Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Adaptasi Wujud

Sinar mentari menembus melalui celah-celah pada tembok kayu di ruangan si Bongkok yang gelap. Kokokan ayam membangunkannya dari tidur panjang tanpa mimpi. Dia membuka mata dan melihat semacam tabir selaput yang berenang-renang di pelupuk mata.

Si Bongkok mengerang. Badannya masih terasa ngilu. Dia mencoba bangun tapi malah tersungkur ke lantai. Dirinya masih tanpa pakaian. Susah payah dia mencapai kotak bajunya dan mengambil satu jubah selembar yang dia gunakan sebagai pakaian sehari-hari sebagai pelayan di menara sepuh guru.

Para pelayan lain di menara sepuh guru orangnya baik-baik. Mereka wujudnya lebih sempurna dari pada si Bongkok. Si Bongkok susah payah mengenakan jubahnya. Dia kaget, "tubuhku berubah?"

Dia melihat tubuh bagian kirinya berkulitkan putih mulus seperti laki-laki dewasa, sementara bagian kanannya masih berupa sisik borok bertotol-totol. Si Bongkok meraba wajahnya. Hidungnya mengecil tapi masih berparuh beo di bagian kanan. Bagian kirinya kelihatan seperti laki-laki tampan. Dia punya jenggot dan kumis.

"Ajaib," decaknya. Gara-gara ini dia jadi kepikiran perkataan sepuh guru kemarin. Dia ada perubahan. Perubahan ini mesti dia sambut dan kejar. Apakah mungkin, sesungguhnya apa yang terjadi pada tubuhnya semenjak lahir merupakan kutukan? Lalu petir yang menyambarnya di tebing puncak cakar sasaklangit adalah kebaikan para dewa yang mengasihaninya?

Si Bongkok terduduk merenungi itu. Sampai pintu kamarnya diketuk. Pelayan lain menegurnya untuk segera bersiap melakukan tugas harian. Si Bongkok segera berdiri. Caranya berdiri dan berjalan memang tubuh bagian kanan jadi lebih menyentuh tanah.

Tangan kirinya normal, serupa tangan sempurna milik Bima atau Bara. Sementara tangan kanannya jadi lebih panjang seperti akar pohon berbisul dengan jari hanya tiga. Beberapa jari menempel.

Si Bongkok tidak terlalu kesulitan berjalan pincang seperti ini. Ini tidak lebih buruk dari cara jalannya ketika masih penuh sisik borok. Dia keluar kamar untuk menuju pemandian. Pelayan di perguruan mesti bersih dan segar sebelum melakukan tugasnya. Sebelum mencapai pemandian bersama itu si Bongkok mampir sebentar di kuil kecil untuk berdoa dan berterimakasih pada para dewa.

"Terima kasih telah mengasihiku dan memberiku tubuh seperti ini. Senantiasa hamba akan merawatnya dan melakukan tugas dan menerima takdir hamba di depan. Mohon beri petunjuk yang jelas kepada sepuh guru Warugeni. Beliau adalah panutan hamba," kata si Bongkok. Dia mengecupkan bibirnya ke kuil kecil itu dan menaruh sebuah kerikil di mangkuk. Nantinya bila doanya terkabul, kerikil pada mangkuk itu akan menghilang.

Para pelayan lain di perguruan mengamati si Bongkok dengan heran. "Hei, kenapa dengan wujud tubuhmu? Kemarin tidak seperti itu?" tanya tetua pelayan.

Si Bongkok membungkuk dan mengacungkan tangan menyatu di dada. "Hamba kurang tahu betul apa yang terjadi. Hamba tersambar petir kemarin, tiba-tiba jadi seperti ini. Mungkin ini adalah cobaan dari para dewa kepada hamba," jelas si Bongkok seadanya.

Para pelayan yang masih menceburkan diri di kolam pemandian hangat yang dikelilingi pohon-pohon berdaun hitam menertawakan si Bongkok. Kecuali si tetua pelayan, dia mengernyit bingung.

"Cobaan apa lagi memang yang mau ditibankan padamu, Bongkok? Bukankah seluruh hidupmu adalah cobaan? Oh bukan, maaf ralat, hidupmu adalah kutukan. Hei hei, kau jangan mendekat, nanti kami ketularan kutukan sisik borokmu!" celetuk panjang salah satu pelayan yang selalu sinis padanya.

Tanpa diduga, tetua pelayan malah mendekati si Bongkok, mengamatinya dari atas ke bawah tanpa melewatkan setapak pun. "Ini... bisa jadi adalah mukjizat," kata si tetua dengan suara bergetar.

"Maksud tetua dengan mukjizat?" tanya si Bongkok.

"Ini bisa jadi terkait dengan ramalan yang pernah kudengar jaman kecil dulu, sekitar seratus dua puluh tahun lalu. Dikabarkan bahwa ada ramalan berupa bisikan yang seringkali diabaikan oleh orang-orang, bahkan oleh sepuh guru sekalipun. Akan turun seorang buruk rupa keturunan dewa yang bakal mengguncang dunia," jelas si tetua pelayan.

Si Bongkok membelalakkan mata.

Hening sekian lama. Si Bongkok terjun dalam pemikirannya yang dalam. Akhir-akhir ini semenjak sepuh guru Warugeni makin dekat dengannya dan senantiasa memberikan perkataan-perkataan baik, cara pikir si Bongkok mulai berubah. Dia meyakini jati dirinya ada untuk dia temukan. Di luar sana.

Hening yang ganjil itu kemudian meledak menjadi tawa tergelak. Si Bongkok kecewa. Rupanya tetua pelayan dan para pelayan lain membuatnya jadi bahan candaan. Si Bongkok berjalan pincang sambil menunduk, menyeret alat mandinya dan memilih di sudut kolam yang airnya lebih keruh.

Dalam hati si Bongkok bersumpah, "Aku akan buktikan kalau kalian semua salah." Ini membuatnya terkejut juga. Jarang-jarang dia membatin, apalagi bersumpah setegas itu.

Si Bongkok percaya ini adalah mukjizat yang sekaligus adalah cobaan. Dia yakin, dia akan berhasil melalui ini semua. Sembari menggosok sekujur badannya, dia terkenang wajah Sruni yang amat cantik. Dia pendekar perempuan dari tingkat legenda yang baik kepadanya.

"Hei, jangan lama-lama kau mandinya, nanti sendang air ini jadi keruh oleh kutukan sisik borokmu, Bongkok!" celetuk para pelayan yang sudah mengentaskan diri dan mengenakan jubah. Sudah siap untuk bertugas memulai hari.

Si Bongkok mengabaikannya. Dia memejamkan mata. Merasakan air hangat sendang ini membayur tubuh kirinya yang sempurna. Dari sekujur tubuhnya yang separuh-separuh, hanya bagian kemaluannya yang tampaknya sangat gagah dan tidak ada sisik borok. Si Bongkok tak bisa menahan diri untuk mengaguminya. Saat menyentuh bagian itu, bukan Sruni yang muncul di benaknya, melainkan Agni. Pendekar perempuan tingkat legenda yang tubuhnya paling bagus dan mengundang birahi para pendekar laki-laki sejagad Bhumidewa.

Si Bongkok melepaskan tangannya dari area itu. Dia mengutuk dirinya. "Tidak boleh berpikiran kotor. Tidak boleh berpikiran kotor." Itu diucapkannya sambil memukul pelipis kiri.

Tiba-tiba langit menggelap. Awan kelabu dalam rombongan besar menggulung menutupi langit di atas perguruan Sasaklangit. Si Bongkok mengentas dari kolam. Memakai jubah, lalu melihat di menara sepuh guru Warugeni, ada sekelibatan garis-garis emas.

Tiba-tiba juga, si Bongkok merasa berpindah tempat. Sukmanya lepas dari raga. Dia tidak menyadari ini. Dia melihat ada bayangan hitam dalam jumlah besar tengah menyatroni lima perguruan. Sukma si Bongkok melayang tinggi ke langit. Dia seperti mengawasi daratan Bhumidewa dari ujung barat sampai timur.

Si Bongkok berusaha untuk turun ke daratan, tapi semakin dia memaksa sukmanya, dia malah dibawa terbang lebih tinggi. Tiba-tiba dia berhadapan pada sebuah sosok yang sangat akbar. Tubuhnya keemasan, mengepakkan sayap berupa api. Si Bongkok menyangka itu adalah wujud foniks raksasa. Itu salah satu dewa. Tapi dia tak mengenalinya.

"Apa yang terjadi pada Bhumidewa?" tanya si Bongkok.

"Kau akan tahu," jawab sosokakbar itu dalam suara yang menggetarkan seisi jagad.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro