Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20. KONTRAS 🍵

- 20. Pintu -
-----------------

"Dari luka, rasa dewasa itu datang.
Dari luka, sendiri itu teman.
Dari luka, berdiri sendiri itu kewajiban.
Namun, dari luka pula, akal sehat bisa hilang."
- Kontras -

Risha menenggelamkan wajah di bantal kapuk miliknya. Matanya memanas. Dadanya bergemuruh. Kepalanya berdenyut seakan ingin meledak menumpahkan segala isi. Pun kamar yang seharusnya dingin karena hujan, kini malah terasa panas seolah berada di tengah gurun yang sangat luas.

Pikiran pun kini melanglang buana tidak tentu arah. Semua cobaan yang tengah menimpa ini benar-benar membuat Risha tidak habis pikir.

Beberapa waktu lalu, Mulyadi sudah menggadaikan semua emas milik Marsinah. Bahkan, sertifikat sawah kini sudah tidak ada di rumah, melainkan berada di bank karena sudah digadaikan dengan uang.

Entah dosa apa yang pernah keluarga gadis itu lakukan di masa lalu. Entah kesalahan apa yang pernah keluarganya perbuat di masa itu. Semua berjalan tanpa diduga. Bergerak tanpa aba-aba dengan takdir yang Risha harap hanya ilusi belaka.

Namun, sayang. Semua bukan hanya harapan semata, tetapi memang benar nyata adanya. Bahkan, sudah benar-benar terjadi dengan akhir yang belum terlihat ujungnya.

Jujur saja, rasanya, keadaan benar-benar berubah setelah hari bahagia itu terlaksana.

Senyum merekah dari seorang janda muda, dengan perjaka yang umurnya lebih tua itu berjalan dengan lancar sampai tamu undangan kembali ke kediaman. Pun kedua mempelai yang malamnya langsung pulang ke rumah hasil jerih payah sang wanita setelah ijab kabul sah terucap di rumah orang tuanya.

Hari-hari berjalan dengan semestinya. Lengkungan manis khas pengantin baru terus terpartri sampai kabar bahagia pun akhirnya terucap. Menerbitkan harapan sekaligus rasa khawatir di setiap langkah calon ibu dan anak itu.

Trimester pertama terasa berat. Bahkan keluar masuk rumah sakit sudah lebih dari lima kali. Dokter bilang, selain karena meningkatnya hormon kehamilan yang dilepaskan oleh plasenta, mual sampai kekurangan cairan itu disebabkan karena kehamilan yang berjarak sepuluh tahun dari yang pertama.

Akan tetapi, dugaan itu tiba-tiba terpatahkan oleh dugaan lain.

Saat kediaman calon ibu itu dikunjungi oleh kiai dan 'orang tahu' yang dibawa oleh calon ayah, katanya, hal itu disebabkan karena adanya 'gangguan', juga karena keris yang tertanam di sudut rumah sana. Hal itu membuat beberapa ritual akhirnya dilakukan, seperti menanam ayam cemani, dan beberapa rajahan, agar 'mereka' tidak lagi mengusik karena sudah ada kesepakatan.

Benar saja. Setelah benda itu 'ditanam', keadaan menjadi membaik. Selain calon ibu itu pulih sampai proses persalinan, ekonomi pun ikut meningkat seketika. Entahlah ... mungkin ini hanya kebetulan.

Namun, seperti halnya roda. Ada kalanya berada di puncak, ada kalanya kembali ke dasar. Ekonomi keluarga kecil itu kembali surut. Entah karena 'mereka' mengusik lagi, atau memang sudah jalannya--yang pasti, waktu itu, tanaman yang mereka tanam rusak. Harga jual pun anjlok sampai ke dasar. Hal itu juga berimbas ke usaha jajanan kecil yang tengah mereka rintis menjadi sepi dan tidak bisa balik modal.

Beberapa bulan berlalu, keluarga itu merasa tidak ada perubahan. Malah yang ada hanya lubang hutang di mana-mana.

Pusing, waswas, khawatir. Bak bau tumpukan sampah, rasa itu menghantui di setiap langkah. Suatu niat pun akhirnya tercipta setelah merasa opsi lain tetap tidak berguna.

Kalimat, "Aku tidak mau merantau lagi kalau sudah punya anak." Akhirnya harus kembali dijilat, setelah nyatanya, sang pengucap malah memilih meninggalkan dua putri dan suaminya demi mencari cuan ke Republik Tiongkok.

Entah itu penyebabnya, atau memang sudah jalannya. Nasib sial malah menimpa ibu dari dua putri itu setelah satu tahun bekerja di sana.

Semua harta ludes. Tidak hanya yang ada di Taiwan, bahkan Syafitri--ibu dari dua putri itu--sampai nekat meminta ke keluarga di rumah saking tertetekannya.

Tidak ada kronologis yang terucap dari bibir wanita itu. Dikatakan ditipu pun tidak tahu, karena ditelepon saja tidak pernah diangkat. Hanya kata, "Mak, tolong transfer ke rekening ini, nanti uangnya bakal balik kalo sudah lewat beberapa menit. Mamak dan anak-anak tunggu saja di depan bank dulu." Yang tertulis setiap mau meminta uang di pesan singkat.

Herannya, tidak ada rasa ragu, sang ibu itu benar-benar menuruti permintaan sang anak. Bahkan permintaan untuk menunggu di depan bank saja benar-benar dituruti dengan harapan besar yang menyelimuti.

Wajah-wajah lugu itu termenung di pojok tempat parkir setiap kali selesai men-transfer uang. Tatapan aneh dari orang yang melihat, tidak sedikit pun mereka pedulikan. Harapan untuk mendapat segenggam uang selalu terbayang tiap kali rentetan kalimat manis di pesan singkat itu muncul di ponsel jadul yang dipunya.

Hal itu terulang berkali-kali. Namun, berkali-kali pula mereka pulang hanya dengan senyum paksaan. Seperti kemarin. Pak Satpam yang menjaga di sana saja sampai hafal dengan wajah-wajah mereka saking seringnya.

Lalu kini, kata Marsinah, kemarin Syafitri meminta lagi. Kalimat dalam pesan singkatnya bahkan lebih mengiris dari sebelumnya.

Risha ingat betul saat tadi dirinya diperlihatkan isi pesan itu. Kata demi kata yang tertulis benar-benar membuat Risha ingin memaki semua orang yang ada di sekitarnya.

Bukan lagi karena uang yang akan kembali dalam beberapa menit yang ibunya katakan, tetapi sekarang karena hutang di Taiwan yang sudah dikejar pemiliknya agar segera dibayar.

Sialan! Siluman berwujud manusia apa lagi yang berani membuat ibunya seperti itu!

Risha tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya di posisi kedua simbahnya setelah membaca pesan singkat itu. Di umur yang seharusnya dinikmati dengan sukacita, malah keduanya lalui dengan penuh lara.

Marsinah bilang, tadi Mulyadi langsung menyebut setelah mendengar wanita paruh baya itu membaca ponselnya. Raga yang lelah setelah pulang dari sawah seolah semakin diremukkan hanya dengan rentetan kata.

Memang benar kata orang. Sekecewa-kecewanya induk terhadap anaknya, pasti tidak pernah tega  menelantarkannya begitu saja.

Sebuah bayangan yang tadinya hanya bayangan semu, akhirnya kini nyata. Rumah yang seharusnya menjadi pegangan, kini harus benar-benar diikhlaskan.

Mulyadi sudah pernah ada niatan menjual rumah itu untuk modal menanam bawang yang sudah dikorbankan untuk Syafitri, tetapi diurungkan lagi saat berpikir buka tutup lubang masih bisa ia lakukan. Namun kini, akhirnya niatan itu menjadi nyata, bukan lagi untuk modal menanam bawang, tetapi untuk menutup semua lubang yang telah digali agar tidak mematikan.

Apalagi setelah mendengar Syafitri ditanya via SMS tidak pernah dibalas, ditelepon pun tidak pernah diangkat. Malah nomor Whatsapp sang suami diblokir begitu saja tanpa alasan. Aq

Itulah yang membuat tekad Mulyadi menjadi bulat untuk menjual rumah. Ucapan orang setelah tahu nanti, yang dulunya benar-benar ia pikir matang, kini sudah tidak dipedulikan lagi.

Kini tinggal Risha dan Marsinah. Keduanya harus siap melepas telinga ketika rumah kayu itu akan benar-benar dicabut dari kebunnya.

"Aaargh!" Risha berteriak kencang. Kepalanya terasa ingin meledak memikirkan semua itu.

Ekonomi yang semakin mencekik, ditambah permasalahan pribadi yang semakin rumit. Semua seolah bekerjasama untuk meruntuhkan benteng pertahanan yang dibangun mati-matian.

"Ya Gusti, tolong ringankan beban keluargaku. Tolong tunjukkan jalan keluar dari semua cobaan ini ...."

🍵🍵🍵

Langkah ringan membawa gadis berkucir kuda melewati ramainya koridor sekolah. Senyum manis selalu terulas ketika ada orang yang menyapa. Ternyata selain membuat lebih dekat dengan para guru, menjadi anggota Paskibraka juga membuat menjadi lebih dikenal oleh penghuni sekolah.

Ah, jika keadaannya terus seperti ini, Risha rasanya tidak ingin meninggalkan sekolah, biar bisa selalu menerbitkan sabit dari bibirnya.

"Wey! Cerah banget auranya." Seorang cowok muncul dengan wajah tengil. Detik berikutnya, kepalanya menoleh ke belakang, lalu kembali menoleh ke arah si cewek dengan raut wajah yang semakin menjengkelkan. "Cieee, Risha disapa fans-nya, nih, cieee ...," katanya sambil terbahak.

"Opo, sih."

"Halah, fans-nya uwes akeh ki wes rak usah malu-malu lagi, Rish," ujarnya. Tampak semakin gencar menggoda Risha.

"Rak, kamu tuh kalo mau jadi fans asli, gak usah sungkan, deh. Sini buku kamu, biar tak kasih tanda tangan buat koleksi."

Raka semakin terbahak mendengar kalimat itu. Raut Risha yang tengah jengkel seolah hiburan tersendiri bagi dirinya.

Risha hanya mendengkus. Mengabaikan wajah tengil cowok di sampingnya.

"Eh, ojo cepet-cepet, Rish. Emang meh apa kok buru-buru?" Raka berteriak saat melihat langkah Risha semakin jauh dari dirinya.

"Meh pergilah. Di sini ada orang gila!"

"Wah, kampret kamu, Nak! Orang cakep gini dipanggil orang gila," cibir Raka sembari menyejajarkan langkahnya dengan langkah Risha, "ey, jangan cepet-cepet. Aku meh tanya, nih."

"Meh tanya apa?"

"Nah, gitu, dong." Raka tersenyum saat langkah Risha memelan.

"Meh tanya apa, Rak? Astaghfirullah ... PR-ku belum jadi, nih!" desak Risha. Langkahnya berhenti saat melihat Raka malah bungkam.

"Kamu beneran pacaran sama Naufal?"

***

Keterangan:
- uwes akeh ki wes rak usah malu-malu: udah banyak tuh gak usah malu-malu.
- Meh: mau
- Ojo: jangan
__________________________

Gimana? Udah cerah kayak muka Risha belum, gais? 😂

Btw, aku mau ngasih visual Risha sama Ardan, loh. Ada yang kepo?

Di part setelah ini, ya 😝

Kamis, 25 Februari 2021
©Wishasaaa

Tbc!
Jangan lupa jejaknya, guys! 😝❤
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro