27. KONTRAS 🍵
- Persahabatan -
Persahabatan; sebuah hubungan erat yang terjalin antara satu orang dengan orang lainnya, yang dianggap dapat menjadi tempat segala keadaan dan penuh dengan kenyamanan.
Sejujurnya, Risha takut dengan hubungan itu. Takut alih-alih bertahan sampai lanjut usia, malah berhenti di tengah jalan karena gagal melewati cobaan.
Risha juga takut dirinya tidak bisa menjaga kepercayaan. Risha takut, jika ternyata, dirinyalah yang melanggar arti dari persahabatan.
Helaan napas berat lolos dari mulut Risha. Gadis itu berdiri. Melangkah ke jendela kamar yang terpasang besi pembatas, lalu membukanya.
Gelap langsung menyambut pandangan Risha. Silir angin juga tak kalah langsung meniup anak rambutnya.
Risha terdiam. Pikirannya terlempar ke beberapa waktu lalu. Membuat rasa bersalah kembali menyerang. Memporandakan pikiran yang sedari tadi tidak bisa diistirahatkan.
Dirinya menyesal. Sangat. Kepercayaan yang Laura taruh melebihi rasa percaya dirinya padanya, tetapi, kenapa Risha malah dengan seenaknya menyepelekan itu?
Namun, bukan hanya itu yang membuat kepala Risha penuh, akan tetapi juga karena kalimat terakhir yang gadis itu ucapkan sebelum pulang benar-benar memisahkan keduanya.
Risha terdiam setelah Laura melepaskan cekalan di pundaknya. Seolah hipnotis, kalimat yang barusan gadis itu lontarkan berhasil membuat kepala Risha berdenyut.
Belum selesai gadis itu mencerna kalimat tadi, Laura kembali melontarkan kalimat yang membuat dahi Risha semakin mengernyit.
"Ris, aku serius sama kataku tadi." Pandangan Laura menatap lurus netra Risha. "Kalo kamu nggak percaya sama kataku, dan malah tetep percaya sama cowok itu .... "
Gadis itu mundur beberapa langkah. Tangannya bergerak mengambil tas yang terletak di meja belakangnya. "Maaf, Ris." Laura menggendong tas-nya. "Kayaknya ... persahabatan kita cukup sampe di sini."
Risha mengusap wajah kasar. Perkataan Laura itu benar-benar membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih.
Di satu sisi, Laura adalah sahabat. Namun, di satu sisi lagi, gadis itu menyuruhnya menjauhi Naufal, yang notabene-nya adalah sang pacar.
Sekarang Risha harus bagaimana?
Risha berdecak. Dirinya menutup jendela kamar, kemudian berbalik dan membanting tubuhnya ke kasur untuk meredam semua pikiran yang ada di kepala.
"Capek, Ya Allah ... capek!"
Risha mengubah posisi menjadi terlentang. Kepalanya semakin berat. Satu masalah belum selesai, sudah ada masalah lain yang datang menghampiri. Masalah-masalah itu seolah memang sudah niat mengantre untuk segera menyerangnya.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Lampu di rumahnya pun hanya tersisa kamarnya dan kamar Mbah Uti-nya saja yang masih menyala. Bahkan udara dari kipas angin yang meniup tubuhnya saja sudah terasa dingin. Namun, kenapa kantuk belum juga menyerang matanya?
Lagi-lagi helaan napas lolos dari mulut Risha. Netranya tak sengaja menangkap gelang cokelat yang tergeletak di sebelah gulingnya.
Tanpa pikir panjang, Risha mengambil. Menggenggam erat gelang retro yang beberapa waktu lalu Ardhan belikan, yang tanpa sadar, ternyata hari itu merupakan hari terakhir keduanya menikmati angin malam bersama.
Napas Risha semakin memberat. Dadanya bergemuruh. Embusan angin kipas yang tadinya terasa sejuk kini malah tidak terasa apa-apa.
"El, apa gelang ini juga barang terakhir dari kamu?"
"Gimana kabar kamu? Pasti baik-baik aja, kan, El?"
Ini yang Risha takutkan dari hubungan persahabatan. Saling menjauh, bahkan tanpa sedikit pun saling sapa.
Padahal, dulu keduanya bisa dibilang seperti baju dan tubuh, yang selalu menempel ke mana-mana. Namun, kenapa kini malah seperti baju dan baju, yang sejenis, tetapi tidak bisa dipakai secara bersamaan.
"Ya Allah ... kenapa hidupku jadi serumit ini?"
Merasa mengeluh malah membuat dirinya semakin kacau, gadis dengan tinggi 160 cm itu memilih membasuh wajah.
Tiga menit berlalu, kini Risha sudah kembali ke kamar. Kantuk benar-benar seperti menjauh dari matanya.
"Weslah, pasti aku nggak bisa tidur malam ini," gumam Risha sambil mengambil ponsel, "mending scroll TikTok a--eh ...."
Mas Naufal
|| Ris, besok temenin beli buku SBM di gramed, ya.
Deg!
Lima menit berlalu, tetapi Risha masih belum membuka pesan itu. Alih-alih menjawab dan bertanya lebih lanjut, dirinya malah kembali kepikiran Ardhan yang sama-sama sudah kelas 12.
Apa cowok itu berniat lanjut setelah lulus? Apa dia juga akan ambis seperti Naufal sekarang?
Ting! Ting!
Mas Naufal
|| Ris, centang 2 tapi kok nggak dibales?
|| kamu marah?
Entah dorongan dari mana, tiba-tiba jari Risha bergerak sendiri setelah mendapat pesan itu. Jarinya seolah mempunyai nyawa sendiri untuk membuka dan segera membalasnya.
Arisha NV
Iya, Mas. Besok tak temenin, kok 😁 ||
Maaf, habis dari kamar mandi ||
Mas Naufal
|| oalah, oke sip. Besok tak jemput, ya. Biar nanti pulangnya langsung mampir, terus bisa langsung anter pulang kamu kalo udah.
Arisha NV
Oke siap, Mas ||
Runtuh! Runtuh sudah!
Niat hati ingin mencoba apa yang Laura katakan tadi, tetapi kenapa tubuhnya seolah selalu menolak pikirannya yang ingin menjauh?
"Maaf, Ra. Kayaknya aku nggak bisa."
***
"Ra, kok HP-mu ganti? Yang itu ke mana?"
"Ada di rumah. Aku lagi males pake itu. Pake ini juga cakep, kok, fotonya."
Risha melirik Laura di sampingnya. Gadis berginsul itu kini sedang asyik berswafoto dengan Dini--teman sekelas--yang sehobi dengan gadis itu.
Risha tersenyum getir. Tidak henti-henti rasa bersalah menyelimuti. Bukannya semakin mereda, melihat Laura demikian malah membuatnya semakin terkurung dengan rasa bersalah itu.
Laura benar-benar orang baik. Sangat baik, bahkan. Di balik sifatnya yang narsis dan cerewet, gadis itu memiliki sifat yang rendah hati walaupun dia tahu dirinya orang mampu. Peduli dan tidak tegaan juga mendominasi dirinya. Bahkan, gadis itu sering tidak segan menyumbang apa yang kelas butuhkan jika ada kegiatan.
"Iya, sih, bagus." Tiba-tiba Dini melirik Risha sinis. "Tapi serius HP-mu yang itu di rumah, kan?"
Laura mengernyit. "I-iya di rumah."
"Oke. Kirain dimaling orang buat bayar utang emaknya."
Deg!
Tangan Risha seketika mengepal. Dirinya bukan orang budek, juga bukan orang bodoh yang tidak tahu maksud di balik perkataan Dini barusan. Sindiran yang disertai lirikan sinis itu benar-benar membuat amarah Risha terpancing.
Srek!
"Eh, udah, kan, Din? HP-ku kayaknya lowbet, nih. Selfie kita nanti lagi aja, ya."
Beruntung Laura langsung bertindak saat melihat Risha hampir kelepasan. Dini juga langsung pergi setelah Laura berkata demikian. Jadi, kelas bernuansa abu-biru itu tidak akan terjadi keributan di pagi ini.
"Udah, Ris. Kamu jangan mudah kepancing gitu, dong. Bukannya kapok, mereka malah semakin seneng ngejek kamu. Aku percaya kamu, kok."
Risha mendesah. Perkataan Laura benar. Dirinya harus banyak bersabar mulai sekarang.
Tidak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Pelajaran Bu Sri yang rasanya baru mulai, kini ternyata sudah berakhir dengan bel istirahat sebagai tandanya.
"Baik, Anak-anak. Pelajaran Ibu akhiri, ya. Selamat istirahat!"
Semua murid langsung bergegas memasukkan alat tulis mereka ke tas, bahkan, banyak juga yang hanya menyimpannya di loker meja. Agaknya, cacing-cacing di perut mereka sudah pada berdemo.
"Sorrry, Ris, aku harus ke ruang BK buat latihan lomba speaking English kamu ke kantin sendiri nggak apa-apa, kan?"
Risha terkekeh. "Nggak apa-apa, Raaa. Kamu, nih, kayak sama siapa aja."
Gadis itu ikut terkekeh. "Iya juga, ya. Dulu, kan, kamu ditakutin karena wajahnya galak." Lama-lama Laura terbahak. "Pasti enggak ada yang berani."
Risha tersenyum getir. Itu ... dulu, Ra. Sekarang kebanyakan pada ngeledek. "Wes, wes, sana pergi. Nanti telat, lho."
"Oke, Bebcuuu! Kalo ada apa-apa, telepon, ya. Nomorku udah ada di HP-muuu!"
Risha terkekeh sembari menggeleng. "Kebiasaan, deh. Kalo ngomong sambil lari."
Tidak lama setelah Laura pergi, Naufal datang ke kelas Risha. Seperti hari-hari sebelumnya, keduanya menghabiskan waktu kalau tidak di kantin ya, pasti di perpustakaan. Kini, opsi kedualah yang menjadi tujuan mereka.
Keduanya berjalan beriringan menuju perpustakaan. Letaknya yang di pojok, membuat kedua sejoli itu harus melewati banyak siswa yang berada di koridor. Bahkan, melewati kelas 12 juga karena letaknya yang masih satu lantai, walaupun beda gedung.
Dua anak manusia dengan perbedaan ketinggian minim itu tampak serasi saat berjalan beriringan. Keduanya tidak sadar, serasinya mereka, ternyata tertangkap oleh mata seseorang.
Keduanya akhirnya sampai di perpustakaan. Ruangan penuh buku itu kini tampak ramai dengan siswa kelas 12. Maklum, sebentar lagi ujian.
Tidak perlu waktu lama, kini Risha-Naufal sudah berhadapan dengan buku mereka masing-masing, sampai akhirnya, pikiran mereka larut dengan banyaknya kalimat yang tertulis di buku yang mereka pegang.
"Mas, laper," adu Risha setelah lima belas menit keduanya diliput keheningan.
"Eh, iya. Ayo makan dulu."
Meninggalkan buku-buku mereka yang berserakan, Risha-Naufal memilih ke kantin terlebih dahulu.
Risha melihat Laura di tengah perjalanan. Gadis itu tampak tergesa-gesa berjalan ke arahnya.
Plak!
APA TUH?
sampe bunyi, gais 😶
Btw, ini 1350+ word. Rada banyak dikit gapapa kan ya? Ehe 🌝
Okey! See u next part!
5/8/21
©wishasa
....
Jangan lupa jejaknya ya, gais! Follow juga akun ig @wishasaaa. Rencananya, bulan ini akan ada something 🌝
👇 pencet, oghey 😚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro