Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[15] Kenyataan Pahit


Kau mencintaiku? Sudahlah, mungkin itu hanya sebuah angan-angan terindahku saja.

"Surya bangun! Ih, bangun, Sur! Dasar mayat hidup!" ketus Shely setengah berteriak, namun tak kunjung membuat Surya bergerak dari tempatnya barang sedikit.

Shely mendengus frustrasi menatap Surya yang masih saja terlelap begitu pulas dengan mulut yang menganga lebar. Tak punya banyak waktu, ia mengguncang hebat lengan Surya keras-keras. "Surya, bangun! Hari ini upacara, kita enggak boleh telat!"

Surya belum juga bangun. Shely menghirup napas dalam-dalam, berusaha bersabar. Sudah jadi rutinitasnya membangunkan Surya di tiap paginya guna berangkat sekolah bersama. Dan meskipun sudah mulai terbiasa, namun rutinitas ini tetap saja berat dirasanya. Bagaimana tidak, jika yang dibangunkan itu lebih mirip benda mati jika sudah terlanjur lelap dalam pulasnya.

Tak habis akal, Shely melangkah gusar menuju dapur dan lekas-lekas kembali ke kamar Surya dengan membawa segelas air penuh di tangannya. Perlahan namun pasti, Shely memiringkan gelasnya, membuat tetes demi tetes bulir air itu mulai menjatuhkan diri dari wadahnya hingga mengenai wajah Surya tepat. Senyum Shely mengembang seketika begitu raut Surya mulai tampak terganggu.

Mata Surya terbuka paksa, begitu dingin air yang menusuk tajam ke dalam pori-porinya. Dengan wajah gusar ia mengucek kedua matanya seraya menghela napas kasar. "Jangan gitu dong, Shel! Aku lagi flu nih. Aku sensitif kalau kena air dingin kayak gini."

"Oh, jadi maunya tadi siraminnya pake air panas nih? Siapa tahu aja 'kan flu kamu bisa langsung sembuh," sahut Shely menyeringai samar, membuat Surya bergidik agak ngeri.

"Dasar psikopat aneh!" Hening. Satu kata yang seketika melintas di benaknya begitu ia mengamati jelas suara di sekitarnya. "Shel, ini masih jam berapa sih sebenernya?"

"Punya mata 'kan? Lihat aja sendiri jam berapa," sahut Shely agak ketus.

"Sangar banget sih jadi cewek," umpatnya seraya menyipitkan matanya menatap teliti arah jarum jam di depannya. "Ya ampun Shel, ini baru jam setengah enam, 'kan? Terus kamu udah siap kayak gini? Kamu mau nemenin Pak satpam jaga sekolah apa?"

"Enggak usah banyak omong deh, kamu tuh kalau di kamar mandi aja mandinya sampe setengah jam. Emangnya luluran dulu sebelum ke sekolah?" sahut Shely tak mau kalah.

"Enak aja. Aku kasih tahu yah Shel, datang telat itu lebih seru tahu daripada datang pagi. Kamu enggak tahu 'kan gimana deg-degannya kalau kita datang telat? Gimana paniknya kalau pas bangun ternyata udah jam tujuh, gimana rasanya cuma cuci muka ke sekolah karena udah buru-buru, kamu enggak tahu 'kan sensasinya kayak gimana? Asik tahu."

"Pergi ke sekolah cuma cuci muka doang dibilang asik?" Shely tertawa mengejek. "Jorok bener sih. Denger yah, Sur! Disiplin itu penting kita tanamin dalam diri kita selagi kita masih muda. Kalau masih muda aja udah enggak disiplin, gimana nanti pas udah gede? Mau jadi apa negara kita nanti kalau generasi penerusnya aja pada enggak disiplin?"

Surya bergeming menatap Shely, pura-pura terpukau. "Ikut lomba pidato gih sana! Juara deh, pasti."

Shely mendengus kasar. "Dibilangin malah gitu yah? Udah sana buruan mandi!" geramnya memekik lantang, membuat Surya cepat-cepat bangkit dari kasurnya.

***

Cepat-cepat Shely meneguk segelas teh hangatnya sampai habis begitu melihat Surya yang telah rapi dengan seragam putih abu-abunya. Surya dan seragam. Mengapa dua hal itu bisa menjadi perpaduan yang begitu pas.

"Yuk!" ajak Surya tanpa basa-basi, terus berjalan ke depan tanpa menoleh.

"Enggak sarapan dulu nih?" tawar Shely yang seketika membuat langkah Surya mendadak terhenti begitu saja.

Ia menoleh, sudut bibirnya terangkat jail. "Perhatian banget sih, Shel. Kalau disuapin boleh deh."

"Dasar! Nyesel deh aku ngomong tadi."

"Ya udah, kalau gitu ayo buruan! Tadi katanya enggak mau telat."

"Iya deh, iya," sahut Shely malas sembari bergegas mengambil tasnya lalu mengekor di belakang Surya.

"Hooaaaahhh." Surya menguap begitu keras, pertanda kantuknya masih begitu terasa.

Shely menyejajarkan langkahnya cepat lalu menatap Surya dengan tatapan penuh selidik. "Pasti tadi kamu enggak mandi, 'kan?" godanya menyeringai yakin.

"Cuma cuci muka ama sikat gigi aja sih. Lagian, mau aku mandi atau enggak, aku tetap aja ganteng, 'kan?" ujar Surya, mengangkat alisnya percaya diri.

"Idih," sahut Shely cepat seraya memutar bola matanya jijik.

"Sok enggak ngaku lagi. Padahal dalam hatinya tuh pasti ngomong gini. Iya, Sur. Kamu mau bagaimana aja ganteng kok. Ganteng banget malah," ucapnya menirukan suara perempuan seolah suara tadi ialah benar suara hati Shely.

"Pede banget sih jadi orang!" geram Shely, seketika menyambar kepal tinjunya tepat di lengan Surya spontan.

Surya mengusap-usap lengannya yang betul terasa sakit. "Ih, enggak boleh megang-megang tahu, Shel. Kita 'kan bukan muhrim," ujarnya pura-pura memasang raut polos.

"Maaf yah, aku juga khilaf kayak kamu waktu itu," ketus Shely, membuat Surya mendadak teringat saat ia tak sengaja memegang tangan Shely dan berkata seperti itu.

Ia terkekeh jail. "Jadi kamu masih ingat?" godanya, membuat Shely seketika memelototinya tajam.

***

Pulang sekolah. Saat-saat yang terasa benar melelahkan. Ingin rasanya tiba di rumah sesegera mungkin lalu cepat-cepat merebahkan diri di atas kasur empuk. Namun, tak semua bisa merasakannya secepat itu. Seperti Shely dan Surya saat ini yang malah terjebak macet di tengah terik matahari yang tengah panas-panasnya. Ditambah lagi kering tenggorokan Shely begitu tak bersahabat dengan kondisi mereka saat ini. Karena itu, yang bisa ia lakukan hanya meneguk ludah beberapa kali guna menahan dahaganya sebisa mungkin.

Setelah melalui waktu yang terasa begitu panjang, kondisi jalan akhirnya kembali normal juga. Surya mulai meningkatkan laju mobilnya dengan kecepatan sedang. Shely menghela napas panjang dan perhatiannya seketika terpaku begitu saja tepat saat matanya menemukan kedai es krim yang menampilkan gambar es krim besar pada spanduk daftar menunya. Shely seketika menelan ludahnya begitu saja.

Surya yang menangkap itu dari ekor matanya, seketika mengulum simpul senyumnya begitu setirnya mendadak ia arahkan untuk memutar arah.

Shely menoleh cepat, menyadari itu. "Kita mau ke mana lagi sih?"

"Hari ini aku traktir es krim yah! Kamu lagi kepengen itu, 'kan?"

Shely melirik Surya, ragu. "Iya sih. Tapi 'kan kamu lagi flu. Mana kamu yang traktir lagi."

"Aku yang flu, kamu yang khawatir. Udah tenang aja, aku enggak selemah itu kok," sahut Surya menyeringai tanpa beban, membuat Shely membuang muka, malas menanggapi.

Di sinilah mereka sekarang, duduk berhadapan di sudut dekat jendela kedai. Menikmati secangkir es krim jumbo yang masing-masing telah ada digenggaman mereka. Surya rasa cokelat, sementara Shely rasa stroberi. Shely menutup mata menikmati betul sensasi sejuk sekaligus manis yang meleleh lembut di mulutnya itu. "Ya ampun. Panas-panas gini, es krim emang beneran surga dunia yah."

"Enggak usah lebay deh. Kayak orang enggak pernah makan es krim aja," cibir Surya, membuat Shely menoleh tak terima.

"Iyain aja kenapa sih. Nyebelin banget deh jadi orang."

"Nyebelin?" Surya mendengus tertawa. "Ya udah, kalau gitu bentar es krimnya kamu bayar sendiri aja yah! Nyesel deh aku nawarin buat traktir."

Shely terkekeh hambar cepat-cepat. "Jangan gitu dong, Sur. Uang jajan aku udah habis nih. Tadi aku bercanda doang kok, beneran deh. Tarik kata-kata kamu tadi yah!" pintanya memelas, menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajahnya.

"Dasar!"

Shely mengembangkan senyumnya penuh. "Makasih, Sur."

Surya tak menyahut hanya menggeleng kecil seraya mengulum simpul senyum samar. Mendadak rautnya tiba-tiba saja berubah begitu ia teringat sesuatu. Sesuatu yang sejak tadi disimpannya untuk segera dikatakan, namun ia masih ragu betul bagaimana mengatakannya. Perubahan tingkahnya yang mendadak canggung tak seperti biasa, membuat hening suasana menjadi tiba-tiba tak nyaman begitu saja.

"Kenapa sih, Sur?" Shely memberanikan diri untuk bertanya, menghilangkan penasarannya.

Surya menghela napas panjang. Pelan-pelan mendongak menatap Shely begitu ragu, takut hal ini akan menganggu Shely nantinya. "Shel, sebenernya aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

Jantung Shely menggila seketika. Apa yang sebenarnya ia harapkan untuk Surya katakan? Mengapa ia tiba-tiba merasa seperti ini. Ia menggeleng keras, berusaha memasang raut sebiasa mungkin. "Ngomong aja kali. Pake nanya dulu lagi. Emang mau ngomong apaan?"

"Hmm, di rumah aja deh," sahut Surya tersenyum kikuk, membuat degup Shely malah kian berdebar tak keruan.

***

Surya menghentikan mobilnya tepat di depan rumahnya. Keduanya turun dari mobil, kompak saling bungkam sejak tadi. Shely yang mengekor di belakang Surya hanya bisa menatap punggung Surya, kesal.

Ini 'kan udah di rumah. Surya sebenernya mau ngomong apa sih? Keluhnya dalam hati, tak bisa dibuat penasaran. Ia memang begitu, sekali dibuat penasaran, maka ia takkan bisa merasa tenang sebelum rasa penasarannya benar-benar hilang dari pikirannya.

Surya berjalan menuju kamarnya begitu pula Shely. Shely meraih hendel pintu kamarnya lalu menutupnya kembali dengan cepat. Ia melangkah gontai menuju kasurnya dan seketika ia membaringkan tubuhnya, lelah. Rasa penasarannya kembali muncul memenuhi pikirannya.

Kira-kira Surya tadi mau ngomong apa yah? Jangan-jangan ... duh! Enggak usah mikir macem-macem deh, Shel. Mungkin dia cuman mau minjem uang. Tapi enggak mungkinlah, orang aku yang sering minjem sama dia. Terus kalau gitu, dia sebenernya mau ngomong apaan sih? Gerutu Shely dalam hati seraya mengacak-acak rambutnya frustrasi.

"Shel, kamu kenapa?" tanya Surya yang entah sejak kapan muncul begitu saja tepat di pintu kamar Shely.

Cepat-cepat Shely menoleh ke arah sumber suara sembari lekas memperbaiki posisi duduknya. "Enggak kok. Enggak apa-apa. Kamu datang ke sini mau ngomong sesuatu?" tanyanya cepat, tak bisa lagi menutupi penasarannya.

"Nungguin yah aku mau ngomongin apa?" goda Surya, membuat Shely mengerjap-ngerjap agak salah tingkah.

"Buruan deh, Sur! Aku udah mau istirahat nih."

Surya menggaruk tengkuknya, menggigit bibirnya cemas. "Ehm, gimana yah ngomongnya. Sebenernya ...."

"Sebenernya apa sih, Sur?" tanya Shely agak ketus, jelas sekali kalau ia sudah tak sabaran menunggu perkataan Surya selanjutnya.

Surya menatap Shely lurus-lurus. "Sebenarnya teman aku suka sama kamu."

"Apa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro