Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

•15• Tidur Bertiga

"Kenapa kamu nggak bilang saya?"

Adipati sudah tiba sekitar tiga jam yang lalu. Tanpa bertanya pada Amanda, pria itu langsung menghampiri anaknya. Memberikan obat penurun panas. Menjaga sampai tertidur pulas. Baru setelah itu, Adipati mengajak Amanda pindah ruang tengah dan menanyakan seperti itu.

"Saya kira Bima akan biasa aja kayak anak pada umumnya. Makanya saya diam aja."

"Berapa lama dia mandi hujan?"

"Saya nggak tau."

Amanda tahu, jawabannya yang jujur ini pasti akan mengundang prahara. Namun, mau bagaimana lagi. Dirinya juga ada salah di sini. Harusnya kemarin tidak membiarkan Bima di kamar sendirian. Harusnya kemarin tidak usah pakai earphone.

"Kenapa kamu bisa nggak tau, Amanda? Kamu ke mana pada saat Bima keluar?" Suara Adipati terdengar nyaring hingga kepala Amanda menunduk.

"Saya di kamar, lanjutin tulisan saya. Sebelum itu saya udah pastikan Bima aman di kamarnya, Pak. Tapi, pas saya udah selesai, dia udah di luar."

"Masa iya kamu nggak denger Bima keluar. Saya bisa menebak kamu pada saat itu pakai earphone, kan?"

Nyali Amanda makin ciut mendengar itu. "Iya, Pak."

"Saya udah bilang, jangan tutup telinga kamu kalau lagi di dalam kamar! Bima itu nggak bisa kena hujan. Badannya masih gampang sakit. Sekarang kamu lihat sendiri, kan, akibatnya, Bima sakit gara-gara keteledoran kamu!"

Tunggu sebentar. Amanda sadar dirinya salah. Amanda tahu harusnya mengawasi anak itu daripada menulis di dalam kamar. Harusnya Amanda lebih bergerak cepat saat tahu ada yang berbeda dengan Bima. Tapi, ini semua tidak akan terjadi kalau Adipati memberitahu sejak awal. Kenapa laki-laki ini malah menumpahkan semua kesalahan padanya?

Yang tadinya iba, sekarang rasa itu berubah menjadi kesal. Amanda harus membela diri. "Emangnya selama ini Bapak pernah kasih tau ke saya kalau Bima nggak bisa kena hujan? Nggak, kan? Saya ini orang baru di sini. Saya nggak tahu apa yang boleh dan nggak boleh dilakukan sama Bima. Bapak cuma nyuruh saya tanpa arah."

"Lho, kamu bisa tanya saya kalau nggak tau."

"Kenapa harus nunggu ditanya? Emang salahnya apa kalau Bapak kasih tahu sebelum saya bertanya? Sebenarnya saya ini dianggap apa? Kalau emang Bapak mau jadiin saya ibunya Bima, udah dari kemarin Bapak kasih tahu semuanya. Ini saya disuruh raba-raba sendiri. Giliran ada salah, saya yang dimarahin."

Tak mau dikuasai amarah terus-menerus, Amanda memilih beranjak ke kamarnya. Meninggalkan Adipati yang terus memanggil namanya.

" Amanda, saya belum selesai bicara!"

Jawaban dari Amanda adalah pintu yang ditutup kencang hingga suara dentumannya terdengar jelas. Amanda tidak peduli dengan Bima yang mungkin terbangun akibat ulahnya. Amanda tidak peduli dengan Adipati yang terus mengetuk pintu kamarnya.

"Nyebelin! Kalo nggak ngilang, ya ngomel-ngomel. Dikira gampang apa ngurus anaknya!" gerutu Amanda seraya menutup kedua telinga menggunakan telapak tangan.

Bima yang menangis terdengar sampai ke kamar Amanda. Sudah tiga jam gadis itu tak menampakkan diri. Selama itu, Amanda gunakan untuk scroll Tiktok, bukan menulis. Kepalanya terasa kosong sampai-sampai tidak ada satu pun kata yang mampu ditulis. Tidak ada salahnya, kan, menghibur diri? Toh, tiga bab dari proyek berhasil ditulis sebelum waktunya.

Tangis Bima yang tak kunjung reda, perlahan-lahan mencairkan es batu di hati Amanda. Usai menancapkan pengisi daya ke ponselnya, gadis itu beranjak keluar, dan menemukan Bima yang sedang digendong bapaknya.

"Ibu ... Bima mau sama Ibu ...."

Bukannya menghampiri, kaki Amanda justru terpaku ketika mendengar sebutan itu. Dia pernah dengar dari ibunya, kalau anak kecil masih peka terhadap hal-hal gaib. Anak kecil bisa melihat sesuatu yang tidak kasatmata.

Seketika bulu kuduknya meremang. Amanda merasakan hawa dingin di belakang lehernya. Jangan-jangan sekarang Bima melihat arwah ibunya di sini. Sontak Amanda putar badan, hendak kembali ke kamar.

"Ibu kenapa balik badan? Bima mau sama Ibu ...."

Amanda tertegun. Kalau Bima bilang begitu, berarti ibu yang dimaksud anak itu adalah ... dirinya? Ya ampun, kenapa juga Amanda berpikir yang macam-macam? Malu sendiri, kan!

Perempuan yang malam ini mengenakan kaus dan celana panjang itu membalikkan tubuhnya. Dia mantap berjalan mendekati Bima yang masih berada dalam dekapan bapaknya.

"Bima panggil tante?"

"Iya. Kan, tante yang bilang boleh kalau Bima panggil ibu," jawab anak itu dengan napas terengah-engah.

Adipati sempat menatap Amanda, seperti meminta penjelasan. Namun, Amanda mengabaikan. Gadis itu memilih mengambil alih tubuh Bima. "Biar saya aja, Pak."

Bima langsung memeluk leher Amanda. Tangisnya perlahan mereda setelah Amanda menepuk halus punggungnya.

"Bima udah makan?"

Anak itu menggeleng sebagai jawaban.

"Mau makan bubur nggak? Biasanya kalau sakit, ibu makan bubur biar cepat sembuh. Bima mau sembuh nggak?"

"Mau, tapi leher Bima sakit."

"Nanti kalo makan bubur, leher Bima nggak sakit lagi. Sekarang Bima duduk dulu di sini, ya, sama Bapak?"

Untungnya Bima cepat menurut. Amanda segera menyerahkan anak itu lagi ke pangkuan Adipati. Kemudian, beranjak ke dapur untuk membuatkan bubur nasi. Bahan utamanya tentu saja nasi, tapi Amanda menambahkan sedikit irisan wortel, brokoli, kentang, tahu putih, dan daging ayam supaya rasanya enak dan gizinya terpenuhi.

Kalau ditanya belajar dari mana, tentu saja dari mesin pencarian sejuta umat, yaitu Google. Di kamar tadi, Amanda juga mencari cara agar Bima cepat sembuh tanpa harus menemui dokter. Salah satunya memberikan asupan yang sehat. Ya, semoga saja anak itu mau makan meski sedikit.

Adipati dan Bima datang di saat bubur buatan Amanda jadi. Amanda menyuruh Adipati mendudukkan Bima di kursi makan.

"Sekarang Bima makan bubur buatan ibu, ya. Semampunya Bima."

Sebelum menyodorkan sendok ke mulut Bima, Amanda meniupnya terlebih dahulu. Suapan pertama berhasil masuk, Amanda tersenyum senang. Selain makan, Amanda juga menyuruh Bima minum air putih kalau tenggorokannya sakit. Sampai bubur tersisa setengah mangkuk, Bima baru berhenti.

"Sakit ...."

"Bima minum obatnya, ya. Biar sakitnya hilang."

Lagi-lagi, anak itu menurut. Dia menelan obat berbentuk sirup.

"Sekarang Bima bobo, ya. Ibu temenin di kamar sambil baca dongeng."

"Bima pengen tidur dipeluk Bapak sama Ibu."

Amanda dan Adipati saling pandang. Permintaan itu ... kedengarannya mudah, tapi sulit untuk dilakukan. Bima hanya anak kecil yang tidak tahu masalah orang dewasa. Bima adalah anak yang merindukan kasih sayang orang tuanya. Tidak ada yang salah dengan permintaan Bima. Yang Bima tahu, ibu dan bapaknya hidup bersama.

Jadi, tidak ada alasan untuk menolak permintaan itu. Kini, ketiga manusia itu berjalan bersama menuju kamar Bima. Adipati yang menidurkan Bima, sedangkan Amanda mengambil buku dongeng yang biasa dibacakan. Ranjang yang ditempati Bima cukup lebar, sepertinya bisa kalau untuk tiga orang.

"Ibu tidur aja. Bima nggak mau dongeng."

Mendadak suasana menjadi kikuk saat Amanda membaringkan tubuhnya di samping Bima. Kini, dia dan Adipati saling berhadapan, saling memeluk tubuh Bima.

Untuk pertama kalinya, Amanda dan Adipati tidur satu ranjang.

Part 16 udah ada di Karyakarsa. Gratis kok. Yang mau baca duluan bisa ke sana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro