Bab 3: Tukaran Hobi?
Spesial tag: wpdorm
***
"Ah lebih baik aku ulangi saja deh, Ran. Hai, namaku Lisha. L-i-s-h-a. Senang bertemu denganmu, Ran."
Begitulah kira-kira singkatnya perkenlaan diri ala salah seorang gadis yang bernama Lisha. Dia pun merasa bahwa dirinya saat ini merasa sangat malas untuk memperkenalkan dirinya lebih jauh, jadi menurutnya, jika hanya dengan nama itu sudah membuat Randi cukup mengenal dirinya.
"Oh, Lisha. Senang bertemu denganmu juga, Lish. Kalau begitu, kau ingin membicarakan apa padaku? Kau sudah mengganggu apa yang aku lakukan tadi, Lish," kata Randi kemudian, secara to the point, yang di mana setelah ini di satu sisi itu menyenangkan bagi Lisha, tetapi gadis itupun juga merasa tak enak di sisi lainnya.
Maka, Lisha pun berkata, "Ah ... maaf ya, Randi. Aku tak tahu kalau kau benar-benar serius dalam menyemir sepatumu."
"Dasar aneh, Lish. Mana pernah aku tak serius dalam hal menyemir? Lagipula, aku sangat menyukainya karena itu sudah menjadi hobiku," sahut lelaki itu lagi. Seketika itu, gadis yang sedari tadi mengajak Randi berbicara kepadanya pun makin merasa tak enak karena mengetahui bahwa menyemir sepatu adalah salah satu hobi ala Randi.
Setelah mendengar pengakuan dari Randi, Lisha pun berkata, "Kalau begitu aku minta maaf ya, Ran. Aku sama sekali tak berniat untuk mengganggumu sebenarnya. Selain itu, aku juga ingin mengatakan padamu bahwa aku juga memiliki hobi yang lumayan anti-mainstream sama seperti kamu, Ran."
"Iya, dimaafkan kok. Lalu, hobimu apa? Ayo kita sharing bersama, lalu kita coba untuk tukaran hobi dalam sesaat saja, bagaimana?" Setelah mengajak Lisha untuk membicarakan hobi, ternyata ada-ada saja usul dari seorang lelaki pindahan itu. Mereka diajak memperbincangkan hobi, lalu ... jadilah keduanya tukaran hobi meski hanya sebentar. Sebenarnya tujuannya itu untuk apa?
Sebenarnya Lisha menolak usulan untuk membicarakan hobi, tetapi pada akhirnya ... dia pun mengubah pemikirannya.
"Aku suka bermain piano. Itu dapat merilekskan pikiranku di saat aku lagi stress karena menghadapi berbagai masalah. Musik-musik klasik yang dihasilkan dari piano itu dapat membuatku merasa lebih baik," jelas Lisha secara singkat dan jelas mengenai hobinya.
Maka, setelah mendengar hobi yang disampaikan oleh sang gadis, Randi merasa sangat takjub begitu mengetahui bahwa Lisha jago bermain piano. "Wow, keren sekali, Lish! Nanti kapan-kapan kau tunjukkan permainan pianomu padaku, oke? Aku ingin melihatmu berma—"
"Bermain piano di hadapanmu? Kau pikir ini lelucon? Butuh waktu bagiku untuk dapat mempertunjukkan permainanku di hadapan semua orang," potong Lisha sesegera mungkin. Lagipula, baginya tak ada gunanya ketika permainannya itu ditunjukkan kepada semua orang. Padahal bagi Randi, dia hanya diminta memainkan piano itu hanya di hadapannya.
Jadi, Randi berkata, "Ya ampun, Lish. Hanya di hadapanku doang kok. Lagipula, aku ingin mendengar permainan piano, karena bagiku, aku belum pernah mendengar suara yang ditimbulkan dari yang namanya piano itu. Kan diketahui nada-nadanya harmonis tuh."
"Baiklah kalau begitu, tetapi lain kali ya. Jangan sekarang. Kapan-kapan," kata Lisha pada akhirnya. Setelah itu, Randi pun tetap pada pendiriannya, mengusulkan agar sekali-kali mereka tukaran hobi untuk sejenak.
Lelaki itupun mengulangi usulannya tadi. "Oh ya, bagaimana soal tukaran hobi itu? Jadi 'kan? Aku ingin kau melakukan hobiku, begitu pula sebaliknya. Karena kita berdua sama-sama berpotensi bisa untuk semir sepatu dan juga main piano."
"Memangnya apa faedahnya kalau kita tukaran hobi, Ran?" tanya Lisha penasaran. Sebenarnya dari hati dia ingin menolak usulan dari sang murid baru itu, tetapi karena mereka belum lama ini berteman, jadinya gadis itu mengurungkan niat untuk menolak usul, melainkan bertanya terlebih dahulu tentang apa yang diusulkan tadi.
Beberapa saat kemudian, Randi menjawab, "Faedahnya adalah kita bisa belajar tentang hobi kita masing-masing. Lagipula, kita juga bisa belajar tentang manfaat dari semir sepatu dan juga main piano dengan mempraktekkannya sendiri."
"Hmm ...."
Hingga tiba-tiba, bel masuk pun menginterupsi pembicaraan keduanya.
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro