Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. KONTRAS🍵

- Pengalih -

🍵🍵🍵

"Terkadang, kebohongan muncul bukan karena kemauan, tapi karena keterpaksaan."
- Kontras -

"Nala!"

Gubrak!

Kluntang!

Risha terjatuh bersamaan dengan tumpahnya teh yang berada dalam toples tadi ke lantai. Matanya seketika bergerak cepat menatap tajam sosok yang tengah berdiri di pintu kamarnya dengan muka datar itu.

"Elfata! Masa depan kamu minta ditendang, ya!"

Seakan tidak peduli dengan ucapan ketus itu, cowok tadi malah terlihat berjalan ke arah Risha dengan wajah datarnya. "Udah aku duga," gumamnya.

Risha melirik sekilas. Malas merespons, Ia malah terlihat sibuk memunguti teh yang tadi terjatuh, membuat cowok tadi berdecak, lalu ikut jongkok di sampingnya.

"Tuman banget makan ginian! Makanan yang enak banyak, loh, Nal."

"Iya, yang enak banyak. Tapi yang bikin aku tenang cuman ini."

"Bego!"

"Porah!"

"His, ngeyel!" Cowok itu tiba-tiba berdiri. "Melu aku aja, ayok!" ajaknya. Tangannya bergerak hendak menyeret lengan Risha.

Risha yang kaget pun refleks menyembunyikan tangannya di balik badan. Ia menatap horor tangan yang hendak menggapai lengannya itu. "Kalo kamu mau minta buat nemenin cari bunga di kuburan, aku gak mau!"

"Ini hari minggu, wey! Ya kali! Emang tiap hari aku makan kembang?"

"Bisa jadi. Apalagi besok, kan, kamu pentas."

Pemuda berbaju merah itu memutar bola mata malas. "Kok, ngeyel! Udahlah, ayo cepetan ikut!"

"Bentar, kampret! Tehnya diberesin dulu! Nanti kalo ketahuan Mbah Uti bisa kacau!"

Ardan—pemuda yang dipanggil El tadi—mengembuskan napas malas. Cowok itu kemudian berlari ke luar kamar, lalu secepat kilat masuk kembali dengan tangan kanan yang sudah membawa sapu.

Melihat hal itu, mata Risha kontan melebar. Tangannya refleks bergerak menahan pergerakan Ardan yang ingin menyapu tehnya. "Jangan disapu, El! Sayang! Kemarin baru beli."

"Nanti aku beliin selusin!" celetuk Ardan sambil menyapu teh itu dengan cekatan.

Tidak! Tehnya tidak dibuang di tempat sampah, melainkan cuma dialihtempatkan menjadi di bawah kasur. Apa-apaan, coba?

"Buat apa disapu, kalo ujung-ujungnya juga ditaro di sana?"

"Ish! Darurat, Nal! Lagian ngapain, sih, nyemilin teh kaya gitu? Enak juga keripik singkong!"

"Mbuh!"

🍵🍵🍵

"Kampret! Kamu dari tadi seret-seret aku kayak kambing cuma buat nemenin nonton ini?" Risha bertanya dengan nada tidak habis pikir. Matanya melirik sinis ke arah Ardan yang malah tampak stay cool dengan wajah datarnya.

Pasalnya, Ardan tadi naik motor kebut-kebutan dari rumah Risha ke desa tetangga secara tidak sabar, itu hanya untuk menyuruh Risha menemani cowok itu menonton lomba panjat pinang! Astaga! Coba bayangkan! Bagaimana Risha tidak kesal, coba?

"Sengaja," jawab Ardan enteng, "biar kamu nggak nyemilin teh mulu di rumah!"

Dan juga biar kamu gak kepikiran terus-terusan tentang hal itu, lanjutnya dalam hati.

"Gundulmu!"

Ardan hanya terkekeh menanggapi umpatan itu.

Ardan Elfata Haroon, sering dipanggil Ardan di kalangan teman-temannya. Seorang pemuda tinggi pemilik sanggar Singa Budaya Lestari. Sanggar seni Barongan yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan di kalangan pecinta seni.

Namun, seperti halnya Risha, cowok itu juga mempunyai panggilan khusus dari Risha serta keluarganya.

Elfata, itulah panggilannya bila di rumah dan juga panggilannya dari kecil semenjak masih bersama sang ibu. Jadi, tidak heran jika Risha memanggilnya dengan nama El saja karena ia merupakan tetangga sekaligus sahabat kecil cowok itu.

Bahkan, saking dekatnya mereka, pagi, siang, sore, malam, keduanya hampir tidak pernah absen untuk bertemu. Walau sekadar mengganggu, bercanda, atau cuma main pelotot-pelototan, tetapi, salah satunya pasti selalu menyempatkan diri untuk berkunjung.

Cowok berkulit kuning langsat itu terlihat sudah memusatkan pandangan ke arah pohon pinang yang ditanam kembali ke tengah lapangan. Risha pun mau tak mau jadi ikut memperhatikan pohon itu.

Hening kini menyelimuti keduanya.

Karena merasa aneh, Ardan pun melirik Risha dari ekor matanya. Terlihat, gadis itu tengah fokus menatap para gerombolan pemuda yang setiap kelompoknya terdiri dari lima orang—tengah siap-siap di sana. Pantas saja diam.

Semoga ini bisa ngalihin kamu dari semua bayang-bayang itu, Nal, ucap Ardan dalam hati, sebelum kembali memperhatikan pohon pinang tadi.

Peserta yang beranggotakan laki-laki muda dan sebagian masih duduk di bangku sekolah itu terlihat tengah berkerumun dengan anggotanya masing-masing. Mereka seperti tengah mengatur strategi untuk bisa menggapai puncak pinang di atas sana.

Mulai dari jajanan ringan, kopi sachet-an, kaus, bir, sepeda, televisi—tentu hanya kardusnya saja, sampai IPhone keluaran terbaru. Semua sudah terpasang di puncak pohon pinang. Membuat mata semua orang dengan lapar menatap hadiah-hadiah itu.

Saat MC tengah memperkenalkan dari RT berapa saja yang ikut lomba tersebut, mata Risha seketika dibuat memicing ketika pandangannya jatuh ke arah cowok jangkung yang hendak mencopot kaus.

"El! Naufal ikut?" pekik Risha ketika tersadar siapa orang itu.

"Iyo."

"Anjir! Kok kamu tau, sih, El?"

"Gak tau. Mungkin kebetulan," jawab Ardan seadanya. Padahal, ia memang tahu kalau RT Naufal ikut dan cowok itu salah satu perwakilannya.

"Kita jodoh emang," celetuk Risha seketika, membuat Ardan yang gemas akhirnya menjitak kepalanya.

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Keduanya kini memfokuskan pandangan ke arah pohon pinang—ralat—hanya Ardan yang menonton ke arah pohon, sedangkan Risha matanya sedari tadi tidak lepas dari gebetannya itu.

Satu-persatu kelompok sudah mulai mencoba bahu-membahu menaiki pohon yang sudah berbalut oli itu. Namun, satu kelompok pun belum ada yang bisa sampai atas. Bahkan, baru setengahnya saja sudah pada jatuh.

Hingga, tibalah di kelompok yang ditunggu-tunggu. Kelompoknya Naufal.

Sorak-sorakan semakin terdengar nyaring meneriaki nama peserta di sana. Selain karena anggota kelompok mereka yang paling muda, wajah mereka juga menjadi faktor utama para gadis semakin ganas berteriak.

"Ish! Berisik! Jadi pengen colok itu mata cewek-cewek yang fokus ngeliatin Naufal. Pengen aku ulek rasanya!"

Ardan hanya bisa memutar bola mata malas, saat lagi-lagi Risha melontarkan kalimat yang sama dengan kalimat pertama saat cewek itu melihat Naufal ikut lomba.

"Nala ...."

Risha menoleh malas. "Apa?"

"Berisik."

Risha melotot mendengar itu. Tangannya sudah hampir mencubit Ardan, tetapi perkataan cowok itu berikutnya membuat marahnya hangus seketika.

"Mau beli jajan?" tanyanya.

"Beneran? Mau!"

"Dih, tadi kayaknya mau nyubit, deh. Kok gak jadi?"

"El ... jangan ngeselin, deh!"

Ardan terkekeh. "Yo wes, ayok."

"Ayok! Beliin sosis, Pop Ice, sama siomay, ya!"

"Hm, iyo."

"Yeay!"

Risha dan Ardan pun akhirnya pergi membeli sesuatu yang disebutkan tadi. Gadis bermata coklat temaram itu bahkan sampai melupakan orang yang ia puji-puji sedari tadi hanya demi makanan. Aneh, memang.

Setelah lama berputar-putar dan mengantre di beberapa bagian, akhirnya, antrean lama itu berhasil membuat Risha tersenyum lebar. Gadis itu mengangkat kantung kresek berisi jajan yang disebutkan tadi dengan senyum merekah.

"El baik, deh," pujinya sambil meminum Pop Ice.

"Asli baik dari dulu."

"Hilih, cuma sekarang doang kayaknya, kok." Risha mencibir sambil menahan tawa, sedangkan Ardan sendiri, cowok itu hanya menoleh malas ke arahnya.

"Makasih, El."

Ardan mengernyit.

"Buat ini." Risha nyengir, matanya melirik kantung kresek di sebelahnya.

Ardan hanya bergumam menanggapi itu. Tidak ingin bertanya lebih, walau ia tahu, gadis di sebelahnya itu sedang tidak baik-baik saja.

Risha kembali memandangi pohon pinang yang olinya sudah hampir hilang itu. Pandangannya terlihat tidak seantusias tadi. Suasana yang tadi hangat pun kini menjadi bebeda.

Pikiran Risha melayang. Separuh kesadarannya kini seolah tengah dibawa embusan angin yang membelai wajahnya. Risha tidak bisa fokus.

Udah hampir empat tahun, tapi kejadian itu masih terus berbuntut sampe sekarang. Bahkan, terjadi hampir tiap bulan.

Apa mungkin di balik kejadian ini ada dalangnya?

Tapi siapa?

Kenapa?

Punya salah apa keluargaku sampe tega dibuat kayak ini?

Keterangan:
Tuman: kebiasaan
Porah: Biarin
Melu: ikut

———
©wishasaaa
Repub: 24 September 2020

Jejaknya, beb!❤
👇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro