Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog (Pindah ke Fizzo, ya!)

"Ammir! Ammir! Ammir!"

Sejak beberapa jam lalu hanya nama itu yang terdengar di sudut-sudut Desa Batas. Nama itu juga yang menjadi topik obrolan paling hangat.

Seorang anak berusia 5 tahun bernama Ammir hilang. Padahal, baru sore sebelumnya anak itu tiba di desa tersebut bersama ibunya. Mereka memang bukan warga asli setempat. Sang ibu, yang bernama Zuhra Emran, memang sengaja datang ke Desa Batas. Selain mengantar seorang gadis bernama Ella—yang sudah empat tahun tinggal di rumahnya sembari kuliah—ke kampung halamannya, Zuhra juga ke desa untuk menenangkan diri dari masalah pelik yang sedang dihadapi. Suaminya ketahuan selingkuh dan ia memilih ingin bercerai.

Zuhra tidak bisa duduk dengan tenang. Sedari tadi ia bergerak gelisah mirip setrikaan dan meremas tangan. Walau khawatir, ternyata Ella lebih cemas dari Zuhra. Bukan hanya bolak-balik mirip setrikaan di teras rumahnya, melainkan bolak-balik dari gerbang depan ke tangga rumah.

Sejak berdiri di halaman rumah Ella, lalu pindah ke teras rumah, mata Zuhra tak henti-hentinya menatap penuh harap ke arah gerbang kayu itu. Satu harapannya: anaknya muncul di sana, berlari menghampiri, tersenyum menggemaskan, dan memanggilnya 'ibu' seperti biasa.

"Duh, Ammir ke mana ya, Kak?" Sudah berapa kali Ella mengucapkan kalimat yang sama setibanya di dekat anak tangga. Wajahnya panik sekali. "Aku takut Ammir kenapa-kenapa." Sejak tinggal di rumah Zuhra, tentu saja Ella sangat dekat dengan Ammir. Mereka berdua sudah seperti bibi dan keponakan. "Duh, ini sudah jam berapa? Duh, Ammir, kamu ke mana sih? Duh, Ammir ... ya Tuhan tolong jaga Ammir, bawa dia kembali ke hadapan kami tanpa kurang apa pun."

Zuhra berhenti melangkah. Ia berusaha tenang dengan mengembuskan napas panjang, lalu menatap barisan pot berisi berbagai bunga yang mengikuti bentuk teras yang menyerupai huruf L. Beberapa pot bunga juga bergantungan di pinggiran teras, membuat teras bak rumah kayu sederhana yang asri. Di teras hanya ada dua kursi dan satu meja kayu dekat pintu depan, lalu ada meja panjang dan empat kursi kayu di depan pintu samping.

Suara langkah yang terburu-buru membuat Zuhra langsung menatap ke halaman rumah yang luas dan memanjang. Ella pun mengarahkan pandangannya ke tempat yang sama dan mengharapkan hal yang sama pula: Ammir kembali. Namun, yang muncul adalah seorang lelaki paruh baya yang berkulit cokelat, kurus, bertelanjang dada, dan mengenakan sandal butut. Dia adalah salah satu warga setempat.

"Ammir sudah ditemukan! Ammir sudah ditemukan!" teriak orang itu.

Mendengar berita itu, seketika Zuhra merasa hatinya lapang. Syukurlah. Ammir ... anak Ibu ..., ujarnya dalam hati.

Sedangkan, raut cemas yang berlebihan di wajah Ella pun lenyap. "Ammir sudah ditemukan, Kak ...," katanya. Ia bergegas menaiki anak tangga dan mendekati Zuhra. Saking senangnya, Ella meloncat-loncat hingga menimbulkan bunyi kaki yang beradu di papan lantai rumah. "Ammir sudah kembali!"

"Iya, Ella. Syukurlah."

Lalu, Ella berteriak pada si penyampai pesan. "Di mana Ammir?"

"Tadi ada di pos! Para prajurit pos perbatasan yang menemukannya! Tunggu saja di sini! Ada prajurit yang akan mengantarkannya pulang!"

."Terima kasih, Tuhan," ucap Ella sambil menengadah.

Sejak seorang warga setempat memberi tahu ditemukannya Ammir, Zuhra duduk di kursi kayu dekat pintu depan, menatap ke gerbang kayu di sana. Ella sendiri sudah ke belakang, membuat teh hangat untuk mereka. Tak lama kemudian, sosok yang ditunggu-tunggunya muncul di ujung gerbang itu. Zuhra langsung bangkit, berjalan tergesa-gesa menuruni tiga anak tangga, dan memasang sandal sembarangan. Suara panggilan yang paling ditunggu-tunggu Zuhra pun terdengar dari arah gerbang.

"Ibu! Ibu! Ibu!"

Anak itu berlari, senyumnya mengembang seolah-olah tak terjadi apa-apa. Sesampainya di dekat Zuhra, Ammir langsung masuk dalam dekapan sang ibu.

"Kamu dari mana saja, Nak?" tanya Zuhra, matanya basah saat menatap wajah anak kesayangannya itu.

"Maaf, Ibu," ucap Ammir sambil mendongak menatap wajah ibunya.

Zuhra berjongkok agar posisinya sejajar dengan anaknya. Ditatapnya mata Ammir yang berbeda warna. Sebelah kanan berwarna cokelat dan mata kirinya biru. Mata birunya itu persis mata milik Zuhra. Ia pun mengecup pipi Ammir berulang kali, membelai-belai rambutnya.

"Ammil tadi liat orang-orang yang pakai selagam sepelti Ayah," katanya, semangat sekali dia bercerita. "Ammil kira ada Ayah di sana, Bu."

Mendengar anaknya menyebut 'ayah', hati Zuhra langsung runtuh kembali. Bagaimana bisa Zuhra setega itu memisahkan Ammir dengan ayahnya? Bila ia kembali ke daerah asalnya, maka jarak antara Ammir dan ayahnya sangat jauh. Mereka akan sulit bertemu. Setiap memikirkan hal inilah pikiran Zuhra buntu, tak punya pilihan apa pun.

Suara langkah menyusul dari arah gerbang. Zuhra menoleh, dan melihat dua orang lelaki berpakaian seragam loreng hijau. Pasti itu prajurit dari pos perbatasan. Zuhra pun bangkit, hendak menyambut, dan mengucapkan banyak terima kasih. Namun, makin kedua prajurit itu mendekat, makin jelas rupa wajah mereka, Zuhra makin kaku, dia mematung di tempat. Mata birunya seketika membesar.

Seorang prajurit sebelah kanan mirip sekali dengan seseorang! Hanya saja lelaki itu tak memiliki rambut panjang setengkuk yang suka dikucir kuda, tak mempunyai cambang dan kumis yang tebal. Lelaki yang berjalan mendekati itu memiliki rambut cepak, cambang dipangkas habis, kumis tipis, tubuhnya lebih kurus dari seseorang yang ia maksud, dan dia tampak gagah dibalik seragamnya.

"Ammar?' ucap Zuhra. Nama itu adalah nama seseorang yang mempunyai kenangan tersendiri dalam kepalanya.

Ammar, ya lelaki itu. Ayah kandung dari Ammir.

***


Download aplikasi novel "Fizzo", cari novel berjudul "Tulang Rusuk Kiri dari Sang Prajurit", penulis Tin Lovatin, dan baca gratis. See you.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro