[19] Canggung
Bukankah cinta itu mendekatkan dua orang yang asing? Namun mengapa kini cinta malah mengasingkan dua orang yang telah dekat?
Bias matahari pagi mulai menembus lembut jendela kamar Shely yang masih didominasi gelap sebab pagi yang masih begitu dini. Jika sebagian orang mungkin masih terlelap dalam tidurnya, namun Shely telah bersiap seraya bergegas hendak berangkat sekolah. Bukan tanpa alasan ia melakukan ini, ia sengaja berangkat lebih awal hanya untuk menghindari Surya. Bukannya bagaimana, namun ia rasa ... ia belum siap merasakan sesak itu lagi tiap kali bertatapan langsung dengan Surya.
Dengan cepat Shely meraih tas yang tergantung tepat di samping meja belajarnya lalu buru-buru melangkah cepat keluar dari kamarnya.
Langkah Shely perlahan melambat begitu menemukan ibu Surya yang kini berjalan mendekatinya. "Eh, Nak Shely udah selesai siap-siap yah. Baru tante mau panggil. Udah ada temen kamu tuh nunggu di depan."
Shely terperanjat seketika. "Bukan temen aku yang kemarin 'kan, Tan?" tanyanya memastikan. Ia benar-benar berharap semoga bukan wajah Prata lagi yang ia temui di teras rumah.
"Bukan kok, kalau enggak salah katanya tadi namanya Nila. Emang kenapa sama yang kemarin? Nak Shely maunya dijemput sama yang kemarin yah?" pancing ibu Surya, mulai penasaran.
"Enggak Tan, enggak banget," ucap Shely spontan, membuat kening ibu Surya seketika mengernyit. "Emm, maksudnya, aku enggak suka aja dijemput sama yang kemarin, soalnya belum akrab gitu, Tan," jelasnya diiringi kekehan pelan.
"Ya udah, kalau gitu mau sarapan dulu?" tawar ibu Surya.
"Enggak usah Tan, Shely sama temen udah buru-buru soalnya. Kalau gitu aku berangkat dulu yah, Tan," pamit Shely sambil mencium punggung tangan Ibu Surya.
"Iya Nak, hati-hati yah!"
"Iya Tante." Shely mengembangkan senyum simpul seraya bergegas pergi.
***
Matahari pagi mulai meninggi, menyebarkan terang yang mengejutkan mata Surya seketika. Surya merenggangkan otot-ototnya lalu mengucek-ngucek matanya, buru-buru terbangun.
Hari ini aku harus lebih cepat! bisik batinnya begitu saja. Mengingat hal itu, tanpa buang-buang waktu lagi, ia segera beranjak dari tempat tidurnya dan cepat-cepat mengambil langkah menuju kamar mandi.
Setelah usai bersiap-siap, Surya kembali mempercepat langkahnya menuju meja makan sembari mengedarkan pandangannya mencari-cari Shely. Napasnya terhela begitu saja kala tak menemukan apa yang dicarinya. "Ma, Shely udah berangkat duluan lagi?" tanyanya dengan nada agak kesal. Kesal? Kenapa ia harus kesal? Ia sendiri lagi-lagi tak mengerti dengan perubahan mendadak yang seringkali dirasakannya akhir-akhir ini.
"Iya, dia udah berangkat duluan tadi. Sini sarapan dulu!" pinta ibu Surya ditengah sibuk-sibuknya ia menyiapkan satu per satu makanan di atas meja.
Begitu malas Surya menarik kursi dan duduk di depan meja makan dengan raut kusut. "Berangkat sama laki-laki lagi?" tanyanya terdengar ketus.
"Tenang aja, kali ini sama perempuan kok," sahut ibunya cepat diiringi kedipan mata, jail.
"Apaan sih, Ma!"
"Kayaknya, sekarang ada yang perhatian banget nih sama Shely," goda ibu Surya seraya mengulum senyum geli melirik anaknya.
Surya memutar bola matanya malas. "Ya iyalah, Ma. Shely tuh udah aku anggap kayak Giya. Kayak adek aku sendiri. Jadi, aku kayak ngerasa punya tanggung jawab aja buat selalu ngawasin dia."
"Beneran cuma dianggap adik nih? Hati-hati loh, nanti jadinya lebih dari adik, gimana?"
"Ih, Mama apa-apaan deh!" ketus Surya sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Udah lewat jam setengah tujuh nih Ma, aku berangkat dulu yah. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan yah, jangan sampe kepikiran Shely mulu!" gurau ibunya yang seketika dibalas tatapan datar oleh Surya.
***
Surya duduk diam di kelasnya membaca komik One Piece, salah satu bacaan kegemarannya sedari kecil, namun bukannya fokus pada komik yang dibacanya, fokusnya malah teralih sepenuhnya pada perbincangan cewek-cewek yang tengah bergosip ria di kelasnya. Jika biasanya ia lebih memilih menyumpal telinganya dengan mendengar musik daripada ikut menyimak gosip murahan mereka. Namun, kali ini berbeda. Karena samar-samar ia mendengar nama Shely disebut-sebut, telinganya seketika menajam betul seakan tak ingin terlewat sedikitpun dari apa yang mereka bicarakan.
"Eh, lo semua pada tahu enggak? Si Dela tuh, cewek yang sok deket banget sama Prata, bisa-bisanya dia pergi ngelabrak Shely. Bukannya Shely yang malu, eh jadinya malah dia yang dipermaluin sama Prata. Lo semua pada tahu enggak Prata bilang apa? Sekali lagi lo berani nyentuh Shely, abis lo! Duh, pokoknya keren banget deh," pekik si cewek penggosip, heboh.
"Serius? Wah pengen banget deh dilindungin gitu juga sama Prata, jadi iri gue. Ngomong-ngomong, tuh Shely cantik enggak?"
"Lumayan sih, tapi tetap aja lebih cantikan kita-kita, iya, 'kan?" Mereka cekikikan geli, membuat Surya spontan menatap mereka datar.
"Kalau itu sih udah pasti. Dia tuh cuma modal beruntung aja karena bisa dapetin hatinya Prata."
"Tapi, ngomong-ngomong, mereka emang beneran udah jadian?"
"Gosipnya sih gitu. Tapi kebenarannya yah ... enggak tahu deh."
"Yah, lo gimana sih! Masa punya info setengah-setengah doang."
"Mendingan gue yang punya info biar setengah, daripada lo enggak punya info sama sekali."
"Jadi maksudnya, lo nyindir gue nih?"
"Gue enggak nyindir sih, tapi kalau lo yang ngerasa kesindir, mau gimana lagi?"
Perbincangan para cewek-cewek itu mulai memanas. Surya mendengus malas seketika beranjak dari bangkunya, sebisa mungkin menjauhi bising yang memuakkan itu. Kini tujuannya hanya satu, menuju kelas Shely dan ingin memperjelas langsung apa yang didengarnya barusan.
Surya mempercepat langkahnya begitu menemukan Shely yang baru saja keluar dari kelasnya. "Shel! Shely!" panggilnya setengah berteriak, membuat Shely yang menoleh seketika tampak bergeming di tempat.
"Surya?" lirihnya hampir tanpa suara.
"Shel, kok akhir-akhir ini kamu berangkat duluan mulu sih ke sekolah? Kamu udah enggak mau berangkat bareng aku lagi yah?"
"Emmm, itu, aku harus buru-buru ke sekolah."
"Tapi 'kan aku yang jadinya telat mulu datang ke sekolah. Mulai besok berangkat bareng aku lagi yah? Kalau pagi-pagi bangunin aku lagi yah? Mau yah? Aku traktir di kantin sekarang deh, gimana?"
"Shel! Kamu mau ke kantin?" jerit Prata dari jauh, membuat Shely cepat-cepat menggangguk.
Ia menoleh ke arah Surya takut-takut. "Lain kali aja yah Sur, aku mau ke kantin dulu bareng kak Prata. Enggak apa-apa, 'kan?"
Surya tersenyum masam. "Ya, enggak apa-apalah," jawabnya cepat, secepat bagaimana sesak memenuhi dadanya begitu saja.
"Ya udah, aku duluan yah!" ujar Shely agak kikuk. Tanpa buang-buang waktu ia bergegas menghampiri Prata, meninggalkan Surya yang belum juga beranjak dari tempatnya.
Surya menatap lamat-lamat punggung Shely dan Prata yang kian menjauh dari padangannya. Kan aku yang ngajak duluan. Kayaknya gosip itu emang bener deh, kayaknya mereka emang udah jadian. Tapi kok Shely enggak pernah ngasih tahu aku sih kalau dia udah nerima Prata. Apa aku emang enggak sepenting itu yah buat dia?
Surya berdecak kasar, mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Kok aku jadi mikirin yang aneh-aneh gini sih!"
***
Surya menopang dagu di atas meja belajarnya. Bukannya mengerjakan tugas, ia malah larut termenung dengan sorot kosongnya. Pikirannya kini hanya berputar mengenai Shely. Cewek aneh itu, sepertinya ia juga sudah ikutan aneh karenanya. Ia menghela napasnya pelan. Aku kenapa sih sebenernya? Keluhnya dalam hati.
Rumah yang tengah sepi, membuat derap langkah jadi terdengar lebih nyaring dan telinga Surya seketika dapat menangkap itu. Ia menoleh cepat, tahu betul jika itu pasti Shely. Entah apa yang mendorongnya, cepat-cepat ia beranjak dari tempat duduknya, melangkah begitu saja menuju kamar Shely perlahan namun pasti.
Senyum Surya seketika mengembang kaku begitu menemukan Shely yang kini menatapnya lurus. "Baru pulang, Shel? Kamu pulang sama siapa tadi?" Ia tak tahu mengapa ia malah melontarkan pertanyaan setidak penting itu. Terserah Shely lah dia mau pulang sama siapa saja. Apa haknya untuk mengetahui hal-hal seperti itu. Namun, apa memang salah jika ia benar ingin tahu?
Shely tersenyum samar, ragu-ragu melirik Surya sekilas. "Oh, tadi Kak Prata ngajak aku pergi beli novel, jadi aku sekalian pulang duluan sama dia. Maaf yah aku lupa kasih tahu kamu."
"It's okay, jadi gimana waktu jalan sama Prata?" Ia tiba-tiba merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia harus bertanya seperti itu? Dasar Surya pintar!
Shely mengambil jeda sebentar untuk berpikir. "Waktu jalan sama Prata, dia baik. Baik banget malah, makasih yah udah bantuin aku jadi deket sama dia," ucapnya begitu antusias, sementara apa yang dirasakannya sebetulnya berbanding terbalik.
Surya mengangguk kecil. "Iya, bagus deh kalau gitu." sahutnya memasang senyum hambar. Entah mengapa rasa sesak itu kembali datang begitu saja mendengar Shely memuji Prata seperti itu. Ia berusaha memasang raut sebiasa mungkin. Bukannya dulu ini yang dia inginkan? Bagaimana bisa perasaannya malah berubah secepat ini.
Hening sejenak tercipta di antara keduanya. Sekarang sudah tak sama seperti dulu lagi. Baik Shely maupun Surya, keduanya sama-sama canggung walau hanya sekadar untuk berbincang kecil seperti ini. Apa yang telah berlalu sudah sama sekali berbeda.
Shely melirik Surya sekali lagi. "Kalau udah enggak ada yang mau kamu tanyain, aku masuk ke kamar dulu yah?"
"Oh iya. Aku juga udah mau ke kamar kok," sahutnya agak kikuk.
Shely tersenyum kecil pada Surya lalu menutup pintu kamarnya perlahan. Begitu ia duduk di tepi kasurnya, seketika itu juga ia menepuk dahinya berkali-kali. Aduh, kenapa tadi aku jadi ngomong gitu sih sama Surya. Udah gitu langsung pake canggung-canggung segala lagi. Dasar Shely bego!
Sementara Surya hanya terus melangkah gontai menuju kamarnya. Entah mengapa perasaannya bisa terasa kacau begitu saja saat ini. Tujuannya sekarang hanya ingin beristirahat. Ia berharap, semoga saja perasaannya bisa lekas membaik kala ia kembali membuka mata di esok harinya.
Yeay udah part 19. Ngomong-ngomong 19 nomor kesukaan aku loh, gak penting yah? Wkwk maafkan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro