•20• Jalan-Jalan
Sedang seru-serunya scroll Tiktok, nomor Ratmi terus terpampang di layar atas. Amanda sudah menolak panggilan itu, tetapi sialnya si ibu belum menyerah. Gadis itu memilih mengalah. Telepon yang kesepuluh dia terima.
"Manda! Kenapa telepon ibu nggak diangkat-angkat!"
Amanda mengembuskan napas mendengar seruan ibunya di seberang. "Aku sibuk. Nggak sempet pegang HP."
"Kamu sibuk apa? Paling cuma duduk-duduk nggak jelas sambil megang HP. Kamu, tuh, harusnya kayak mbakmu. Duduk di depan laptop tapi dapet duit banyak."
Ya salam ... otak duit ya begini. Apa-apa dikaitkan dengan uang. Ya benar, uang bisa membeli segalanya, tapi juga sanggup menutup hati seseorang. Ratmi adalah salah satunya. Bukannya kerja, ibunya itu terus minta-minta uang ke kerabat. Sampai kemudian utang Ratmi menggunung. Parahnya lagi, Ratmi juga yang menyuruh Anida daftar PNS supaya bisa menutup utang.
"Jadi, Ibu kenapa telepon aku malam-malam gini? Kalau nggak penting, mendingan tutup aja."
"Ibu mau minta uang buat beli baju. Katanya Yati mau pulang dari luar negeri. Ibu mau ke rumahnya."
Amanda yang semula tiduran lantas menegakkan tubuhnya. Yati, nama budenya. Yati merupakan kakak pertama Ratmi. Dulu mereka cukup dekat. Namun, sayang, nasib baik berpihak pada Yati. Kakak dari ibunya itu menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Hidupnya langsung berubah 180 derajat. Awalnya, Yati masih baik-baik. Sayangnya, Ratmi justru membuat ulah. Ibunya sering utang untuk foya-foya. Yati yang sudah gerah memilih memutus hubungan keluarga. Kakak dan adik itu hidup dengan jalan masing-masing.
Dari pernikahan itu, Yati hanya memiliki satu orang anak perempuan dan kabar yang Amanda dengar, sepupunya itu sudah meninggal. Kabar terakhir, Yati memilih pergi ke luar negeri untuk memenangkan diri.
"Minta uang? Ibu, kan, udah dikasih yang lima puluh juta dari Mas Adi. Masa udah habis?"
"Ya, udah habis, lah. Kamu pikir sebulan itu nggak beli kebutuhan? Lagian, suami kamu kaya, pasti kamu punya uang simpanan, kan?"
Amanda menepuk keningnya keras. Kaya dari mana? Uang Adipati di tangannya tinggal sedikit. Itu saja untuk belanja, diam-diam Amanda pakai uang hasil royalti bukunya. Sudah lama Amanda tidak mengusik kartu yang diberikan laki-laki itu. Sekarang dengan mudahnya Ratmi minta uang?
Terus tadi katanya uang lima puluh juta itu habis untuk beli kebutuhan? Halah, wong, beras dan segala isi dapur Anida yang beli. Tidak mungkin uang lima puluh juta itu digunakan untuk kebutuhan rumah. Pasti ibunya menghamburkan uang lagi.
"Emang Ibu mau ngapain ketemu Bude Yati? Bukannya Ibu yang bilang nggak mau ketemu lagi sama Bude?"
"Kamu itu mau ngasih apa nggak? Kok, malah tanya terus!"
Usai menghela napas, Amanda berkata dengan tegas, "Aku nggak mau ngasih. Mendingan Ibu minta uang ke Mbak Anida. Uang Mbak Anida malah lebih banyak!"
Sebelum ibunya berkata, Amanda memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu, kemudian memblokir nomor itu. Terkesan jahat, tapi hanya cara ini yang bisa membuat Amanda tenang.
Gadis itu kembali berbaring di kasur dan mulai memejamkan mata. Besok pagi, Adipati akan mengajaknya jalan-jalan.
"Ibu! Cepetan!"
Gedoran pintu serta pekikan Bima dari luar menjadi pengiring Amanda pada pagi ini. Tahu akan diajak ke kebun binatang, anak itu jadi heboh sendiri. Kata tenang rupanya tidak ada di dalam kamus rumah ini. Walau sejak tadi Bima di tangan bapaknya, Amanda tidak sepenuhnya bisa damai.
Amanda memilih T-shirt warna putih dan celana denim sebagai kostum. Rambut sebahunya diikat setengah dengan karet kecil, sisanya dibiarkan berantakan di sekitar wajah. Untuk riasan, Amanda hanya mengenakan liptint dan bedak. Tentu saja pewangi tubuh tidak ketinggalan.
Suara Bima tidak terdengar lagi. Mungkin Adipati berhasil melobi anaknya. Usai mengambil tas selempang di belakang pintu, Amanda mengayunkan langkah keluar kamar, menyusul Adipati dan Bima yang rupanya menunggu di teras rumah.
"Ibu lama banget!" Bima mengerucutkan bibir ketika Amanda datang.
Amanda tertawa kecil. Tangannya mengusap lembut rambut lurus milik Bima. "Masa, sih?"
"Iya! Nanti tutup kebun binatangnya."
"Nggak mungkin tutup. Sekarang masih pagi, tutupnya itu sore."
"Ayo, cepetan kita ke sana! Pak, ayo, cepet nyalain mobilnya!"
Tangan Amanda ditarik Bima. Anak itu terlihat sudah tidak sabar pergi ke kebun binatang. Amanda mendudukkan Bima di car seat yang letaknya di kursi belakang. Dirasa sudah aman, giliran dirinya melangkah mengitari mobil, hendak masuk melalui pintu sebelahnya kanan.
"Kamu ngapain ke situ?"
Suara Adipati menghentikan langkah Amanda. Gadis itu lantas memutar tubuhnya. "Ya, mau duduk."
"Ngapain kamu duduk di belakang? Kamu duduk di sebelah saya."
Mata Amanda melebar. Maksudnya gimana ini? "Tapi, Bima nanti jatuh gimana?"
"Bima udah aman di sana. Nggak mungkin jatuh. Kalau kamu juga duduk di belakang, kamu anggap saya sopir gitu?"
"Ya, nggak. Ya udah, deh, saya duduk di depan." Amanda mengalah. Dia akhirnya pindah posisi, membuka pintu mobil di sebelah kiri, dan duduk. Tidak lama berselang, Adipati menempati kursi kemudi dan mulai menyalakan mesin. Mobil pun melaju meninggalkan rumah.
"Bu, nanti aku mau lihat gajah, harimau, sama burung, ya!" seru Bima di tengah perjalanan.
Amanda menoleh ke belakang. "Iya, ibu juga mau lihat. Bima tahu nggak di sana juga ada permainan, lho!"
"Bima mau main!"
"Boleh, tapi janji, ya, di sana Bima jangan nakal, jangan ngompol."
"Oke."
Amanda kembali menghadap ke depan. Anak itu terus berceloteh dan bernyanyi tidak jelas. Sementara itu, Amanda memilih mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi Your Story. Mood-nya lagi-lagi terjun bebas saat melihat angka viewers tidak bertambah di bab baru yang semalam diunggah. Sedikit demi sedikit, pembaca meninggalkannya.
Di aplikasi Bacaku pun persis nasibnya. Pembaca yang datang masih bisa dihitung jadi. Melihat punya Gea, semangat Amanda perlahan surut. Belum ada seminggu, Gea berhasil mengumpulkan seribu pembaca. Komentarnya aktif dan banyak.
Layar ponsel dimatikan daripada liburan ini jadi kacau gara-gara memikirkan pembaca. Amanda menengok ke belakang, mendapati Bima yang terlelap. Pantas suaranya menghilang.
"Bima emang suka gitu kalo di mobil," kata Adipati.
"Oh," balas Amanda dan menghadap ke depan lagi.
"Kamu kenapa setelah lihat HP mukanya berubah?"
"Nggak apa-apa, Mas," jawab Amanda yang memilih menyembunyikan rasa mindernya.
"Saya boleh jujur ke kamu?"
Amanda menatap wajah Adipati dari samping. "Jujur tentang apa?"
"Saya sama sekali belum pernah ajak Bima ke kebun binatang."
"Oh, berarti ini pertama kali Bima datang ke sana. Bagus, dong."
"Ya, bagus untuk Bima, tapi nggak bagus buat saya."
Kernyitan di kening Amanda muncul setelah itu. "Maksudnya?"
"Kamu tadi dengar, kan, Bima mau lihat burung. Saya nggak mungkin antar dia ke sana karena saya takut sama burung."
"A-apa?" Amanda menganga. Sungguh, ini plot twist yang tidak pernah dia bayangkan.
Kaget aku double update? 🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro