Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

•05• Keputusan

Bukan mengantar Amanda pulang dulu, Adipati justru membawa gadis itu ke rumahnya. Amanda menunggu Adipati yang sedang membawa Bima ke kamarnya. Rumah yang ditempati Adipati cukup besar. Amanda jadi penasaran apakah Adipati hanya tinggal berdua dengan Bima atau ada orang lain lagi.

Tapi sepertinya, tidak ada orang dewasa lagi selain Adipati di sini. Lihat saja beberapa lego berserakan di lantai. Tadi saat Amanda hendak duduk harus menyingkirkan robot-robotan di sofa. Dia sempat melihat pot berisi tanaman mengering di teras. Ini baru ruang tamu, belum ruangan lain, tapi berhasil membangkitkan keinginan Amanda untuk menjadi tukang bersih-bersih.

"Maaf rumah saya memang berantakan."

Amanda menoleh ke belakang. Mendapati pria yang muncul dari arah dapur, meletakkan gelas panjang berisi sirup jeruk.

"Bapak cuma berdua sama Bima di sini?" tanya Amanda setelah Adipati duduk di seberangnya.

"Iya. Orang tua saya sudah lama meninggal."

"Terus kalau Bapak pergi, Bima sama siapa?"

"Saya titipkan ke tetangga depan rumah. Kebetulan anaknya teman dekat Bima."

Amanda meraih gelas itu, lalu menyesap isinya padahal belum dipersilakan. Kelamaan menunggu Adipati bersuara, keburu haus. "Kenapa Bapak nggak sewa pengasuh atau pembantu? Kan, lumayan meringankan beban."

"Kalau saya terlihat memakai jasa orang lain, Bima akan diambil oleh keluarga istri saya. Saya nggak mau itu terjadi."

Mendengar jawaban itu, Amanda makin tidak mengerti. Seseram apa keluarga mantan istri pria ini?

"Bukannya bagus, ya, Bima diurus sama ibunya?" Tanpa beban, Amanda melontarkan pertanyaan itu dan dia tidak tahu bahwa efeknya akan besar. Raut wajah Adipati berubah. Sorot matanya meredup.

"Bima tidak mungkin diurus oleh ibunya karena dia sudah tidak ada di dunia ini."

Amanda tertegun. Jadi, ibunya Bima ternyata sudah meninggal? Pantas saja sekarang Adipati mencari istri lagi.

"Setelah melahirkan Bima, dia pergi. Awalnya Bima dirawat oleh keluarga istri saya, tapi karena suatu hal, saya berhasil mengambil alih. Kami akhirnya terlibat perjanjian. Jika dalam waktu empat tahun ini saya belum menikah lagi, maka Bima akan diasuh oleh mereka."

"Tapi, kenapa harus saya, Pak? Bapak bisa cari perempuan lain yang lebih sabar. Saya, kan, tujuannya mau bikin novel sama Bapak."

Wajah Adipati kian mendung. Hal itu membuat Amanda bingung. Pertanyaannya tidak sulit, kan? Lagi pula, empat tahun itu bukan waktu yang sebentar. Adipati bisa mencari perempuan yang lebih baik darinya.

"Bagi saya, dia sudah cukup memenuhi ruang hati saya. Makanya saya tidak pernah mencari perempuan lain. Saya benar-benar tidak tahu apakah ada perempuan lain yang bisa menggantikan posisi istri saya. Waktu saya ketemu kamu, entah kenapa saya ngerasa kita berdua akan cocok. Mungkin karena saya sudah dikejar waktu. Bulan ini saya harus menikah."

Baiklah, Amanda mulai mengerti. Rupanya Adipati tidak bisa menghilangkan jejak mendiang istrinya. Mungkin dahulu mereka merupakan pasangan bahagia. Namun, takdir kematian memisahkan. Mana sekarang perempuan itu meninggalkan seorang anak. Amanda jadi kasihan. Empat tahun pasti menjadi perjalanan yang sulit bagi pria ini. Mengurus anak tanpa pendamping atau pengasuh sangat menguras tenaga.

Masalahnya kalau mereka menikah, Amanda harus siap jika Adipati masih mengingat mendiang istrinya. Lho, tapi, kan, Amanda sendiri yang mengajukan syarat, salah satunya tidak boleh saling usik. Sepertinya nanti tidak akan ada masalah. Kehidupan pernikahannya akan berjalan sesuai yang Amanda inginkan.

"Jadi, kapan saya bisa ketemu orang tua kamu?"

Amanda menghela napas. "Kan, Bapak bilang sampai besok pagi, jadi nanti malam saya bakal bilang ke ibu."

"Ayah kamu masih ada? Bukannya perempuan itu hanya butuh wali?"

Iya juga. Amanda baru kepikiran sekarang. Pernikahan ini menjadi salah satu peristiwa yang mengingatkan Amanda akan sosok ayahnya. "Ayah udah meninggal."

"Oh, maafkan saya," ucap Adipati. "Gimana kalau saya ketemu ibu kamu sekarang? Sekalian antar kamu pulang."

"Jangan, Pak!" balas Amanda cepat. Dia belum siap jika ibunya membuat ulah di depan Adipati. "Biar saya yang ngomong dulu. Nanti saya bakal kabari Bapak."

"Ya sudah, terserah kamu."

Amanda mengembuskan napas lega. Tinggal dirinya saja yang memikirkan bagaimana cara bilang ke ibu.

Untuk sejenak, Amanda melupakan Adipati dan deadline nikahnya. Gadis itu memilih melanjutkan tulisannya yang sudah ditagih oleh para pembaca. Sebelumnya sudah memasak dan bersih-bersih rumah. Jangan harap Ratmi--ibunya--melakukan pekerjaan itu padahal di rumah terus. Pasti menunggu Amanda pulang. Ratmi dan Anida bak ratu dan putri di rumah, sedangkan Amanda adalah babunya.

Belum ada lima menit bab baru diunggah, Amanda berhasil mengumpulkan 25 vote dan 10 komentar. Tulisan Amanda masih ditunggu meskipun waktu update-nya tidak menentu. Kadang pagi, siang, sore, atau malam setelah Amanda tertidur. Tidak hanya masalah waktu, Amanda juga tidak rutin update setiap hari. Kadang dia bisa update seminggu sekali kalau sedang benar-benar banyak beban. Tenang saja, Amanda menulisnya di kamar, bukan di tempat terbuka yang bisa dilihat Ratmi atau Anida. Kalau berani melakukan itu di luar, dua orang itu pasti nyinyir.

Tawaran Adipati menganggu pikiran Amanda lagi. Jika menikah, Amanda tidak mungkin tinggal di sini lagi. Itu artinya, dia bebas dari ibu dan kakaknya. Paling tidak, satu masalah tersingkirkan. Amanda tidak perlu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, atau pergi ke pasar untuk mengisi kulkas, atau tidak perlu mendengar ocehan ibunya atau kata-kata motivasi dari Anida yang sebenarnya sedang meremehkan.

Amanda sadar sepenuhnya telah memanfaatkan situasi ini, tapi bukannya impas? Dia dan Adipati sama-sama beruntung, sama-sama keluar dari masalah. Tentang apa yang akan terjadi setelahnya, itu bisa dipikir nanti. Semoga Adipati benar-benar memegang teguh persyaratan yang Amanda ajukan.

Ya, Amanda sudah mantap dengan keputusan ini. Malam ini juga, dia akan mengatakan semuanya pada Ratmi.

Dengan percaya diri Amanda melangkah keluar. Menghampiri ibu dan kakaknya di ruang tengah. Mereka tampak sedang menonton televisi sembari mengobrol. Ada sesak di dalam dada ketika melihat interaksi Ratmi dengan Anida. Mereka tampak seperti ibu dan anak yang bahagia. Namun, Amanda segera menyingkirkan perasaan itu. Dia tidak boleh terlalu terbawa suasana. Sadar bahwa kastanya bagai langit dan bumi.

"Bu, Manda pengen ngomong." Amanda mulai menginterupsi ibunya.

"Ya udah, ngomong aja," balas Ratmi tanpa memalingkan wajahnya dari layar kaca.

"Tapi, bisa nggak Ibu nggak nonton TV dulu. Aku beneran mau ngomong serius."

"Ya, kalau mau ngomong tinggal ngomong aja, sih. Kamu mau apa? Butuh uang? Bilang aja sama Mbak! Ganggu aja bisanya."

Anida bersuara dan ucapannya sukses mendidihkan darah di dalam dada Amanda. Wajah gadis itu memanas. Tangannya mengepal. Ingin membalas, tetapi rangkaian katanya telah rusak. Apa semuanya dikaitkan dengan uang?

"Ya, maaf kalau aku ganggu ketenangan kalian. Aku mau bilang, besok siang ada laki-laki yang datang ke rumah. Dia mau minta aku jadi istrinya."

Seperti yang Amanda duga, dua wanita itu terkejut setelah mendengar ucapannya.

A/N

Gimana tanggapan keluarga Amanda? Apa langsung setuju atau menolak?

Udah part 5 tapi belum merit, sabar ya 😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro