13. KONTRAS🍵
- Sahabat -
🍵🍵🍵
"Entah aku yang terlalu bodoh, atau aku yang terlalu malas mengakui. Semua terasa abu-abu."
- Kontras -
"WOY, DAMPRAT! ALON, WOY! MATI, MATI NDEWE GAK USAH NGEJAK AKU, KAMPRET!"
Umpatan demi umpatan Risha lontarkan mengiringi perjalanan mereka ke sekolah.
Hal itu bukan tanpa sebab, melainkan karena Adam membawa motor seperti orang kesetanan. Terlebih lagi cowok itu tidak mengindahkan sedikit pun protesan darinya.
"Ish, opo, sih, Ris!" ketus cowok itu saat merasakan pukulan di punggungnya.
"Alon! Aku durung meh mati!"
"Ish, iyo, iyo, cerewet!"
Setelah berkata demikian, Adam pun memelankan laju motornya. Suara decakan terdengar keras dari mulut cowok itu, membuat Risha ikut berdecak karena rasa takutnya masih belum hilang.
"Kowe ono masalah opo karo Ardan, Nal?"
Deg!
Risha yang tadi sibuk menetralisir rasa takut, seketika mengalihkan atensinya kepada Adam. Dahinya mengernyit dengan pandangan mengarah ke spion, menampilkan Adam yang juga tengah melihat ke arahnya.
"Masalah? Emang masalah apa?" tanyanya.
"Dikira aku ndak tau? Wes jujur aja."
Risha mengalihkan pandangan. "Ndak ada masalah apa-apa, kok."
Adam terlihat memicingkan mata. "Mosok?"
"Iyo."
"Tapi kayaknya, dari yang aku lihat, ini karena si Naufal."
Risha tertegun. Ucapan Adam sama dengan apa yang tengah ia pikirkan. "Kok bisa karena Naufal?" tanyanya berusaha mencari tahu sebab sebenarnya.
"Ya dilihat aja. Kowe akhir-akhir ini pulang pergi sama Naufal terus, to?"
Adam melirik Risha yang mengangguk kaku.
"Dia tuh cemburu."
"Wey!" teriak Risha seketika. Matanya melotot ke arah spion yang tengah Adam lihat. "Ardan tuh udah punya Lareta. Lagian kita juga cuma sahabat, kok."
Ucapan Risha memang benar. Mereka cuma sebatas sahabat, tidak lebih. Ardan sendiri juga sudah punya pacar. Jadi, tidak mungkin sahabatnya itu punya rasa kepadanya.
"Dih, ndak percaya," cibirnya, "gini, deh. Saiki aku mau tanya. Yang sering diantar jemput sama Ardan siapa?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat.
Risha terlihat berpikir. Detik berikutnya, matanya berbinar cerah. "Aku," jawabnya girang.
"Nek Ardan libur, jemputnya kowe apa Lareta?"
"Aku."
"Nek kowe sakit, sing tukang ngomel sopo?"
"Ardan."
"Nek kowe ono opo-opo, sing dateng dulu sopo?"
"Ardan."
"Lha berarti kowe iku?"
"Sahabat!" celetuk Risha langung, "eh, adiknya, deng."
"ASTAGHFIRULLAH!"
"Lah." Risha mengernyit mendengar Adam beristigfar. "Bener, kok."
"Ah! Iya wes, iya!"
Dasar gak peka!
🍵🍵🍵
Kantin terlihat ramai dengan siswa-siswi yang tengah sibuk mengisi perut. Dua di antaranya adalah sejoli yang berada di sudut kantin dengan sepiring pecel tersaji di hadapan masing-masing.
Sang cowok terlihat menatap cewek di hadapannya intens. Pecel yang ia pesan sudah habis. Jadi, ia bisa bebas menatap sosok cantik itu tanpa takut makanannya dimakan setan seperti kata para orang tua.
Mulutnya sesekali terkekeh saat melihat raut kepedasan tercetak di wajah sang gadis.
"Nih, minum dulu." Naufal menyodorkan es teh di hadapan Risha. "Makanya tadi jangan banyak-banyak ngasih sambelnya. Pedes, to?" Naufal terkekeh saat melihat Risha minum dengan tergesa-gesa.
"Biasanya segitu ndak pedes, Mas," ucap Risha setelah meletakkan gelasnya di meja.
"Hm? Mosok?"
Risha memutar bola mata. "Ndak usah mulai, deh."
Naufal hanya tertawa melihat raut kesal Risha.
Risha sendiri kembali memakan makanannya. Matanya melirik Naufal di sela-sela makan, yang ternyata, cowok itu juga tengah menatapnya.
Merasa risi karena terus ditatap, Risha akhirnya berkata, "Jangan ngeliatin terus. Lagian kamu kok cepet banget makannya, sih?"
"Haha, Iya, dong. Biar waktu buat liatin kamu makan tambah banyak," katanya, masih dengan kekehan.
"Hilih!" Risha mencibir. Pecel di piringnya sudah habis, membuat atensinya kini penuh kepada Naufal. "Eh, kamu katanya hari ini ada ulangan? Udah siap?"
"Beres! Paling nanti sekedip mata aja jadi."
"Waaah ... sombong ...."
Naufal hanya tertawa mendengar cibiran itu.
"Eh, Ris, kamu nanti ndak latihan, kan?"
"Ndak, kok."
Naufal tersenyum. "Pas banget. Aku dapet kabar dari temen kalo nanti malam ada pertunjukan Wayang Kulit. Nonton, yuk!"
"Wah, tenan?"
"Iyolah."
Risha tampak berpikir. Sebenarnya, rencananya malam ini dia mau ke rumah Ardan. Mau bercanda lagi sama anak Barongan, sekaligus mau curhat sama pemuda itu. Namun, mendengar ajakan Naufal, Risha menjadi berubah pikiran.
Ikut Naufal aja, deh. Moment begini, 'kan, langka. Lagian ke rumah Ardan juga bisa kapan aja.
"Yok! Jam berapa?" Risha bertanya antusias.
"Jam delapan aku jemput, ya?"
"Okey!"
🍵🍵🍵
Suara gamelan terdengar ke segala penjuru, membuat malam yang hening terdengar ramai oleh suara itu.
Latihan rutin setiap malam sabtu dan minggu yang sanggar Ardan lakukan, berhasil membuat Barongannya lebih baik dari sebelumnya. Bahkan, tidak jarang orang-orang datang untuk menyaksikan sesi latihannya.
Mungkin bagi sebagian orang, suara gamelan terdengar magis dan terkesan seram. Namun, berbeda dengan masyarakat di desa Ardan. Suara gamelan malah menjadi pembangun suasana di sana.
Bersamaan dengan berakhirnya ketukan gendang Barongan yang ditabuh oleh Adam, berakhir pula latihan untuk sesi Tari Jaran Kepang pada malam hari ini.
Beberapa pemuda yang tadi menari di tengah pelataran tampak berebut es sirup yang ada di teko. Keringat mengucur deras dari tubuh mereka. Bahkan, beberapa tampak mencopot kaus yang dipakai karena saking panasnya.
"Wuiiih ... mantap! Tambah keren aja penari kita ini." Adam menepuk pundak Ardan yang duduk di sebelahnya sambil terkekeh. "Eh, Ar. Nek kowe kesurupan kayaknya bakal tambah bagus, deh, Barongan ki ...."
"Woy, Adam! Lambemu minta diiris, ya?"
"Adam minta ditendang kui!"
"Kene tak tendang, Dam!"
Kalimat-kalimat itu berasal dari semua orang yang mendengar celetukan Adam. Mata mereka melotot tajam ke arah pemuda yang malah nyengir kuda itu.
"Guyon, Lur ... jangan baperan gitu ah." Adam masih terkekeh memandang teman-temannya.
"Tenan po?"
"Ojo!" Semua berteriak serempak mendengar pertanyaan Ardan, sedangkan cowok itu sendiri malah santai-santai saja dengan pembahasan sensitif itu.
Adam memandang Ardan dengan bibir mencebik. "Ar, bercanda tadi tuh. Jangan diseriusin, dong, ah."
Semua pemuda yang menjadi partner nari Ardan tampak memandang Adam tajam. "Kampret! Adam ki mula-mula. Pokoke kalo ada apa-apa kowe tak salahin!"
"Yoh! Pokoke Adam!"
"Gundule! Kok jadi aku, sih!" Adam bersungut-sungut. Cowok itu hendak protes kepada Ardan, tetapi urung saat netranya melihat seseorang menghentikan motornya di depan rumah Risha. Sepertinya Adam kenal orang itu.
"Eh, Ar. Sopo kae?" tanyanya. Membuat Ardan yang sedang mengipasi tubuhnya seketika mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuk cowok itu.
Cowok berjaket kulit yang menghentikan motor tadi terlihat mengetuk rumah Risha. Tidak berselang lama, si pemilik rumah pun keluar. Mereka berdua kemudian mengendarai motor dan langsung berlalu dari sana.
Ardan yang melihat itu hanya menampilkan wajah datar. Ia kenal cowok itu.
Bibir Ardan tertarik kaku. Semoga kalian cepet pacaran, ya, Nal.
Keterangan:
Alon : pelan
Wolu : delapan
Ngejak : ngajak
Ndewe : sendiri
Po : kata ganti 'ya'
Kae : itu
Ki : nih
Pokoke : pokoknya
Ojo : jangan
Guyon : canda/bercanda
---
29 Agustus 2020
©wishasaaa
Jangan lupa jejaknya, ya! Terima kasih ❤
👇
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro