengar percakapan itu.

Percakapan antara simbah dan cucu itu masih berlanjut. Namun, Risha tidak ingin mendengarnya. Gadis itu lebih memilih mengguyur seluruh badan dengan air dingin yang ada dalam bak semen di depannya.

Setelah selesai dengan ritual mandinya, Risha pun keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian lengkapnya. Gadis kecil bernama Tiara itu tampak mengekor di belakangnya.

"Mbak Nala ... nanti aku mau beli Pop Ice. Mau minta dibeliin Bapak kalo ke sini. Mbak Nala ndak aku kasih. Biarin!" celotehnya.

Risha hanya bergumam menanggapi itu. Ia lalu masuk ke dalam kamar membiarkan Tiara yang berjalan ke depan televisi masih dengan celotehannya.

Risha merebahkan diri di kasur kapuk miliknya. Matanya menatap ke atas, ke arah genting usang yang tertutup kelambu putih transparan dengan motif burung merak.

Gadis dengan kaus oblong berwarna biru itu kemudian duduk. Ia terlihat membuka ponsel dan menekan aplikasi chat yang ada di sana.

"Nala kangen, Bu ...," ucapnya parau. Matanya menatap lekat-lekat layar ponsel yang menampilkan foto seorang perempuan itu.

Risha menghela napas. Tangannya bergerak merogoh sesuatu yang ada di sudut ranjangnya. Toples kaca.

Risha membuka toples itu, kemudian memakannya dalam diam. Ia selalu begitu. Saat pikirannya kalut, daun teh kering yang selalu orang-orang bilang dengan teh kepyur itulah yang menjadi temannya. Entahlah ... sepertinya, Risha sudah kecanduan.

Ket:
Madang: makan siang.

---
©Wishasaaa
23 Mei 2020
Repub: 24 September 2020

Jejaknya, guys!
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro