Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[10] Marahnya Cewek Aneh

Tanpa sadar kau mengambil tempat begitu saja di hatiku. Namun, apakah kau juga tak sadar akan hal itu? Aku ingin kau menetap di sana, tapi sepertinya kau tidak.

Tepat di depan pintu kamar Shely, Surya menatap keduanya lurus, dengan simpul senyum yang tak dapat diterjemahkan. Entah sejak kapan Surya bisa berdiri di sana. Namun, daripada itu, yang paling Shely khawatirkan yaitu apa dia mendengar jelas perkataan Nila barusan. Semoga saja tidak. Karena jika Iya, lebih baik ia pura-pura mati saja sekarang ini.

"Kok diem? Jadi bener yah kalau kalian lagi ngomongin aku?" tanyanya lagi yang berhasil membuat Shely dan Nila malah jadi kian gelagapan.

Shely mengerjap-ngerjap begitu gugup. "Pede banget sih. Kita emang ngomongin Surya, tapi Surya tetangga barunya Nila. Emang kamu pikir yang namanya Surya cuma kamu doang? Nama kamu pasaran tahu."

Surya mengangguk kecil. "Oh, kirain. Ya udah, kalau gitu lanjutin aja cerita kalian, maaf yah udah ganggu!" pamit Surya seraya berlalu begitu saja meninggalkan kamar Shely.

Nila melirik Shely cemas. "Surya beneran percaya tuh, sama alasan jelek kamu tadi?" tanyanya ragu.

"Tenang aja. Surya emang polos kok anaknya. Semoga aja dia emang beneran enggak denger tadi. Kamu juga sih, mulutnya pengen banget buat disentil!"

Seketika Nila menyatukan kedua tangannya sungguh-sungguh. "Ampun Shel, ampun."

****

Shely membuka bingkai jendela kamarnya sembari mendongak menatap pekat lagit malam yang berhambur kilau titik-titik putih. Shely menghirup napas dalam-dalam menenangkan pikirannya begitu melirik tumpukan buku catatan yang sengaja dipinjamkan Nila untuk mengejar ketertinggalannya selama tiga hari tak masuk sekolah. Jujur saja, rasa malas benar-benar menyelimutinya. Dalam keadaan normal saja ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan niat sebelum belajar, terlebih lagi saat ini ia tengah sakit, terasa begitu tak ada gairah.

Suara pintu terbuka seketika membuyarkan lamunannya. Dengan cepat ia menoleh dan mendapati Surya yang berdiri tepat di depan pintu kamarnya. "Boleh masuk enggak?" tanya Surya. Belum sempat Shely menjawab, ia langsung masuk begitu saja tanpa beban.

"Ngapain sih ke sini?" tanya Shely agak ketus.

"Santai aja kali! Aku cuma mau tahu keadaan kamu sekarang. Kamu udah ngerasa baikan?"

Shely mengerjap-ngerjap agak kikuk. Bagaimana bisa Surya bertanya seringan itu. "Udah agak mendingan kok," sahutnya lirih. Cukup tersipu mengetahui Surya mengkhawatirkan keadaannya.

"Bagus deh kalau gitu. Setidaknya kamu enggak ngerepotin aku lagi."

"Ngerepotin?" Shely mendengus tertawa mendengar hal itu. "Apa selama sakit aku pernah minta bantuan kamu? Enggak, 'kan? Kamu tuh yang enggak bisa diem dan malah maksa-maksa aku buat terus nerima bantuan kamu!"

"Maksa? Asal kamu tahu yah, aku tuh orangnya gampang kasihan. Liat tampang lemes kamu itu tuh, mana tega aku ngelihatnya."

Shely menahan geram dalam senyum masamnya. "Jadi gitu yah. Kayaknya kamu ada benernya deh. Harusnya aku bilang makasih 'kan? Bisa apa aku, kalau kamu enggak bantuin aku. Berkat kamu, besok kayaknya aku udah bisa kembali sekolah lagi deh. Tapi gimana nih, Sur. Baru tiga hari enggak masuk catatan aku udah numpuk aja. Mana aku belum sembuh betul lagi. Takutnya sih kalau aku maksain diri buat ngerjain ini, aku bakalan sakit lagi dan malah balik ngerepotin kamu. Gimana nih, Sur? Kasihan banget 'kan aku?" sindirnya mengembalikan pernyataan Surya tadi bahwa ia gampang kasihan.

"Maksud kamu apa nih?"

"Aduh, enggak enak banget nih aku ngomongnya. Bantuin aku nyatat pelajaran-pelajaran aku yah, Sur. Padahal aku sebenarnya udah enggak pengen banget ngerepotin kamu lagi. Tapi, seperti yang aku bilang tadi. Ini buat kebaikan kamu juga. Kalau aku udah betul-betul sembuh, kamu enggak perlu repot-rapot lagi 'kan buat jagain aku."

Surya meneguk ludah, berpikir sejenak. "Tugasnya nyatat doang nih?"

"Iya nyatat doang, tapi lumayan banyak sih. Duh, aku enggak enak banget deh minta tolong kayak gini. Tapi mau gimana lagi. Siapa sih yang enggak pengen cepat sembuh," ujar Shely, rautnya sengaja dibuat selesu mungkin.

"Ya udah deh. Mana catatan kamu?"

Dengan gesit Shely bergegas mengambil tumpukan buku catatan milik Nila dan juga miliknya, lalu penuh semangat ia menyodorkannya begitu saja pada Surya. "Makasih yah, Sur. Aku enggak tahu lagi nih harus ngebalas kebaikan kamu dengan apa."

"Enggak usah dibales," sahut Surya cepat. "Pegang aja kata-kata kamu tadi. Beneran cepet sembuh yah!" ujarnya tanpa ekspresi, namun membuat Shely mendadak bergeming, merasa bersalah seketika.

***

Silau paparan mentari pagi memaksa Shely membuka matanya. Ia mengangkat kedua tangannya, merenggangkan otot-ototnya sembari menguap. Terasa berat, namun matanya terbuka juga. Ia memajukan wajahnya memaksa matanya menangkap jelas angka-angka kecil yang terjebak dalam jam dinding yang tergantung di sudut kamarnya.

Udah jam setengah enam. Dengan kantuk yang belum sepenuhnya lepas, ia memutuskan beranjak lesu dari kasurnya dengan langkah gontai. Tiba-tiba langkahnya mendadak terhenti, kantuknya seketika lesap begitu menemukan Surya yang terlelap begitu saja di meja belajarnya dengan posisi kepala yang menempel tepat di atas salah satu buku catatannya.

Cepat-cepat Shely mendekat, mendadak panik. Huh, untung aja Surya enggak ileran.

Begitu hati-hati ia menarik buku catatannya, takut mengganggu tidur Surya, namun ia juga perlu memastikan apakah catatannya benar-benar telah diselesaikan atau belum. Ia menghela napas lega begitu berhasil menarik bukunya tanpa membuat Surya terbangun.

Shely seketika dibuat tertegun menatap satu per satu tumpukan catatannya  yang betul selesai hanya dalam semalam. Belum lagi dengan tulisan tangan Surya yang ternyata benar-benar rapi terlihat begitu kontras dengan catatannya sebelumnya. Ia menghela napas menatap Surya yang lagi-lagi bisa pulas tertidur dengan posisi duduk yang pastinya begitu tak nyaman. Lamat-lamat Shely memperhatikan raut Surya. Surya jelas tampak begitu kelelahan karenanya.

Tak tega melihat itu, entah mengapa hatinya tergerak begitu saja untuk tiba-tiba meraih sebuah bantal kecil miliknya, lalu begitu perlahan diletakkannya tepat di bawah kepala Surya, penuh hati-hati.

"Waaaaaaaa!!" jeritnya spontan begitu melihat mata Surya yang seketika terbuka lebar menatapnya tepat. Degup jantungnya menggila begitu saja. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Dirinya telah tertangkap basah telah diam-diam memberi perhatian pada Surya tanpa berpikir panjang sebelumnya.

Surya tersenyum kecil menatap Shely yang masih terpaku di tempatnya. "Makasih yah, udah ngasih aku bantal ini. Kalau bisa sekalian dong dengan selimutnya, biar kayak drama-drama gitu," godanya terkekeh geli.

Wajah Shely benar-benar memerah saat ini. Cepat-cepat ia menarik selimutnya dan melemparnya kasar tepat di depan wajah Surya. "Makan tuh selimut!" ketusnya lalu buru-buru melangkah keluar dari kamarnya. Ia malu betul. Ia sungguh tak sanggup untuk berhadapan dengan Surya saat ini.

***

Surya membesarkan volume radio mobilnya untuk sedikit memecahkan keheningan mereka. Rasa canggung benar-benar menyelimuti keduanya. Sejak kejadian Shely yang melemparkan selimut di wajahnya, setelah itu Shely tak pernah lagi mengeluarkan sepatahkatapun. Untuk saat ini saja, sepanjang perjalanan Shely hanya terus saja bergeming membuang pandangannya menatap jalan raya dan kendaraan yang berlalu-lalang. Surya benar-benar dibuat heran oleh tingkah Shely. Ia bahkan telah meningkatkan laju kendaraannya untuk memancing amarah Shely. Namun yang terjadi malah tak ada reaksi sama sekali, ia malah semakin terdiam seperti patung. Surya benar-benar tak habis pikir, membujuk cewek normal yang sedang marah saja sulit, apalagi sekarang ia harus berhadapan dengan marahnya seorang cewek aneh.

"Enggak mau ngomong makasih nih sama aku?" tanya Surya, pada akhirnya mencoba memecahkan keheningan yang ada, namun malah sama sekali tak mendapat respons dari Shely. Menoleh saja ia tidak, apalagi untuk memberi jawaban. "Bener nih enggak mau ngomong makasih sama orang yang udah semaleman ngerjain tugas kamu? Zainuddin lelah loh Hayati," guraunya terasa begitu renyah, ditambah lagi suasana canggung saat ini yang begitu tak mendukung.

"Makasih," ketus Shely singkat, masih tak menoleh sama sekali.

Surya mengulum senyum, pertama kali mendengar ucapan terima kasih yang seterpaksa itu. "Kok ngomong makasihnya enggak ikhlas gitu kedengarannya? Padahal semaleman aku udah ngerjain tugas kamu dengan penuh keikhlasan loh," ucapnya, memasang wajah polos yang begitu dibuat-buat.

Shely memutar bola matanya malas. Kali ini, ia memutuskan untuk menoleh menatap Surya penuh. "Kalau kamu emang beneran ikhlas, biar aku enggak ngomong makasih juga kamu pasti bakalan terima kok," ketusnya sekali lagi, membuat Surya tak lagi mampu berkutik apa-apa.

Hai semua! Makasih yah udah baca cerita ini. Tetap vomment yah guys! Sampai ketemu lagi di part selanjutnya ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro