Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[3] Perasaan Aneh

Cinta itu memang tak terlihat, namun tak bisakah kau merasakan kehadirannya?

Matahari pelan-pelan mulai beranjak dari tempat peristirahatannya. Sorot teriknya menyeruak cepat melalui celah-celah jendela yang dibiarkan terbuka begitu saja. Meski hangat teriknya mulai menembus pori-pori kulit juga memaksa matanya untuk segera dibuka. Namun, rasa kantuk si pemilik kamar masih berkuasa penuh mengambil alih kesadarannya. Dalam balutan selimut yang membuatnya tampak seperti kepompong, semua kenyamanan itu tiba-tiba lesap dengan kedatangan seorang wanita yang telah rapi dengan seragam SMA milik Giya yang beruntung melekat begitu pas di badannya.

"SURYA BANGUUUN!" jerit Shely melengking dengan oktaf tertingginya. "Surya udah jam setengah tujuh nih, kalau kita telat gimana?" teriaknya lagi, memukul-mukul tubuh Surya dengan bantal tanpa ampun.

"Apa sih nih, ganggu orang tidur aja," geram Surya, matanya belum juga terbuka. Heran ia, Ibunya saja tak pernah sebrutal ini membangunkannya.

Shely berkacak pinggang, mendelik sebal tak pernah menemukan manusia sesantai ini sebelumnya. "Ya ampun, belum bangun juga. Banguun ... banguun." Kali ini ia mengguncang lengan Surya keras-keras.

Surya mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Iya iya, aku bangun sekarang." Pelan-pelan ia bergeser menuju tepi ranjang untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya yang belum sepenuhnya menyatu.

"Lah, malah sempat bengong lagi. Sana buruan mandi!" desak Shely sekuat tenaga mendorong punggung kokoh Surya agar segera beranjak dari kasur empuknya.

Mau tak mau, Surya mengalah. Begitu malas ia berdiri dan menguap tepat di hadapan Shely. "Hooaaahhh." Seringai jailnya muncul begitu saja, melihat Shely yang buru-buru menutup hidungnya rapat-rapat.

"Jorok amat sih jadi orang. Cepat sana mandi! Jangan lupa sikat gigi bersih-bersih biar tuh mulut enggak bau lagi. Terus inget yah, mandinya enggak usah lama-lama. Telat nih kita entar," omelnya sungguh-sungguh, namun hanya ditanggapi candaan oleh Surya, yang terus saja pura-pura mengangguk patuh padahal sama sekali tak acuh pada apa yang didengarnya.

"Tersentuh aku dikasih siraman rohani pagi-pagi gini. Cewek aneh perhatian juga yah ternyata," gemas Surya mengacak-acak puncak kepala Shely santai, sementara Shely mendadak bergeming di tempat menatap kepergian Surya.

Shely cemas pada degup jantungnya yang tiba-tiba serasa tak biasa-biasa saja. Sentuhan hangat yang ditinggalkan Surya pada puncak kepalanya, rupanya tak hanya berhenti di sana. Perasaan hangat itu menjalar cepat membuat wajahnya memanas, juga hatinya yang kini ikut menghangat, hanya dengan satu sentuhan di puncak kepala itu.

Aku kenapa nih? Jangan bilang kalau aku suka sama dia. Ya ampun, jangan, jangan. Malu-maluin aja deh kalau itu sampe kejadian. Batinnya, berusaha keras melupakan kejadian tadi. Namun tak dapat dipungkiri pula, kejadian tadi secara ganjil telah mampu menghadirkan perasaan asing dalam dirinya, yang serasa menganggu tapi juga menyenangkan di saat yang sama.

***

Shely menyantap sarapannya gelisah begitu melirik jam tangannya yang menunjukkan sepuluh menit lagi pukul tujuh. Ia mengembuskan napas pasrah melahap habis sarapannya. Udah enggak ada harapan lagi. Aku pasti bakalan telat. Tepat setelah itu, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya menampakkan diri juga.

"Yuk, Shel!" Surya keluar juga dari kamarnya, lengkap dengan seragam rapi yang membuat auranya kian tampak lebih dari biasa. Shely yang tadinya cepat-cepat ingin bergegas mendadak bergeming seketika, mengerjap-ngerjap pelan larut begitu saja dalam pikat pesona itu. Perhatiannya menggantung sepenuhnya menatap Surya lamat-lamat tanpa ia sendiri sadari.

"Kenapa liat-liatin aku kayak gitu?"

Spontan Shely menampar pipinya, yang seketika mengembalikan kesadarannya. "Aku enggak liatin kamu kok. Orang aku lagi ngelamun tadi." Tak ingin terlihat salah tingkah, cepat-cepat ia meneguk segelas air yang sialnya malah membuat ia tersedak seketika. Ia terbatuk-batuk keras, merasa miris dalam hati. Ia malah tampak lebih bodoh dari sebelumnya.

"Makanya, minum tuh pelan-pelan," omel Surya, menyodorkan segelas air baru.

"Iya, iya," sungut Shely, namun meraih juga gelas itu.

"Nah, gitu dong minum pelan-pelan. Tadi tuh kamu kenapa sih? Grogi yah sama aku?" tebak Surya tepat, membuat Shely seketika tersentak.

Buuuuurrrrrrrr. Semburan keras dari mulut Shely menampar telak wajah Surya yang hanya bisa memejam mata menahan geram dalam hati.

"Ya ampun, Sur. Maaf yah, maaf. Aku bener-bener enggak sengaja." Shely gelagapan, cepat-cepat menyatukan kedua telapak tangannya, sungguh-sungguh memohon maaf.

"Kamu tuh kenapa sih, Shel?"

Shely menggigit bibirnya, masih dengan raut bersalah. Aku juga enggak tahu, Sur. Aku enggak tahu kenapa aku malah tiba-tiba jadi kayak bego gini! Sahutnya dalam hati.

Surya menghela napas panjang, tak tahan juga melihat raut Shely yang membuat dirinya malah mendadak iba. "Udahlah. Kamu tunggu sini yah! Aku cuci muka dulu baru kita berangkat."

Shely mengangguk cepat seraya mengembuskan napas lega. Beruntung ia sebab Surya tak memperpanjang masalah ini. Ia kembali duduk, merasa tubuhnya mendadak lemas. Pikirannya terasa begitu berat hanya karena berkutat pada satu masalah, perihal apa yang terjadi pada dirinya sekarang.

"Ayo berangkat sekarang, Shel. Kita udah telat nih." Sebuah telapak tangan yang melingkar hangat di pergelangan tangannya, membuat Shely tiba-tiba mendongak cepat. Surya menarik lengannya buru-buru, sementara pikirannya mendadak kosong begitu saja.

Kini ia tak lagi cemas menghadapi keterlambatan, sebab masalah di depannya ini rasa-rasanya jauh lebih mendesak daripada masalah sekecil itu. Tentang perasaannya. Ia paham betul, ini bukan masalah sederhana. Perihal perasaan, itu akan menjadi sebuah masalah yang berkepanjangan.

***

Mobil Surya melaju cepat di atas kecepatan rata-rata. Shely menutup matanya rapat-rapat, tak sanggup menatap jalanan di depan yang bisa saja membuat jantungnya berhenti di tempat. Raut tegang di wajah Shely tampak begitu kontras dengan raut Surya yang terlihat begitu tenang seakan kebut-kebut begini sudah jadi hal biasa yang sering dilakukannya.

"Surya enggak usah ngebut-ngebut dong!" pinta Shely kian menggenggam erat sabuk pengamannya.

Surya menghela napas, tanpa beban. "Kalau enggak mau telat yah emang harus gini."

"Iya, tapi enggak gini juga kali caranya. Ini sama aja kalau kamu enggak sayang sama nyawa kamu."

"Ini kan lagi keadaan terdesak Shely," bujuk Surya tak minat mengindahkan kata-kata Shely, membuat Shely mendengus keras menatapnya tajam.

"Kalau kamu masih ngebut-ngebut mending turunin aku sekarang juga! Aku enggak mau mati konyol sama kamu," ketusnya, namun terdengar frustrasi di saat yang sama, membuat Surya lekas-lekas menurut, menurunkan laju mobilnya.

"Ya udah deh kalau maksa, tapi jangan salahin aku yah kalau nanti kita telat!"

Shely mengembuskan napas panjang, baru bisa bernapas lega. "Iya deh, biar lambat yang penting selamat."

Spontan Surya mendengus tertawa mendengar penuturan Shely barusan. "Kamu ini emang bener-bener aneh yah. Kemarin pengen banget mati, sekarang malah sayang nyawa banget. Dasar!" ledeknya, yang dibenarkan Shely dalam hati.

"Tapi, itu 'kan kemarin. Sekarang aku udah berubah kok, aku udah insaf," sahutnya dengan cengiran lebar yang memperlihatkan deretan gigi rapinya yang membuat ia jadi tampak lebih manis.

Surya menoleh menatap Shely agak lama. Simpul senyum terbit begitu saja di bibir Surya, membuat Shely mendadak gugup, begitu penasaran ingin mengetahui apa yang ada dalam isi pikiran Surya saat ini. "Kenapa liat-liatin aku kayak gitu? Aku cantik yah? Iya, udah tahu kok," timpalnya menutupi gelagapnya.

"lya sih, emang cantik," sahut Surya cepat.

"Tapi bohong," lanjutnya lagi seraya terpingkal-pingkal hebat menangkap ekspresi datar Shely, yang dianggapnya lucu betul, padahal sama sekali tidak.

Shely membuang muka, jengah. "Apa sih! Garing banget deh." Bibirnya mengerucut kesal tanpa sadar, malah membuat Surya menyeringai jail kian gemas untuk menggodanya.

"Tapi kalau ngambeg gitu jadi lucu deh. Beneran."

Shely terdiam begitu saja. Ia kesal setengah mati pada jantungnya yang malah berdegup cepat hanya kerena perkataan konyol Surya barusan. Ia menghela napas pasrah. Ini benar-benar di luar dari kendalinya. Semoga saja orang bodoh di sampingnya itu tidak menyadarinya.

Surya memarkirkan mobilnya begitu pas seraya menginjak rem, menghentikan mobilnya. Surya yang bergegas keluar, mengenyit seketika begitu melihat Shely yang masih bergeming melamun di tempat. "Shel!" panggilnya, seketika membuyarkan lamunan Shely.

"Kita udah telat, Shel. Kamu masih mau tinggal di sini lama-lama sama aku," godanya tak habis-habis, membuat Shely buru-buru melapas sabuk pengamannya, geram.

"Dasar gila!" makinya ketus seraya cepat-cepat berlari meninggalkan Surya begitu saja yang tetap tinggal dengan senyum-senyum geli tak mampu ditahannya.

Wajah Shely menekuk kian kusut, menggerutu pada dirinya sendiri. Bego amat sih aku. Masa salah tingkah di depan Surya. Haduh. Ini bukan gaya aku banget deh.

"SHELY!" pekik seorang wanita begitu Shely baru saja selangkah memasuki kelas, membuat perhatian yang lain seketika kompak tertuju ke arahnya.

Lekas-lekas Shely menutupi sebagian wajahnya menahan malu. Ia tahu betul, siapa pemilik suara melengking yang begitu mengganggu pendengaran itu. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya sekaligus teman sebangkunya, Nila. Sahabatnya satu itu memang gemar sekali membuatnya malu dengan tingkahnya yang tak tahu malu.

"Ya ampun Shel, kok baru dateng padahal udah jam segini sih? Untung aja Bu Ani lagi enggak masuk. Tapi yang lebih penting tuh kamu ke mana sih kemarin-kemarin? Aku cemes banget tahu. Terus nih muka kenapa nih bengkok sana-sini gitu?"

"Aduh, Nil. Aku bener-bener lagi enggak mood deh sekarang. Sebenernya banyak banget yang mau aku ceritain sama kamu. Sejak aku mutusin keluar dari rumah kamu itu, semua yang kejadian sama aku tuh bener-bener di luar pikiran aku banget. Tapi maaf banget yah, untuk sekarang nih aku masih belum bisa cerita. Soalnya males banget deh kalau aku sampe inget-inget orang ngeselin itu lagi. Duh, enggak banget."

"Orang ngeselin?" Radar penasaran Nila aktif seketika. Ia menyipitkan mata menatap Shely curiga. "Biar aku tebak. Orang ngeselin itu laki-laki?"

Shely mengangguk ragu. "Yah, iya. Emangnya kenapa?"

"Biar aku tebak lagi!" Nila memberi jeda sebentar, tampak berpikir keras. "Orang ngeselin itu pasti cakep, 'kan?" Ia mengangkat-angkat kedua alisnya jail, membuat Shely mendelik seketika.

"NILA!!!" geramnya, entah mengapa merasa wajahnya tiba-tiba memanas begitu saja.

Hai semua! Diatas ada Surya tuh, cowok yang udah ngebuat Shely ngerasain perasaan aneh. Sebelumnya aku mau ngucapin makasih banyak yah buat kalian yang udah baca cerita ini. Jangan lupa vote & comment yah guys. Makasih ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro