Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11 - PRIDE MONTH

Dear readers,

It’s June and it means that LGBTQ community celebrates Pride Month.

Rasanya banyak dari komunitas LGBTQ di Indonesia (mungkin juga di negara2 lain di mana homoseksualitas dianggap sebagai hal yang tabu) yang nggak sadar atau nggak ngeh bahwa komunitas LGBTQ punya bulan yang spesial. Bukan hanya spesial, bulan Juni pun bisa dibilang bulan bersejarah bagi komunitas LGBTQ.

Let’s go back to the history of pride itself.

Pada tanggal 28 Juni tahun 1969, polisi melakukan razia di sebuah gay bar di New York City bernama Stonewall Inn. Para pengunjung bar melakukan protes terhadap razia tersebut dan juga malam-malam sesudahnya. Bisa dibilang, peristiwa Stonewall itu adalah titik balik perjuangan kaum LGBTQ terhadap hak asasi mereka, bukan cuma di Amerika, tapi juga di seluruh dunia. Setahun setelah peristiwa Stonewall, beberapa aktivis melakukan march di New York, Chicago, Los Angeles, dan San Fransisco untuk memperingati peristiwa Stonewall. Dari sinilah kemudian gay pride mulai dilakukan setiap tahun pada bulan Juni. Jadi, alasan utama kenapa Pride Month diperingati bulan Juni adalah karena peristiwa Stonewall ini.

Dari yang saya tahu, nggak semua gay pride dilaksanakan pada bulan Juni. Beberapa pride di negara-negara Eropa dilaksanakan pada bulan Juli/Agustus, seperti gay pride di Amsterdam—yang merupakan salah satu gay pride terbesar— yang jatuh setiap bulan Agustus. Gay pride di Brussels juga kayaknya nggak jatuh pada bulan Juni. Lalu ada apa aja sih di gay pride? Acara utamanya sih pawai aja, tapi biasanya selama seminggu sebelum pawai, ada acara-acara lain seperti peluncuran buku, diskusi, konser, dll. Nggak ada pride yang sama. Tujuannya apa ngadain pride? Bisa dibilang, pride ini sebagai ajang buat mendeklarasikan diri bahwa mereka bangga menjadi bagian dari komunitas LGBTQ, bahwa mereka nggak perlu lagi menyembunyikan seksualitas mereka. Nggak semua gay suka dengan pride, sih, karena memang acaranya sendiri bisa dibilang sangat riuh. Terlepas apakah ada komunitas LGBTQ yang suka atau nggak dengan pride, di negara-negara yang sudah menerima homoseksualitas, gay pride ini sesuatu yang besar. Meriah banget pokoknya.

Saya sendiri sempet ngalamin gay pride pas di Eropa, tepatnya di Barcelona tahun 2015. Sebenernya gay pride di Barcelona bukanlah termasuk gay pride terbesar (di Spanyol sendiri kalah dengan Madrid) tetapi karena waktu itu tujuan utama saya adalah Barcelona, makanya sekalian aja. Sebagai orang yang nggak pernah terekspos dengan rainbow flag yang gede-gede, apalagi ngalamin satu area sengaja ditutup buat kepentingan pride, saya ngerasa excited dan juga bangga. Mungkin bisa dibilang, gay pride di Barcelona saat itu semakin menguatkan niat saya bahwa saya nggak akan lagi menutupi homoseksualitas saya saat kembali ke Indonesia. Waktu itu saya udah 8 bulan di Italia dan udah sangat nyaman dengan seksualitas saya karena lingkungan yang sangat accepting, tapi jadi bagian sebuah gay pride—meskipun bukan yang terbesar—bagi saya seperti turning point. I wasn’t scared anymore to hide my sexuality. I was proud of being gay.

Waktu itu, tema di Barcelona adalah Stop Bullying, dan siapa pun yang hadir diminta buat memakai baju/aksesori berwarna ungu. Kenapa ungu? Karena warna ungu yang diambil dari rainbow flag mewakili spirit. Singkat aja saya jelasin soal rainbow flag buat yang belum tahu.

Jadi bendera yang menjadi lambang komunitas LGBTQ ini dibuat oleh Gilbert Baker, seorang artis dari San Francisco pada tahun 1978. Awalnya, warna pada rainbow flag ini terdiri dari 8 warna: merah, oranye, kuning, hijau, biru, ungu, pink, dan turkuois.

Namun pada tahun 1979, dua warna—turkuois dan pink—dihilangkan demi kepentingan produksi. Dari yang pernah saya baca, susah buat dapetin material dengan dua warna itu, makanya kemudian rainbow flag cuma terdiri dari 6 warna sampai sekarang. Setiap warna pada rainbow flag punya arti, jadi nggak cuma asal tempel aja.

Red – life
Orange – healing
Yellow - sunlight
Green – nature
Blue – peace/harmony
Purple – spirit
Warna pink mewakili seksualitas sedangkan turkuois mewakili seni (art).

Rasanya, pengetahuan dasar seperti ini perlu diketahui oleh siapa pun, terlebih mereka yang mengaku sebagai bagian dari komunitas LGBTQ. Ini bagian dari sejarah gerakan LGBTQ yang tanpa mereka ini, komunitas LGBTQ nggak akan sampai pada tahap sekarang.

Back to the gay pride.


Itu adalah beberapa foto yang saya ambil saat gay pride di Barcelona. Saya kebetulan datang sendirian ke sana karena tujuan utama ke Barcelona adalah ngasih diri saya sendiri hadiah ulang tahun. Barcelona had always been on my list and there was nothing greater than giving myself a birthday gift by visiting a city I had always wanted to visit. Dari beberapa kegiatan yang ada, saya cuma sempet dateng ke pre-pride party yang diadain semalam sebelum pride. Percaya deh, sebagai orang yang nggak suka clubbing, saya menikmati banget party malam itu meski nggak ada temennya. It was so much fun! Belum lagi banyak pria-pria Spanyol bertelanjang dada dann berbasah-basah ria (karena party-nya adalah foam party) bikin saya makin betah ada di sana, hahahaha. Seru banget rasanya ada di sana. Saya nggak ngerasa sendirian karena meski semua acara pakai bahasa Spanyol (atau bahkan mungkin Catalan, saya nggak tahu bedanya) saya tetep bisa enjoy.

Keesokan harinya adalah pride parade itu sendiri. Jadi di sepanjang jalan, ada pawai gitu. Intinya sih, saya ngerasa beruntung ada di antara kerumunan orang-orang yang nggak cuma sangat bangga dengan seksualitas mereka, tetapi juga mereka yang mendukung LGBTQ. Nggak ada perasaan tersisihkan sama sekali. Yang ada cuma sense of proud being part of LGBTQ community. Setelah pawai, ada pesta lagi. Konser-konser gitu, sih. Buat saya, pengalaman di Barcelona itu adalah salah satu pengalaman paling nggak terlupakan selama saya ada di Eropa. Pengaruhnya ke saya besar banget. Saya jadi ngerasa nggak takut lagi buat jadi diri sendiri. Buat kalian yang mungkin punya duit lebih dan bisa jalan-jalan ke Eropa, bisa dipasin jalan-jalannya pas bulan Juni. Believe me, it will give you the most unforgettable experience. Saya nggak bisa ngebayangin gimana pride yang ada di Amsterdam, London, Rio de Janeiro, atau di New York karena mereka jelas lebih besar dan rame.

Meski begitu, gay pride pun nggak lepas dari kontra. Banyak yang menilai, gay pride cuma diperuntukkan bagi mereka yang punya badan bagus karena begitu banyaknya cowok-cowok six-pack bertelanjang dada, bahkan nggak jarang cuma pakai pakaian minim banget. Buat saya yang jelas nggak bertubuh atletis, saya nggak ngerasa bahwa gay pride cuma diperuntukkan bagi mereka yang berbadan bagus. Mungkin perasaan minder itu ada, tapi begitu sadar tentang tujuan dan sejarah pride itu sendiri, saya ngerasa sebaliknya. Banyak juga yang berpendapat bahwa gay pride sekarang udah terlalu dikomersialkan, sehingga semangat pride itu sendiri jadi hilang. Saya lumayan setuju dengan pendapat ini. Pride sekarang emang lebih sering berisi party dan segala hal yang mengikutinya, jauh dari tujuan diadakannya pride pada tahun 1970. Tapi, dengan berubahnya zaman, saya rasa ini nggak bisa dihindari. Saya berusaha ngeliat pride sebagai sebuah perayaan untuk menjadi diri sendiri. Nggak lebih dari itu.

Saya sendiri pengen banget ngeliat pride lagi karena atmosfer positif yang saya dapet di sana. Karena nggak mungkin ada persitiwa seperti ini di Indonesia, nggak ada pilihan selain arus terbang ke negara lain. Sepertinya di Taipei ada gay pride tapi saya nggak yakin dengan bulannya. Tapi emang nggak ada yang ngalahin suasana pride di Eropa. Waktu saya ke Barcelona, di Cagliari (ibukota Sardinia, tempat saya jadi volunteer di Italia) juga sedang ada pride, yang pertama! Jadi emang begitu masuk bulan Juni, atmosfernya udah kerasa banget.

Terlepas dari kalian tertarik atau nggak buat dateng ke pride, yang terpenting buat saya justru sejarah dari pride itu sendiri. Kita mungkin nggak akan pernah punya perayaan seperti itu di Indonesia, tapi bukan berarti kita juga bisa bersikap tak acuh dengan perjuangan aktivis-aktivis yang dulu berjuang demi komunitas LGBTQ. It’s important to know the history behind the pride or who designed the rainbow flag, because at the end of the day, being gay is so much more than being attracted to same gender. Buat saya, menjadi seorang gay itu nggak sesederhana tertarik dengan sesama jenis, tapi ada yang jauh lebih besar dari itu: embracing our sexuality wholly. Banyak yang masih mengira, bahwa homoseksualitas itu adalah sebuah fase yang akan hilang atau menganggap bahwa homoseksualitas itu bisa disembuhkan. Nggak cuma kaum hetero yang punya pikiran begini, tapi banyak juga kaum gay yang berpikiran seperti ini. It’s really sad.

Be brave, be proud, and be yourself.

Nggak perlu coming out jika memang kalian nggak berani, belum siap, atau situasi memang nggak memungkinkan kalian melakukannya. Yang penting adalah sadar dan bisa menerima seksualitas sebagai bagian dari diri kalian dan bersikap jujur ke diri sendiri. To me, that’s the real essence of pride, not ashamed to be who you are.

Itu aja bahasan KOLASE kali ini. Maafkan jika lama KOLASE ini nggak diurusin. Saya sebenernya ada beberapa topik yang ingin saya bahas, tapi rasa males selalu menghantui, huuhuhuhu. Semoga dengan bahasan kali ini, saya jadi lebih rajin nantinya.

Have a great long holiday, everyone!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro