Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Harta, Tahta, dan Hanna

Jika warga komplek permata diminta menganti kata 'SEMPURNA', mereka akan mengantinya dengan nama Agus Sagara Cadfael. Seorang pria tampan yang biasa dipanggil dengan nama Sugus. Sosoknya yang terlihat sempurna dengan ketampanan dan kekayaan membuat siapapun setuju jika definisi sempurna cocok disematkan padanya. Belum lagi fakta bahwa Sugus memiliki istri secantik Hanisha Yohanna, membuat definisi SEMPURNA melekat kuat pada sosok itu. Hana begitu biasa si cantik disapa, adalah satu-satunya perempuan yang bisa membuat seorang Sugus yang terkenal playboy meninggalkan dunianya itu. Bahkan tantangan menikahinya segera Sugus terima dan membuat banyak orang terkejut dengan keputusan tersebut. 

Sempat mengira mereka menikah karena 'kecelakaan', teori tak berdasar itu segera terbantahkan. Pasalnya hingga tahun ke dua pernikahan mereka, Sugus sang pemilik caffe Jewerly dan istri cantiknya belum juga mendapatkan buah hati. Lalu apakah fakta itu membuat Sugus merasa hidupnya tidak sempurna? Jika warga komplek permata menanyakan itu, Sugus akan dengan santai menjawab 'tidak'. Karena bagi Sugus, terlalu sederhana sebuah pernikahan jika buah hati yang menjadi tujuan dari pernikahan tersebut. Bagi sosok yang pernah dikenal sebagai sosok casanova di sekolahnya, Hanna adalah kesempurnaan hidupnya. Mungkin Sugus bersedia kehilangan harta dan tahta yang pria itu miliki. Namun Sugus tak akan mau membayangkan harus kehilangan si cantik Hanna dalam kehidupannya. Katakanlah Sugus 'Bucin' pada Hanna, karena pria tampan ini begitu mencintai istrinya. Dan jika warga komplek permata menjadikan namanya sebagai penganti kata 'SEMPURNA', maka Sugus akan dengan pasti mengatakan bahwa kata lain dari 'SEMPURNA' itu adalah 'HANNA'.

"Darl...." Sugus mengusap lembut rambut Hanna yang masih menikmati lelapnya.

Hanna nampak tak merespon, sosok cantik yang terlihat bagai malaikat dimata Sugus itu masih setia menikmati dunia mimpinya.

"Darl....sudah siang, ayo bangun." Sugus masih setia mengusap lembut rambut Hanna.

Merasa tidurnya terganggu, Hanna menggeliat pelan namun belum membuka matanya. Sosok itu justru nampak menarik selimutnya hingga menutupi kepala, menghindari usapan tangan Sugus yang dirasa menganggu.

"Hey...Darling, mau tidur sampai kapan hummm...." Sugus membaringkan tubuhnya disisi Hanna, dan memeluk erat sosok itu.

Tindakannya itu berhasil membuat Hana menyingkap selimutnya, dan membuka mata. Meraih kesadarannya sesaat, Hanna-pun menoleh pada sosok yang masih memeluknya seraya tersenyum.

"Nggak usah peluk-peluk deh, aku masih marah ya." Hanna mendorong tubuh Sugus menjauh, membuat suaminya itu terduduk disisi ranjang.

Menghela nafas berat, Sugus memperhatikan Hanna yang menatap kesal padanya. Sosok itu masih marah, karena Sugus ingkar janji padanya. Kemarin Sugus berjanji akan datang ke acara reuni bersama Hana, namun tiba-tiba saja Sugus tidak datang ke acara itu. Hanna berakhir datang sendiri, dan menerima banyak pertanyaan penuh selidik dari teman-teman satu angkatannya. Statusnya sebagai istri sang casanova sekolah tentu membuat Hanna menerima wawancara mendadak dari setiap orang. Layaknya wartawan, mantan-mantan kekasih suaminya, ataupun orang-orang yang menaruh perhatian pada sosok tampan itu terus bertanya padanya. Semua pertanyaan yang diurai padanya tentu saja membuat Hanna merasa kesal. Namun karena tak ingin memperlihatkan rasa kesalnya di acara itu, Hana menutupinya dengan senyum tipis. 

"Kan aku udah minta maaf sama kamu tadi malam. Kamu juga tahu kan alasan aku nggak bisa datang." Dengan ekspresi memelas, Sugus membalas ucapan sang istri.

Demi apapun, Sugus berani bersumpah jika dia bukan sengaja melakukan itu. Karena bagaimanapun juga Hanna adalah prioritas hidup Sugus. Dibanding apapun, dia akan selalu mengutamakan si cantik. Namun kemarin pekerjaannya tidak memungkinkan Sugus memenuhi janjinya tersebut. Pengunjung caffe yang datang tanpa henti, ditambah tak ada koki tambahan di caffe itu memaksa Sugus turun tangan ke dapur. Dan akhirnya kegiatan Sugus didapur membuat pria tampan itu melupakan janjinya. Dia baru mengingat janji yang sudah dibuatnya saat Hanna muncul didepan pintu dapur dengan wajah kesal yang sebenarnya terlihat manis walau sedikit menakutkan.

"Iya...memang kamu udah jelasin, tapi aku nggak terima penjelasan kamu. Aku masih mau marah sama kamu." Hanna menarik tubuhnya bangkit, dan duduk seraya memeluk selimut yang membungkus tubuhnya.

"Jangan marah terus dong sama aku, aku tahu aku salah. Aku juga kan udah minta maaf, jadi jangan marah ya." Sugus ingin meraih jemari Hanna, namun sosok cantik itu cepat menjauh dari jangkauan sang suami.

"Sana...keluar, males aku lihat kamu." Hanna memukul tubuh Sugus dengan bantal.

Meringis pelan, Sugus menghela nafas berat kemudian. Ditatapnya lekat Hanna sesaat, lalu diapun memilih bangkit dari duduknya.

"Cepet mandi, aku udah buat sarapan buat kamu. Aku nggak bisa nemenin kamu sarapan ya, karena aku harus berangkat ke caffe." Ucapan lembut Sugus tak ditanggapi Hanna. 

"Aku pergi ya Darling." Pamit Sugus sebelum kemudian beranjak dari kamar itu.

Tidak ada ucapan hangat ataupun morning kiss seperti hari biasanya. Pagi itu Sugus harus pergi diantar tatapan dingin nan datar milik Hanna.

♢Komplek Permata♢

Memeluk sebuah kotak bekal berwarna pink, Hanna dibuat mengerutkan keningnya saat memasuki rumah sepupu dari suaminya. Mematung sesaat didepan pintu gerbang, Hanna memperhatikan Dika yang tengah membersihkan sepeda motor Verdi. Dengan hanya menggunakan celana pendek, dan kaos singlet putih pria desa itu terlihat sibuk dengan kegiatannya. Tak sedikitpun memperhatikan Hanna yang membeku menatapnya.

"Anak kost baru ya." Gumam Hanna seraya menutup pintu pagar.

Dika yang mendengar suara pintu gerbang yang ditutup, nampak mengadahkan pandangannya. Segera dia membawa tubuhnya tegak, dan tersenyum hangat pada Hanna. Namun sayangnya senyum Dika membuat sosok itu nampak bodoh dimata Hanna. Sehingga Hanna menolak membalas senyuman itu, dan lebih memilih beranjak menuju rumah Jovita yang masih berbagi halaman dengan rumah kost Verdi.

"Jo....Joooovitaaaaaa!!" Suara nyaring Hanna menggema diruang tengah, membuat Jovita yang berada diruang kerjanya segera keluar.

"Apasih teriak-teriak." Jovita menyuarakan protes tepat didepan ruang kerjanya.

"Jooo....didepan kost kamu itu siapa? Anak baru ya? Aku kok baru lihat." Mengabaikan protes Jovita, Hanna bertanya.

Jovita memasang wajah bingung, lalu nampak beranjak ke ruang tengah. Mengintip dari balik tirai, Jovita mematung sejenak. Sebelum kemudian menghampiri Hanna yang sudah duduk tenang di ruang makan.

"Aku juga baru lihat." Ucapnya sambil menggeser kursi dan duduk dihadapan Hanna.

"Yang dia cuci itu motornya Verdi bukan sih?" Tanya Hanna seraya membuka kotak bekalnya.

"Kayaknya sih iya." Jovita mengangguk pelan, sedikit tak yakin.

"Kalo gitu nanti tanya Verdi aja." Usulnya yang kembali membuat Jovita mengangguk. "Ambilin minum dong." Perintah Hanna pada sang pemilik rumah.

Jovita menatap lurus Hanna yang mulai menyantap sarapan buatan Sugus dengan kening berkerut.

"Pleeeeasseee..." Dengan senyum manis Hanna berujar saat mendapati tatapan lurus Jovita.

Jovita menggeleng pelan, lalu bangkit menuju kulkas.

"Lagi marah sama Sugus." Tebak Jovita yang dibalas gumaman Hanna.

Jovita tersenyum karena itu. Sebenarnya dia tak harus bertanya. Karena tak mungkin Hanna datang ke rumahnya, kalau sosok itu tidak sedang marah pada sang sepupu. Selama menikah, Hanna hanya akan berkunjung ketempatnya sepagi itu untuk dua hal. Pertama karena Sugus tidak masak sarapan untuknya. Dan kedua karena dia marah pada sang suami. Tapi melihat makanan yang disantap Hanna, kemungkinan pertama secara otomatis tidaklah mungkin benar. Karena itu Jovita segera menebak kemungkinan kedua, saat Hanna hadir di rumahnya.

"Marah kenapa?" Jovita kembali kehadapan Hana dengan segelas susu cokelat ditangannya.

Hanna meraih minuman itu, lalu meneguknya sebelum berujar.

"Sepupu kamu ngeselin, udah buat janji malah dibatalin gitu aja. Nggak konfirmasi lagi pas batalinnya. Bikin kesel aja." Dengan kesal Hanna menyuapkan sarapan kedalam mulur diakhir ucapannya.

"Sama Sugus kesel, tapi sarapan buatannya dimakan." Senyum tipis menghias wajah Jovita.

"Kan yang buat kesel orangnya, bukan sarapan buatannya. Lagian ya...kalo nggak dimakan kan sayang dibuang. Gimanapun juga ini sarapan beli nya pake duit." Jovita dibuat tertawa pelan karena balasan dari wanita cantik dihadapannya itu.

"Memangnya janji apa yang dibatalin Sugus?" Selidik Jovita.

"Itu...janji nemenin aku ke reuni." Jovita nampak mengingat sejenak, lalu mengangguk setelah tahu janji yang dimaksud Hanna.

"Jadinya kalian nggak jadi pergi bareng?"

"Nggak!!" Jawab Hanna dengan nada ketus. "Buat kesel aja."

Hanna terdengar menggerutu pelan seraya menyuapkan sarapan ke mulutnya, membuat Jovita memilih itu diam memperhatikan istri sepupunya itu.

"Pasti Sugus ada alasan kan batalin janji itu." Jovita berujar dengan nada lembut.

"Ya adalah...kalo nggak ada udah langsung aku kasih surat cerai." Jawaban pedas Hanna tak begitu mengagetkan Jovita. Si manis sudah kebal dengan ucapan tajam Hanna yang seperti itu. Sebab beberapa kali bertengkar, Hanna sering mengatakan itu saat dia emosi.

"Kalo memang punya alasan, kenapa masih marah?" Hanna menatap lurus Jovita yang terlihat memasang wajah tenang.

"Ya karena dia buat aku kesel. Gara-gara dia aku jadi bad mood disepanjang acara reuni. Dan parahnya lagi, aku harus pura-pura baik-baik aja di acara itu. Kesel nggak sih dibuat gitu. Itu sama kayak kamu makan pedes, tapi nggak boleh kelihatan kepedesan. Bayangin deh kesiksanya gimana." Omelan panjang Hanna itu nyaris membuat Jovita tertawa. Kalau saja dia tak ingat Hanna sedang kesal, pasti si cantik akan tertawa detik itu juga. Namun tak mau istri dari sang sepupu semakin kesal, Jovita akhirnya harus menahan tawanya.

"Iya...kebayang." Bijak seperti biasa, Jovita menanggapi ucapan Hanna membuat sosok cantik didepannya itu kembali melanjutkan makan.

"Jadi...ini bakal lanjut marah seharian, apa setengah hari aja?" Tanya Jovita lagi.

"Nggak tahu ah....aku masih bad mood kalo mikirin acara reuni itu. Terus kalo lihat Sugus, makin bad mood karena inget sumbernya itu mantan pacarnya dia." Wajah Hanna nampak begitu kesal.

"Ya kali ke reuni nggak ketemu mantannya Sugus. Tahu sendiri kan kalo mantannya Sugus di sekolah dulu banyak." Jovita tersenyum lebar.

"Tapi mantan yang satu itu nyebelin. Nggak heran ditinggal Sugus, tingkah nya bikin kesel soalnya." Hanna mengingat satu dari banyak mantan kekasih Sugus yang sengaja meluangkan waktu mengajaknya mengobrol saat di acara reuni.

"Mantan yang mana?" Kening Jovita berkerut.

"Mantan terakhir dia kalo nggak salah. Yang pacaran cuma semingguan, terus nggak lama Sugus pacaran sana aku." Penjelasan Hanna disambut anggukan pelan Jovita.

"Memang nyebelin sih dia. Aku juga nggak suka kalo dia main ke rumah." Jovita setuju.

Sebenarnya Jovita jarang sekali menilai buruk seseorang. Namun karena memang sosok yang dimaksud Hanna memang cukup menyebalkan bahkan untuk Jovita yang tergolong penyabar. Jadi si cantik tak punya pilihan selain setuju dengan apa yang diucapkan Hanna saat itu.

"Aku lanjut nulis ya." Jovita nampak bangkit dari duduknya saat melihat Hanna yang menikmati makanannya dalam diam.

Hanna menanggapi dengan mengangguk, dan membiarkan sepupu suaminya itu kembali menuju ruang kerjanya.

♢Komplek Permata♢

Sugus tersenyum hangat, pada sosok yang baru saja memasuki caffe nya. Sosok cantik yang kini melangkah anggun menghampirinya itu adalah Chasandra. Kakak kelas sekaligus mantan kekasihnya saat di sekolah dulu.

"Lama nggak ketemu Gus." Ucap si cantik seraya mencondongkan tubuh untuk memeluk Sugus.

"Yaaah...long time no see." Sugus menarik tubuh menjauh, menghindari pelukan Chasandra yang otomatis membuat sosok cantik itu nampak canggung.

"Duduk San." Tugas Sugus ramah kemudian, tak ingin kecanggungan  mendominasi pertemuan mereka saat itu.

Chasandra mengangguk, lalu menggeser kursi tak jauh darinya untuk segera duduk.

"Mau pesan apa? Biar aku buatin." Sugus masih tak menghilangkan nada hangat dari ucapannya.

"Kamu mau buatin pesanan buat aku?" Mata Chasandra nampak berbinar karena ucapan Sugus.

"Iya." Jawab singkat Sugus.

"Khusus buat aku?" Kerutan samar menghias kening Sugus karena apa yang diucapkan Chadandra.

"Khusus gimana maksudnya?" Jujur Sugus tidak paham dengan kalimat tanya mantan kekasihnya itu.

"Kamu mau buatin pesanan aku kan?" Anggukan Sugus membalas ucapan tersebut. "Itu khusus buat aku aja kan?"

Sugus sempat mematung untuk berpikir sejenak, sebelum kemudian memahami kata "khusus" yang dimaksud sang mantan.

"Nggak khusus juga sih, karena memang kalo pelanggan lagi banyak aku juga buatin pesanan di dapur. Disini kokinya cuma satu, dan dia lagi sibuk buatin pesanan yang lain. Makanya kalo kamu pesan, aku terpaksa harus turun tangan untuk buatin pesanan kamu." Penjelasan Sugus melenyapkan binar dimata Chasandra.

"Caffe sebagus ini kok kokinya cuma satu sih? Dan...kenapa juga kamu yang harus buat pesanan di dapur? Istri kamu mana? Kok nggak nyuruh dia aja bantu didapur." Chasandra mulai memperlihatkan sisi kekanakan-nya, dan Sugus terlihat tak nyaman dengan itu.

"Belum ketemu koki yang pas, makanya koki disini masih satu orang. Dan...Hanna nggak bantu karena aku ngelarang dia buat bantu disini." Sugus masih berusaha nampak ramah, karena bagaimanapun sosok didepannya adalah seorang pelanggan.

"Kenapa kamu ngelarang dia bantuin? Masakan dia nggak enak ya?" Chasandra mencibir Hanna, dan Sugus tidak suka.

"Enak...masakan Hanna selalu enak kok." Menekan rasa kesalnya yang mulai muncul, Sugus membalas.

"Kalo enak kenapa nggak dia aja disuruh ke dapur?" Chasandra melipat tangannya didada.

"Terus fungsi aku apa kalo Hanna masuk dapur? Sebagai kepala keluarga yang nyari nafkah, dimana aku harus simpan muka aku kalo istriku juga ikutan nyari nafkah?" Senyum sinis diwajah Chasandra menghilang karena kalimat yang diucapkan Sugus.

"Ini usaha aku buat hidupin dia sebagai istri aku. Terus kalo dia bantu aku disinu, dimana harga diri aku sebagai suami." Lanjut Sugus kemudian.

"Ya...tapikan emang tugas istri selalu bantu suami. Lagian...masak kan emang tugasnya kaum istri, kenapa kamu jadi harus ngerasa hilang harga diri cuma karena dia bantuin kamu masak." Sugus tersenyum saat Chasandra mulai mendebatnya. Kebiasaan sang mantan yang tidak berubah membuat kurva itu tergambar diwajah Sugus.

"Kalo masak dirumah, itu nggak akan ngilangin harga diri aku San. Tapi nggak dengan masak disini. Ini tempat kerja aku, dimana aku nyari uang buat istri aku. Kalo aku biarin dia bantu aku disini, itu sama aja dengan aku bebanin dia buat nyari uang sama aku. Kalo kamu lupa biar aku ingetin lagi. Aku punya prinsip, nggak biarin orang yang aku sayang itu nanggung susahnya aku nyari uang. Karena itu aku nggak biarin Hanna disini." Dada Chasandra seketika memanas karena ucapan bijak dari Sugus.

"Berarti kalo aja aku yang jadi istri kamu, aku juga bakal diperlakukan kayak Hanna." Ucapan yang terdengar bagai sebuah harapan itu meluncur begitu saja dari bibir Chasandra.

"Siapapun yang jadi istri aku, bakalan diperlakukan kayak gitu kok. Karena itu memang prinsip hidup aku." Sugus tersenyum lebar, membuat sosok dihadapannya terpesona.

"Aku kangen kamu Gus, kangen banget. Kemaren aku datang ke reuni buat lihat kamu. Tapi kamunya malah nggak datang." Chasandra berujar dengan nada rendah.

"Aaah...jadi kamu datang ke reuni juga? Ketemu Hanna dong."

"Ya ketemu lah. Karena itu aku dateng kemari." Wajah Chasandra berubah kesal kini.

"Huh?? Maksudnya??" Sugus kembali dibuat tak paham dengan ucapan Chasandra.

"Istri kamu nyebelin, kok bisa sih kamu nikah sama dia." Jujur kalimat itu sanggat menggangu pendengaran Sugus. Namun Sugus kembali harus mengingatkan dirinya untuk tidak mengumpati Chasandra, karena bagaimanapun sosok itu adalah pelanggan di caffe nya.

Didalam pikirannya, Sugus membuat kesimpulan alasan Hanna marah padanya. Sugus berpikir, salah satu alasan kenapa Hanna marah selain dia yang tidak datang pastilah sosok dihadapanya ini

"Bagi aku Hanna nggak pernah nyebelin kok." Balas Sugus tenang.

"Jangan bohong, aku tahu kamu pasti nggak betah kan nikah sama dia. Jujur aja deh, kamu nyesel kan putus sama aku dan nikah sama dia." Ucapan Chasandra sudah sangat tak bisa ditoleransi oleh Sugus, namun sosok itu masih berusaha nampak tenang.

"Nggak...nggak sama sekali." Sugus melipat tangannya didada. "Dan...maaf kalo harus bilang ini."

Sugus memberi jeda pada ucapannya seraya menatap lekat netra Chasandra.

"Justru aku nyesel sehari setelah pacaran sama kamu." Ucapan Sugus itu mengejutkan Chasandra.

"Rasa berdebar dihati aku, ilang gitu aja waktu kamu setuju jadi pacar aku. Dan...lewat sehari, perasaan aku jadi hambar. Nggak ada yang special saat kamu jadi pacar aku. Itu beda sama perasaan aku ke Hanna. Bahkan sampe sekarang, Hanna nggak pernah gagal buat aku berdebar. Bahkan cuma ngebayangin dia aja bisa buat jantung aku ribut. Jadi gimana bisa aku nyesel udah nikah sama perempuan yang ngasih perasaan indah itu ke aku." Air muka Sugus berubah. Tak ada lagi kesan ramah disana.

Sang pemilik caffe memandang tajam Chasandra. Membuat yang dipandang seketika membeku karena ekspresi dingin Sugus.

"Daddy~~" Sugus segera melepas pandangannya dari Chasandra, dan menatap sosok yang memanggilnya.

"Darl..." Senyum Sugus kembangkan saat melihat Hanna melangkah menghampirinya.

"Eeeh...ada Kak Sandra. Halo kak...kita ketemu lagi." Chasandra tahu Hanna hanya berbasa-basi menegurnya. Dan dia juga tahu sikap ramah itu hanya ke pura-puraan semata karena itu tak membalas.

"Kak Sandra datang mau makan, atau mau ketemu Sugus?" Chasandra bersiap menyuarakan jawaban, namun Hanna cepat melanjutkan ucapannya. Membuat Chasandra tak bisa berujar apapun lagi.

"Aaah....pasti mampir cuma mau nyapa Sugus ya? Karena kak Sandra bilang kan nggak bisa makan kalo bukan makanan organik buatan koki bintang lima." Kalimat ejekan itu membuat Chasandra tak bisa berujar apapun.

"Semalam aku sama kak Sandra banyak bicara Dad, dan aku juga cerita kalo Daddy nggak datang karena sibuk. Tapi kayaknya kak Sandra nggak percaya deh sama omongan aku. Aku udah ngajak mampir Dad, dan bilang mau traktir kak Sandra. Tapi kak Sandranya nggak mau. Katanya nggak biasa makan-makanan caffe biasa. Biasanya makan-makanan organik buatan koki bintang lima. Eeeh...nggak tahunya Kak Sandranya datang juga. Pas banget lagi waktu aku nggak disini." Ada banyak kata sindiran dalam kalimat Hanna yang membuat Chasandra kesal, namun justru membuat Sugus tersenyum. Karena tahu kalau apa yang dipikirkannya tentang sumber kekesalan Hanna tak sepenuhnya ada padanya.

"Gitu ya." Sugus mengusap poni Hanna lembut, yang membuat Hanna menoleh padanya dan mengangguk.

"Katanya mau istirahat dirumah, kok kemari?" Hanna melayangkan tatapan tajam pada Sugus, yang membuat senyum Sugus semakin berkembang.

Hanna kesal, tapi wajahnya terlihat sangat imut. Itu kenapa Sugus tak bisa menahan senyum diwajahnya.

"Karena kangen Daddy~" Tanpa canggung, Hanna memeluk manja Sugus yang justru membuat suaminya itu tertawa pelan.

"I miss you too Darling." Sugus balas memeluk Hanna, membuat sosok cantik dalam pelukannya itu ikut tertawa pelan.

Hanna menarik tubuhnya menjauh kemudian, sebelum menangkup pipi sang suami.

"Daddy, aku laper." Ucapnya dengan wajah imut.

"Mau makan apa? Nanti aku bikinin." Sugus mengusap lembut rambut Hanna.

"Apa aja yang Daddy buat. Dan...aku mau nanti makannya disuapin Daddy."

"Okay...aku buatin, kamu tunggu di ruang kerja ya."

"Nanti abis aku makan, Daddy makan juga ya. Tapi Daddy makan aku." Hanna mengigit pipi Sugus diakhir ucapannya, membuat suaminya itu tertawa geli.

"Iya...kamu tunggu di ruang kerja ya." Anggukan Hanna membalas itu.

"Kak Sandra...aku tinggal ya." Ucap Hanna lengkap dengan tatapan mengejek pada sosok itu.

Masih tak ada balasan dari Chasandra. Namun dari wajahnya yang memerah, Hanna tahu sosok itu nampak kesal.

"Jangan lama-lama Daddy." Ucap Hanna pada Sugus sebelum kemudian beranjak.

Sugus tak sempat membalas, karena Hanna sudah melangkah menuju ruang kerjanya. Menatap punggung Hanna, kini Sugus tahu apa yang membuat yang terkasihnya itu kesal.

"Maaf Sandra, kayaknya aku nggak jadi buat pesanan kamu. Aku panggil pegawai aku aja ya, biar nanti dia yang layanin kamu. Karena aku mau layanin tamu khusus aku dulu." Ujar Sugus yang membuat Chasandra menggepalkan tangannya kuat.

"Win..." Panggil Sugus pada sang pegawai Wiwin.

"Iya mas." Sambut Wiwin.

"Catat pesanan mbak ini ya, nanti minta Rino buatin pesanannya." Perintah Sugus disambut anggukan Winwin.

Diapun segera menghampiri Chasandra untuk mencatat pesanan sosok itu. Sementara Sugus sudah berlalu tanpa mengatakan apapun lagi pada tamunya. Didalam kepala Sugus hanya dipenuhi rencana persiapan menghadapi omelan Hanna yang akan didengarnya didalam ruang kerja. Karena bagaimana-pun juga sang istri pasti masih kesal. Dan itu berarti Sugus harus "makan siang" dengan omelan istri cantik yang begitu dicintainya itu.

Bukan hal besar bagi Sugus. Karena Hanna adalah segalanya baginya. Dan Hanna juga omelannya adalah satu paket dalam diri sosok indah itu. Membuat Sugus harus mencintai setiap bagian dari sang istri. Itulah kenapa Sugus hanya harus mempersiapkan diri mendengar omelan itu. Terlalu mencintai Hanna membuat Sugus tak akan mempermasalahkan apapun yang nanti akan didengarnya dari bibir manis Hanna. Karena sekali lagi Sugus akan menegaskan kepada dunia, kalau Hanna adalah segalanya baginya. Dan penegasan itu membuat dunia sadar, kalau Sugus adalah Bucin sejati untuk Hanna.

♢TBC♢

Sorry for Typo
Thanks for Reading & Votement

🌻HAEBARAGI🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro