Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[12] Kebahagiaan Sederhana


Kelebihanmu yang tak bisa dilakukan orang lain adalah membuat hatiku berdebar cepat.

Sejak tadi wajah Shely terus saja memasang raut kusut dan masam. Bagaimana tidak, sedari tadi yang dilakukan Nila hanya terus-terusan menggodanya perihal hasil tes kemarin yang menurut teorinya, Surya betul menyukainya. Sejak kejadian itu pula Nila tak henti-hentinya mengusili Shely dengan terus saja menyebut-nyebut nama Surya dengan sorot jail penuh makna, tahu betul bagaimana membuat Shely kesal setengah mati.

"Udah deh Nil! Gabut banget sih gangguin aku mulu. Enggak capek apa ngoceh mulu?"

"Capek mana coba? Lebih capek aku yang ngoceh atau kamu yang nungguin Surya?" pancing Nila lagi, membuat Shely mengembuskan napas kasar lalu membuang tatapan tak terima pada Nila.

"Siapa bilang aku nungguin Surya?"

Nila mendengus pelan. "Enggak usah bohong lagi deh. Denger yah, Shel! Aku ini punya kemampuan kayak cenayang. Jadi mau kamu enggak cerita, aku udah tahu kok apa yang sebenernya ada dalam lubuk hati kamu," ujarnya tenang seolah yang ia katakan tadi benar adanya.

Shely menyipitkan matanya melirik Nila sinis. "Sotoy deh!"

"Sotoy tapi bener, 'kan?" tanya Nila menyeringai jail, membuat Shely seketika berdecak.

"Apaan sih!"

"Bener, 'kan? Bener, 'kan? Ngaku aja deh," goda Nila, masih tak menyerah.

"Enggak bener, enggak bener, enggak bener. Puas?"

"Lah, kok jadi ngegas gitu?" Sekali lagi Nila mengulum senyum penuh makna. "Santai ajalah, Shel. Cinta kamu enggak bertepuk sebelah tangan kok. Buktinya kemarin kita udah ngetes dia dan hasilnya positif, 'kan?"

Shely mengernyit ketus. "Positif? Positif dari mananya coba. Kamu tahu enggak? Gara-gara ide konyol kemarin itu, Surya malah jadi bolak-balik ke kamar mandi gara-gara sakit perut. Kasihan, 'kan? Karena ulah kita orang yang enggak bersalah malah jadi korban."

Bukannya ikut merasa bersalah, seringai jail Nila malah kian mengembang lebar. "Cie, perhatian banget sih sama Surya, jadi iri deh," guraunya, sengaja memasang raut sedih dibuat-buat.

"Dibilangin yang bener malah gitu," geram Shely, mulai kehabisan kata-kata.

"Bukannya gitu Shel, kamu bilang Surya itu enggak salah, 'kan? Justru dalam hal ini dia biang masalahnya. Kalau seandainya dia ngasih kamu kepastian dan enggak buat kita jadi penasaran kayak gini, kita juga enggak bakal mungkin 'kan ngelakuin hal-hal enggak guna kayak kemarin."

Shely menghela napas pasrah, bingung harus menanggapi apa lagi, karena jika berdebat soal perasaan maka Nila selalu saja memiliki jawaban-jawaban jitu yang selalu saja membuatnya tak lagi mampu berkutik. "Serah kamu deh," sahutnya tak mau lagi ambil pusing.

***

Baru saja Shely memegang hendel pintu untuk membukanya, namun gerakannya terhenti seketika begitu Surya memanggil namanya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Surya yang entah dari mana tiba-tiba saja berdiri tepat di belakang Shely.

Shely menoleh malas. "Sibuk banget sih jadi orang! Bukan urusan kamu aku mau ke mana," sahutnya tak acuh lalu cepat-cepat membuka pintu tanpa memedulikan Surya yang masih saja berdiri di tempatnya.

"Eh, tunggu dulu!" pinta Surya, mempercepat langkahnya hingga kini jalannya beriringan tepat di samping Shely. "Aku ikut yah!" pintanya lagi diiringi simpul senyum.

"Apaan sih! Kayak bocah aja deh pengen ikut-ikut. Enggak usah ikut deh, lagian aku cuma mau pergi print tugas aku yang deket sini kok, yang pernah kamu tunjukin ke aku. Biarpun aku enggak pernah ke sana sendiri. Tapi, aku bisa sendiri kok. Kamu enggak usah khawatir."

"Khawatir?" Surya mendengus tertawa seketika. "Buat apa aku khawatirin kamu. Aku kayak gini tuh demi kebaikan aku juga kali. Kalau aku biarin kamu pergi sendiri, terus di jalan kamu kenapa-kenapa, 'kan aku yang bakal disemprot sama mama bukannya kamu. Jadi, kamu mau atau enggak, aku harus tetap temenin kamu."

Shely menatap Surya malas. "Aku udah gede kali Sur, aku tahu gimana jaga diri kok."

"Tapi tetap aja, sebagai cowok tuh aku punya rasa tanggung jawab buat ngelindungin cewek lemah kayak kamu," sahut Surya tak mau kalah.

"Lemah?" Mata Shely membelalak tak terima.

"Bercanda, bercanda. Biarin aku ikut aja kenapa sih!"

"Kamu tuh yang kenapa pengen banget ikut!" ketus Shely, lekas mengambil langkah lebar-lebar untuk menjauhi Surya. Sementara Surya, cepat-cepat pula kembali mengekor di belakang Shely tanpa diminta.

Tak ada perbincangan di antara keduanya, hanya suara derap langkah yang nyaring di telinga saking cekamnya hening yang tercipta. Keduanya menatap lurus ke depan tanpa ada niat memulai pembicaraan sama sekali. Keduanya tampak begitu canggung, bahkan jika diperhatikan lekat-lekat, mereka malah tampak seperti sepasang kekasih kaku yang baru saja jalan berdua untuk pertama kalinya.

Tepat di depan sebuah lorong yang terlihat sepi, Surya seketika merentangkan sebelah tangannya di depan Shely, membuat langkah Shely mendadak ikut terhenti seketika.

"Kenapa sih?" ketus Shely mengernyit kesal.

"Kumpulin batu-batu kecil dulu sebelum masuk lorong ini!" pinta Surya dengan raut serius sembari membungkuk meraih beberapa batu di genggamannya.

"Buat apa sih?" tanya Shely penasaran seraya ikut membungkuk dan mengumpulkan beberapa batu juga.

"Jadi kamu belum tahu?" Surya menoleh menatap penuh Shely yang seakan benar-benar ketinggalan informasi. Melihat Shely yang kini menggeleng kecil menatapnya, membuat ia mengembuskan napas panjang sebelum bercerita.

"Jadi gini, katanya dalam lorong itu ada anjing hitam galak yang namanya Beky, udah beberapa anak yang jadi korban karena gigitan Beky. Dan kenapa orang-orang masih ngebiarin Beky berkeliaran di lorong ini, karena ternyata pemilik Beky tuh jauh lebih ganas daripada Beky. Jadi intinya kita harus hati-hati kalau lewat lorong ini."

Shely menelan ludahnya, ngeri. "Kita lewat jalan lain aja deh kalau gitu," usulnya.

"Enggak bisa, jauh banget kalau mau muter lewat jalan lain. Lebih baik lewat sini aja, yang penting sih katanya kalau liat Beky kita enggak boleh lari, inget yah!"

Shely mengangguk pasrah. "Iya deh."

Perlahan namun pasti langkah-langkah kecil keduanya membawa mereka menyusuri lorong yang agak sempit itu. Minimnya cahaya yang masuk di lorong itu menambah kesan mencekam yang kuat melekat di sepanjang jalan lurus itu. Takut-takut Shely menepuk pundak Surya pelan.

"Apa?" tanya Surya berbisik.

"Itu yang namanya Beky?" lirih Shely, menunjuk anjing hitam cukup besar yang tengah bergeming, namun menatap keduanya tepat.

Surya mengangguk takut-takut, namun tetap berusaha terlihat tenang. "Pokoknya kita enggak boleh lari, sekarang kita jalan cepet-cepet aja!" pintanya yang segera dibalas anggukan cepat oleh Shely. Sebisa mungkin mereka mempercepat langkah kakinya untuk menjauh dari Beky sejauh-jauh mungkin.

"Surya!" Shely menepuk lengan Surya berkali-kali, membuat Surya seketika menoleh cemas.

"Apa lagi?"

"Si Beky jalan ke arah kita," panik Shely, membuat Surya terpaksa berbalik ke belakang.

"Lemparin batu sekarang!" pekik Surya mendadak ikut panik. Cepat-cepat keduanya kompak melontarkan bertubi-tubi kerikil yang tepat mengenai Beky, namun bukannya anjing itu pergi, Beky malah kian mendekat seraya menggonggong nyaring ke arah mereka.

Shely dan Surya saling berpandangan, raut ketakutan jelas menghiasi wajah keduanya. "LARIII!" Surya buru-buru menarik tangan Shely dan seketika berlari secepat mungkin.

"AAAAAAAA!!!!" jerit mereka kompak memecah senyap di dalam sana. Dalam gang kecil minim cahaya itu, langkah mereka menyambar begitu cepat, juga ringan di saat yang sama. Tak ada satu pun di antara keduanya yang berniat untuk menoleh ke belakang, karena satu-satunya yang terlintas di pikiran mereka hanya lari, lari dan berlari. Entah sudah sejauh mana mereka mangambil langkah, namun mereka tak kunjung juga merasakan rasa lelah yang berarti. Hal ini terjadi bukan karena mereka memiliki stamina yang kuat, namun karena rasa takut mereka jauh lebih mendominasi daripada rasa lelah yang mereka rasakan.

Dengan cepat Surya menarik Shely untuk bersembunyi di balik tembok rumah di ujung gang itu. Keduanya begitu terengah-engah. Ternyata rasa lelah yang tadinya tak pernah muncul, seketika begitu terasa setelah mereka berhenti berlari.

"Jangan berisik yah! Aku mau lihat Beky dulu," bisik Surya sembari mengintip di balik tembok berwarna usang itu.

Shely yang masih begitu lelah, seketika merasa ada sesuatu yang janggal. Saat pandangannya tertuju ke arah tangannya yang berada dalam genggaman Surya, jantungnya seketika berdetak jauh lebih cepat dari sebelumnya dengan wajah yang tiba-tiba terasa memanas begitu saja. Apa Surya enggak sadar?

Surya yang masih tak sempat menyadari apapun seketika bernapas lega. "Untung si Beky udah enggak ada," ujarnya menoleh ke arah Shely. Melihat Surya yang menoleh ke arahnya seketika membuat Shely tersadar dan cepat-cepat melepaskan tangannya dari genggaman Surya.

Surya yang ikut tersadar, seketika terkekeh canggung. "Maaf yah, tadi aku khilaf," ucapnya, menggaruk tengkuknya agak kikuk.

Surya khilaf atau sengaja nih? 😅 jika ada saran yang membangun jangan ragu buat komentar yah, karena saran-saran dari kalian sangat penting agar saya bisa belajar untuk menulis sesuatu yang lebih baik lagi. Vomment-nya ditunggu juga yah kawan-kawan. Makasih ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro