Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22. KONTRAS 🍵

- Guncangan -

"Rishaaa! Risha Risha Risha!" Laura berteriak tepat saat kakinya melangkah keluar dari mobil yang mengantarnya. Gadis itu bahkan sampai diteriaki oleh sang ayah lantaran lupa untuk salaman.

"Apa, sih, Ra. Heboh banget. Mbok hati-hati gitu, lho," omel Risha ketika Laura sudah ada di hadapannya.

Bukannya menggubris, Laura malah buru-buru menarik Risha masuk ke sekolah, dan masuk ke dalam toilet. Tangan gadis itu kemudian terlihat mengambil sesuatu dari dalam tasnya, lalu dengan secepat kilat, ponsel yang layarnya sudah menyala itu kini sudah berada di depan muka Risha.

"Sek sek, Ra. Ini jangan deket-deket, aku nggak liat tulisannya, tau." Risha menjauhkan ponsel Laura dari depan wajahnya. "Ada apa, sih, sebenernya?"

"Coba liat," kata Laura mengabaikan ocehan Risha.

Dahi Risha mengernyit mendengar nada bicara gadis di depannya. Gelagatnya pun terasa aneh. Tidak biasanya Laura bersikap demikian.

Sadar ada yang tidak beres, Risha akhirnya menatap layar menyala yang ada di hadapannya.

Deg!

Mata Risha seketika membulat sempurna. Jantungnya pun ikut berdetak tidak karuan.

Risha menatap Laura yang juga tengah menatapnya. Keduanya saling tatap dengan mulut yang sama-sama bungkam.

"Itu ... beneran, Ris?" tanya Laura akhirnya.

Risha mengalihkan pandangan. Pikirannya mulai berkelana. Risha jadi paham kenapa banyak orang yang menatapnya aneh pagi ini. Ternyata ini sebabnya.

"Ini ... dari siapa?"

"Aku enggak tau." Laura menggeleng. "Pokoknya itu udah rame di SW anak sini dari semalam." Laura mengambil ponselnya dari tangan Risha. Gadis itu seperti tengah mencari sesuatu di sana. "Nih, liat."

Risha kembali mengambil ponsel milik Laura. Lagi-lagi matanya membulat. "Serame ini?"

Gadis yang masih memakai jaket Jeans berwarna maroon itu mengangguk. "Emang kamu nggak liat hp dari semalam?"

Risha tertegun. Gadis itu buru-buru mengaktifkan ponselnya yang baru saja ia cabut dari charger sebelum berangkat tadi. Dirinya ingat sekali, semalam ketiduran setelah kecapean menangis, dan paginya pun langsung ngecas ponsel lantaran baterainya yang sudah sekarat.

Risha mematung setelah melihat story WhatsApp teman-temannya yang sudah penuh dengan poster jual rumah miliknya. Chat-nya pun penuh dengan nomor tidak dikenal lantaran nomornya tercantum di poster itu.

Siapa pelakunya?

Kenapa tega melakukan hal demikian?

Dari mana dia tahu?

Sebahaya itukah tidak melihat ponsel barang semalam?

Berbagai pertanyaan bermunculan di kepala Risha. Semua berputar seolah tengah mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri.

Satu hal yang membuat Risha mengernyit dahi dalam-dalam. Caption pertama di poster itu, sebelum akhirnya buram karena di screenshot oleh banyak orang.

Caption singkat, tetapi kalimat yang tertulis berhasil mengumbar privasi yang sudah Risha tutup rapat-rapat.

Sing kelebihan dunyo bisa dibantu, gaes. Kanggo bayar utang.
(Yang kelebihan harta bisa dibantu, gaes. Untuk bayar hutang.)

Begitulah kalimat yang tertulis di caption postingan pertama.

"Kamu liat ini pertama kali di SW siapa, Ra?"

Laura terlihat mengingat-ingat. Jarinya kemudian bergerak men-scroll layar ponselnya.

Tak lama kemudian, Laura kembali mendongak. Kepalanya menggeleng. "Lupa," katanya lesu, "di sini yang pertama itu Rofi, tapi aku inget banget, bukan Rofi yang aku liat pertama kali tadi malem."

Rofi. Risha tahu anak itu. Anak kelas sebelah yang juga ikut ekstrakurikuler Paskibraka sama dengannya.

Laura terlihat hendak membuka suara. Namun, suaranya tidak lebih cepat dari bel masuk sekolah. Membuat kalimatnya mau tidak mau akhirnya kembali tertelan bulat-bulat.

"Ya udah, Ris. Ayo masuk kelas," kata Laura akhirnya. Tangannya menarik lengan Risha. "Ayooo. Kamu mau ngapain lagi di sini? Mau pipis?" tanyanya saat sadar tubuh Risha tidak bergerak.

Risha menggeleng. "Enggak, Ra. Aku mau pulang aja."

"Loh, kok pulang, sih?"

Risha terdiam.

"Kamu takut?"

Lagi-lagi Risha hanya diam.

Laura menghela napas. "Udah gak papa. Gak ada yang bakal bully kamu, kok."

Risha menggeleng. Menyalurkan lem perekat tak kasat mata ke telapak kakinya.

"Ris, sekolah kita itu negeri. Kamu tau, kan, gimana peraturan-peraturan di sini?"

Risha mengembuskan napas berat.

Mereka emang enggak bully secara langsung, Ra, tapi tatapan mereka. Tatapan mereka berhasil bikin aku ketusuk sampe ke dalem-dalem.

Aku juga belum siap dapet pertanyaan-pertanyaan dari mereka, Ra. Bahkan pertanyaan dari kamu juga aku belum siap.

"Ayolah, Ris." Laura masih kekeh membujuk Risha.

"Oke," putus Risha akhirnya, "tapi nanti kalo udah masuk kelas, kita gak usah ke mana-mana, lho. Udah di kelas aja. Gak boleh jajan juga."

Laura hendak memprotes, tetapi langsung diurungkan setelah mengingat keadaan sahabatnya. "Hm, demi fotograferku yang cantik, iya, deh. Modelnya ini bakalan ngalah."

Risha melirik sembari tersenyum meledek, sebelum akhirnya, keduanya memutuskan untuk berlalu dari dalam toilet.

Risha menghela napas berkali-kali saat dirinya sampai di pintu kelas. Mulutnya bahkan sampai capek mengembuskan napas untuk menenangkan jiwa raganya.

Beruntung lorong sekolah sudah sepi sekarang. Jika tidak, entah apa yang terjadi dengannya saat ini.

Belum pernah Risha merasa se-nerveus ini sebelumnya. Bahkan, ketika dia membawa baki di upacara tujuhbelasan kemarin, dirinya tidak separah ini.

Risha menoleh ke arah Laura yang ternyata juga tengah menatapnya.

Gadis itu mengangguk. Tangannya bergerak mengusap pundak sahabatnya untuk menyalurkan ketenangan.

Risha ikut mengangguk. Bibirnya melengkungkan sabit manis yang berhasil membuat Laura tersenyum lega karenanya.

Risha kembali menghela napas. Dirinya memasuki kelas dengan sebisa mungkin menampilkan wajah seperti biasa.

Tanpa salam, tanpa sepatah kata, Risha dan Laura memasuki kelas yang sudah penuh oleh penghuninya.

Diam-diam Risha tersenyum lega. Tuhan benar-benar Maha Adil dan Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Anak-anak di kelas Risha kini sedang sibuk saling menyalin tugas satu sama lain. Mereka bahkan sampai tidak sadar jika ada orang yang semalam menjadi bahan pembicaraan mereka, baru saja memasuki kelas.

***

"Ris, itu bener rumah kamu?"

"Rumah kamu mau dijual? Udah laku belum?"

"Emangnya kamu punya utang berapa? Kok sampe jual rumah?"

"Ayo, Ris."

Dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang menusuk gendang telinga Risha sedari Laura pergi ke toilet, hanya satu yang berhasil menarik perhatiannya. Sebuah kalimat ajakan, diikuti tarikan di lengan itulah yang berhasil menarik perhatian.

Hayo siapa yang ngajak Risha barusan? 🌝

Siapa yang bikin SW poster itu pertama kali? 🌝

_________________
©Wishasaaa
Senin, 7/6/21
10.31 WIB

Jejaknya, uhuq! 😙❤
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro