BAB 2. Kematian Pertama
Yuuri Zelvin-Asisten detektif terkenal
“KYAAAAAAA!”...
DEG! Hening. Seketika seisi ruangan hanya dipenuhi oleh suara langkah kaki yang saling berlomba menuju sumber suara. Aku dan Yuuri mengikuti para tamu undangan lain di paling belakang. Jantungku langsung berdegup tak karuan begitu hidungku menangkap aroma yang sudah tidak asing ini. Tetesan demi tetesan cairan merah kental mulai terbayang di otakku. Seketika para tamu berhenti di depan sebuah ruangan di ujung lorong.
“Ariana – san!” pekik Yuuri sambil menggoyangkan lengan bajuku. Nampaknya ia menyuruhku untuk maju ke barisan paling depan.
Aku mengangguk lalu menarik Yuuri ke arah depan. Terus ke depan dan menerobos orang – orang yang menghalangi. Sampai pada akhirnya, jerit tangis milik Yessica – sama mewarnai seluruh atmosfer. Di sebelahnya ada Renata yang menenangkannya. Sementara tak jauh di depannya, tergeletak seorang mayat laki – laki yang bersimbah darah.
“Ariana – san, tolong...hiks!” ucap Yessica terbata begitu ia menyadari kehadiranku.
Aku dan Yuuri maju mendekati si mayat. Kulihat luka tusuk tepat di jantungnya. Sedangkan tangan kanannya memegang sebuah pisau untuk mengupas buah. Kecil memang, namun tusukan yang keras dan dalam sudah dipastikan dapat membunuhnya hanya dalam beberapa saat.
“Dia...dia suamiku, William Anderson, hiks...pelayanku menemukannya sudah tidak bernyawa...hiks!” ucap Yessica.
“Bagaimana, Ariana – san?” tanya Yuuri.
“Aku tidak menemukan tanda – tanda kekerasan dari orang lain pada tubuhnya. Kurasa dia bunuh diri.” ujarku yakin.
“Ti-tidak mungkin! Apa yang salah selama ini!?” jerit Yessica.
“Sudah! Semuanya kembali ke kamar masing – masing dan biarkan detektif bekerja!” ujar Renata menengahi.
“Tapi ini tak bisa dibiarkan! Kita harus menelepon polisi!” ujar seorang pengusaha emas, Sir Fernando.
“Tempat ini terpencil dan sangat jauh dari kota. Lagipula tak ada kabel telepon.” jelas Yessica parau.
“Kita harus ke kota! Aku akan mengendarai mobil!” ujar seorang jaksa terkenal, Finky Cordellia. Dengan cekatan ia pergi ke arah mobil diparkir. Namun hanya dalam waktu sebentar, ia kembali lagi ke dalam villa. Wajahnya masam.
“Ada apa, Finky – san?” tanya Yuuri.
“Ini aneh. Ada yang melubangi tempat penampungan bensinnya.” jawab Finky.
“Apa – apaan maksudnya ini, Yessica – sama!?” protes seorang pelaut terkenal, Levi Lakemill.
“Aku..aku...hanya...” ujar Yessica gugup dan ketakutan.
“Sudah. Izinkan aku memeriksa jasad William – sama lalu nanti kita akan menguburkannya di dekat sini.” selaku cepat. Aku benci keributan dan konflik.
Sesuai keinginanku, semua tamu undangan kecuali aku dan Yuuri pergi ke kamar masing – masing yang telah Yessica sediakan untuk mereka. Maka penyelidikanpun bisa dimulai. Aku memerika pisau yang si korban genggam dengan teliti. Namun disana hanya ada bekas sidik jari korban. Ini bunuh diri.
“Ariana – san..” gumam Yuuri sambil menyerahkan secarik kertas kecil ke arahku.
“27GUKUADRATK.” aku membaca tulisan yang ada pada kertas itu. Aku mengangkat sebelah alisku lalu menatap Yuuri.
“Kertas itu ada di saku kemeja korban.” jelas Yuuri singkat.
“Kita harus menyelidikinya. Bisa jadi ini adalah semacam kode kenapa si korban bunuh diri.” ujarku.
Setelah merasa tidak ada barang bukti lain, kami memanggil semua tamu undangan dan menguburkan jenazah William – sama di halaman belakang. Waktu berlalu singkat. Sang dewi malam mulai menunjukkan sosoknya di langit malam. Aku duduk di pinggir kasur sambil mengamati kode yang tertera pada kertas kecil yang Yuuri temukan.
Aku tidak mengerti. Ini sangatlah menyebalkan.
DUK! DUK! DUK!
“Ariana – san! Ariana – san!”...
Aku segera membuka pintu kamar dan mendapati Andrea yang berwajah pucat. Lalu tanpa bicara sepatah katapun, ia menarikku ke arah halaman depan. Aku tenggelam di dalam kebingungan. Perasaan tidak enak memenuhi seluruh rongga dada. Secara perlahan tapi pasti, koridor yang menghubungkan kami dengan halaman depan hampir mencapai ujungnya.
Dan...,sesosok tubuh menggantung tanpa nyawa menyambutku. Bergoyang lembut ditiup angin malam yang semilir.
“Itu pelayan yang menemukan jasad William – sama.” ujar Andrea.
“Ini semakin aneh saja. Ada pembunuh diantara kita.” gumam Renata pucat.
Aku terpaku menatap seonggok tubuh yang menggantung di dahan pohon beringin di dekat gerbang keluar tersebut. Seluruh tubuhku rasanya kaku. Namun cepat – cepat kukumpulkan kembali nyawaku dan berkata “Turunkan jasad itu dan biarkan aku memeriksanya!”
Kemudian orang – orang menurunkan jasad si pelayan dan membaringkannya di tanah. Sama seperti sebelumnya, tak ada tanda kekerasan, tak ada sidik jari orang lain, dan yang ada hanyalah sebuah kertas. Kertas bertuliskan kode yang sama. Aneh. Apa mereka memiliki sebuah perjanjian dulu sebelum bunuh diri?
“Ariana – san, bagaimana?” tanya Yessica parau. Terdengar jelas sekali nada frustasi dari suaranya.
🗡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro