[20] Pengakuan Prata
Jika dengan melupakanmu dapat membuatmu bahagia. Maka berbahagialah, karena aku takkan memaksamu untuk mencintaiku, jika itu hanya akan menyakitimu.
Bel keluar main berbunyi, membuat para murid mendadak mengosongkan kelas guna mengisi kekosongan perut mereka. Begitu halnya dengan Shely, perutnya yang sedari tadi berkoar minta diberi asupan, terpaksa harus ditahannya dulu mengingat sehabis keluar main akan ada pelajaran yang mengharuskannya membawa buku paket super tebal, sedang ia lupa membawanya.
"Nil, temenin aku ke perpus dulu yah!" pinta Shely memelas seraya menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.
"Gak bisa kita ke kantin dulu baru habis itu ke perpus?"
"Yah, bisa. Tapi, takutnya sih kalau buku itu nanti habis dipinjem. Buku itu 'kan sisanya terbatas doang di perpus." Shely melirik Nila ragu-ragu, berlagak tak enak. "Tapi kalau kamu emang udah mau ke kantin sekarang, gak apa-apa kok aku bisa ke perpus sendiri. Nanti aku nyusul kalau habis dari perpus."
"Gak usah basa-basi gitu deh, Shel. Kamu pengennya aku temenin, 'kan?" tanya Nila menatap Shely datar, melihat Shely terkekeh geli seketika, ia pun langsung beranjak dari bangkunya. "Ya udah deh. Ayo, aku temenin!"
Shely mengembangkan senyumnya sempurna. "Kamu emang paling ngerti deh, Nil. Makasih yah, terharu deh kamu sampe nahan laper demi nemenin aku ke perpus. Kamu emang sahabat sejati aku, Nil. Sahabat sehidup semati deh pokoknya," ucapnya begitu antusias, membuat Nila kini menatapnya tanpa ekspresi.
"Mulai deh anehnya!"
"Aneh?" lirih Shely spontan. Mendengar itu, otaknya kembali teringat begitu saja pada Surya yang selalu memanggilnya cewek aneh.
Nila mengernyit seketika menatap Shely yang tiba-tiba bergeming dengan sorot kosong. "Shel, kamu kenapa?"
Shely buru-buru tersadar seraya mengulum senyum tipis. "Enggak apa-apa kok. Yuk ke perpus sekarang!" ajaknya menarik tangan Nila cepat.
Sepanjang jalan menuju perpustakaan mereka habiskan dengan mengobrol sambil sesekali larut dalam gelak tawa, namun begitu mata Shely tak sengaja bertatapan langsung dengan mata Prata, seketika itu juga Shely mendadak panik luar biasa. "Nil, kita kembali ke kelas sekarang yah!" pintanya sembari memutar balik, mempercepat langkahnya menghindari Prata.
"Kenapa sih, Shel?" tanya Nila yang ikut panik, meskipun tak tahu situasi apa yang dihadapinya saat ini.
"Tadi aku liat Kak Prata. Pokoknya buat sekarang, aku enggak mau ketemu dia dulu deh," keluh Shely menggeleng-geleng cepat.
"Shely, tunggu!" jerit Prata berhasil membuat Shely terbelalak seketika. Kenapa Prata malah mengikutinya di saat ia tahu jika ia memang sengaja menghindarinya.
"Gimana nih, Shel?" cemas Nila takut terlibat terlalu jauh dalam permasalahan ini, terlebih lagi ini berurusan dengan Prata.
"Jalan terus aja! Pura-pura aja kita enggak denger." Shely kian mempercepat langkahnya, membuat Nila hanya menghela napas pasrah.
"Shely, tunggu dulu!" Kali ini Prata mulai berlari mengejar Shely dan Shely bisa mendengar jelas derap langkah cepat itu.
Shely memejamkan mata, mengutuk diri dalam hati. Duh, mati aku! Tubuhnya seketika mematung di tempat begitu sebuah tangan kokoh menahan pudaknya. Perlahan ia menoleh ke belakang takut-takut.
"Kak Prata?" sapa Shely, sebisa mungkin berusaha tetap tersenyum.
"Shel! Kok jalannya buru-buru amat sih. Kamu mau ngehindarin aku yah?"
Seratus. Apa yang dikatakan Prata benar tepat sasaran. Shely menelan ludahnya susah payah, tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba ia membungkuk memeluk perutnya, pura-pura meringis kesakitan. "Aduh, maaf banget yah Kak. Bukan maksud aku pengen ngehindar, tapi aku udah kebelet banget nih Kak. Maaf yah Kak, tapi boleh enggak aku pergi sekarang?" tanyanya melirik Prata cemas.
"Ya udah deh, tapi sebentar pulang aku anterin lagi yah? Ada yang mau aku omongin juga soalnya."
Shely mengerjap-ngerjap, bingung harus membuat alasan apalagi guna menghindari Prata. "Maaf banget yah Kak, tapi sebentar aku enggak bisa. Pulang bentar aku mau bareng Nila, sekalian mau ngerjain tugas bareng di rumahnya. Iya 'kan, Nil?" Ia menyikut lengan Nila seraya menatapnya penuh pertolongan.
"i-iya Kak. Tugasnya juga udah mau dikumpul besok, jadi udah enggak bisa ditunda-tunda lagi Kak."
"Yah, enggak bakal lama kok. Aku mau pinjem Shely bentar doang, Nil. Habis itu aku langsung anter dia ke rumah kamu deh. Boleh yah?" pinta Prata, menyatukan kedua telapak tangannya memohon.
Nila melirik Shely takut-takut. Beberapa tatapan sinis yang diam-diam memperhatikan mereka juga mulai membuat Shely risi dan ingin segera menghentikan semua ini. "Iya deh Kak," sahut Shely pada akhirnya. "Aku sama Nila udah bisa pergi sekarang 'kan Kak?"
"Iya, tapi sebentar jangan sampai kabur yah!" pinta Prata mengembangkan senyum ramahnya, namun malah tampak ngeri di mata Shely. Dengan berat hati Shely akhirnya mengangguk pelan lalu bergegas menjauh dari Prata.
Jam pelajaran terakhir tengah berlangsung. Shely berusaha penuh memfokuskan dirinya pada buku di hadapannya, namun tak lama berselang, pikirannya kembali teralih begitu saja mengingat setelah ini ia harus pulang bersama Prata. Hal itu terus saja muncul memecah konsentrasinya.
Shely menyenggol Nila pelan. "Nil, gimana nih? Aku enggak mau pulang bareng Kak Prata, please tolongin aku dong!" lirihnya memasang raut memelas betul.
Nila menghela napas pelan, menatap Shely penuh. "Kamu gimana sih, Shel? Kak Prata tuh cuma mau ngajak kamu pendekatan. Lagian bukannya kamu bilang kalau kamu pengen ngelupain Surya? Kalau kamu bener-bener pengen ngelupain dia, ini kesempatan yang tepat, Shel. Kamu tahu enggak, cara yang paling ampuh buat ngelupain seseorang yaitu dengan membuka hati kepada orang yang baru. Jadi coba aja buka hati kamu dikit buat Kak Prata, siapa tahu dengan gitu kamu bisa ngelupain Surya."
Shely tak berkutik. Perkataan Nila barusan ada betulnya, tapi di sisi lain ia juga tak yakin jika hal itu akan bisa berlaku pada dirinya. Entah mengapa, hatinya masih saja seolah memihak pada Surya. "Iya sih Nil, tapi ...."
"Tapi apa lagi sih, Shel? Coba aja dulu. Mencoba enggak ada salahnya, 'kan?" Nila yang lagi-lagi meyakinkan Shely, membuat kepala Shely malah kian terasa berat saja.
Ia menghela napas berat. "Iya deh, Nil. Tapi itu kayaknya butuh waktu deh. Setidaknya hari ini aja aku enggak usah ketemu dia dulu. Enggak tahu kenapa tiap Kak Prata ngajak aku, firasat aku tuh langsung tiba-tiba buruk aja gitu. Bodo amat deh, aku mau pulang duluan aja bentar."
"Kayaknya udah telat deh, Shel. Liat tuh! Kak Prata udah nungguin kamu di depan kelas," tunjuk Nila dengan dagunya.
Shely menoleh cepat ke depan kelasnya. Dilihatnya Prata yang kini tersenyum hangat menatapnya, membuat ia tak lagi mampu berbuat apa-apa kecuali menunduk tak berdaya. Haduh, gimana nih? Keluhnya dalam hati seraya memijat pelipisnya frustrasi.
"Sabar yah Shel, berdoa aja semoga bentar kamu bisa dikasih kemudahan selama jalan sama Kak Prata."
"Aamiin," sahut Shely pasrah.
***
Bel pulang terasa berbunyi cepat kali ini. Shely melirik ke depan kelas dan seketika menemukan Prata yang masih setia di sana, dengan senyum hangatnya yang juga tak kunjung luntur. Shely melangkah malas, benar-benar muak melihatnya.
"Hai Shel, lama juga yah nungguin kamu," ucap Prata berbasa-basi.
Shely tak menyahut, hanya terus menunduk seraya menggerutu dalam hati. Siapa suruh nungguin aku. Dasar!
Prata menyipitkan matanya menatap Shely lekat-lekat. "Kok muka kamu cemberut gitu sih, Shel? Kamu enggak suka yah deket-deket aku?"
"Enggak kok," sahut Shely tersenyum hambar.
"Ya udah kalau gitu. Ayo!" ajak Prata antusias, namun hanya dibalas anggukan lesu oleh Shely.
Prata mengerutkan keningnya. "Kok lemes gitu sih, pasti belum makan yah? Kalau gitu sebelum aku antar ke rumah Nila, kita makan dulu yah? Kebetulan aku juga laper nih."
"Enggak usah Kak. Aku beneran masih kenyang banget. Kita langsung ke rumah Nila aja yah Kak?"
Seketika Prata menatap Shely tajam tanpa ekspresi. "Tapi aku laper, Shel. Pokoknya kalau aku udah ngajak, kamu ngikut aja yah. Harus berapa kali sih aku harus bilang. Aku enggak suka penolakan," ucapnya penuh penekanan pada akhir kalimatnya, membuat Shely spontan menunduk takut-takut.
Dasar tukang ngancem! Makinya dalam hati.
Motor Prata melaju begitu cepat, membuat Shely hanya bisa mencengkeram kuat-kuat tas punggung Prata seakan ia bisa melayang kapan saja jika ia melepas tas itu. Sepanjang jalan yang hanya dipenuhi rasa ketakutan, membuat Shely seketika menghela napas lega begitu kendaraan roda dua itu akhirnya berhenti tepat di sebuah kafe yang telah pernah dikunjunginya bersama Prata sebelumnya.
Dari awal masuk, hingga saat makanan sudah dipesan. Prata masih juga tak mengeluarkan sepatahkatapun sejak tadi. Aneh saja, Prata yang biasanya mudah-mudah saja melontarkan apapun yang terlintas di benaknya, kini mendadak jadi pendiam. Shely mendengus cemas, firasatnya jadi kian buruk saja dibuatnya.
"Shel, ada yang mau aku omongin sama kamu." Tiba-tiba saja Prata kini menatap Shely lurus-lurus.
Aduh, kok mukanya jadi langsung serius gitu sih.
Prata menaikkan sebelah alisnya menatap Shely yang hanya terdiam. "Kamu enggak mau tahu, aku mau ngomong apa?"
"Emangnya kak Prata mau ngomong apa?"
"Aku suka sama kamu, Shel. Ini pertama kalinya aku suka sama seseorang seserius ini. Aku enggak tahu kapan waktu yang tepat untuk bilang ini, tapi aku enggak bisa nyimpan ini lebih lama lagi, Shel." Prata memberi jeda sejenak mengambil napas dalam-dalam. "Terima perasaan aku yah?"
Waduh, kira-kira Shely bakalan nerima nggak yah? 😆 sampai jumpa di part selanjutnya yah guys ❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro