Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15 - Siasat Menanggulangi Wabah

"Maaf, anda menuduh kami?" Sruni jelas tidak terima dituduh langsung seperti itu.

"Kalau memang bukan, tidak usah tersinggung. Kalau tersinggung, berarti benar dari kalian?" Wanja si kepala desa Lawa ini kedengaran kurang ajar. Dia kelihatan seperti tipikal kepala desa yang tak becus, banyak ngoceh tapi minim prestasi.

"Tentu saja bukan," Sruni mencoba lebih tenang dalam menjawab. Dia mesti menunjukkan kapasitasnya sebagai ketua.

"Baiklah, silakan duduk," Wanja mempersilakan. Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. Sruni enggan duduk sebab memang tak ada tempat duduk yang layak di depan Wanja. Semua bangku reyot dan banyak tumpukan barang. Wanja tak mempermasalahkan.

"Jadi... dalam rangka apa perjalanan kalian ini?" tanya Wanja.

"Misi kami adalah untuk membantu setiap tempat berpenduduk yang mengalami keganjilan. Kami dari perguruan Sasaklangit."

"Oh, Sepuh Guru Warugeni yang mengutus kalian?"

"Benar. Sepuh Guru Warugeni yang mengutus kami untuk memulai perjalanan ini." Di titik ini Sruni menganggap orang-orang di luar perguruan tidak ada yang tahu mengenai kematian para sepuh guru, atau serangan yang dialami tiap perguruan.

"Bijak dan welas asih sekali," puji Wanja.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan desa ini diserang oleh kelelawar Lowo Duri itu?" tanya Sruni, memastikan. Sebab mereka baru sehari dari peristiwa doa kepada dewa.

Wanja tampak menghitung. Dia mengambil sebuah papan memuat informasi tanggal-tanggal. "Menurut pencatatan carik kami sudah sekitar dua pekan."

Sruni sedikit membelalak. Dua pekan? Berarti dewa mengabulkan doa mereka waktu itu dengan cara memanipulasi realitas waktu? Firasat Sruni bahkan jauh lebih buruk. Bisa jadi di tempat-tempat lain sudah berlangsung lebih lama. Bahkan, serangan yang mereka terima lebih parah.

"Warga kami sangat menderita. Di bawah tanah sumber dayanya terbatas. Kalau memang kalian punya misi mulia seperti itu, tolong segera akhiri penderitaan kami," pinta Wanja.

Sruni mengangguk. "Akan kami usahakan yang terbaik."

"Terima kasih kalau begitu. Silakan menginap dulu di sini. Dua ajudanku akan menyiapkan tempat beristirahat kalian. besok pagi, silakan berembuk dengan mereka untuk upaya menanggulangi Lowo Duri. Saya senang dengan kedatangan kalian. maafkan tadi saya lancang menuduh," Wanja berdiri dan menjura.

Sruni balas menjura. "Terima kasih sudah menerima kami."

Sruni keluar ruangan itu. Di luar dua ajudan sedang bercengkerama dengan para pendekar lain. Ketika Sruni tampak mereka langsung berdiri dan mengantar ke tempat peristirahatan. Mereka ditempatkan di ruangan bersama dengan para anak muda yang bertugas khusus selama wabah ini.

Anak-anak muda yang masih melek mengamati mereka dengan penasaran. Dua orang ajudan tadi yang bernama Ranto dan Rintis memperkenalkan kehadiran mereka. "Mereka adalah pendekar legenda dari perguruan Sasaklangit, mereka datang dalam misi perjalanan untuk membantu setiap desa dari kesusahan. Mereka akan membantu kita membasmi Lowo Duri."

Anak-anak muda mengangkat tangan dan bersorak pelan. Tampak mereka sangat hati-hati. Sebab suara terlalu kencang akan mengundang Lowo Duri datang.

Lima pendekar menempati tikar mereka masing-masing. Si Bongkok duduk bersandar, dia berada dekat Sruni. "Kepalamu masih sakit?" tanya Sruni.

Si Bongkok menggeleng. "Sepertinya kalau Lowo Duri itu mau muncul baru sakit."

Sruni mengangguk. Mencatat petunjuk ini. Si Bongkok mengeluarkan dari kantong jubah dalamnya sebuah kantong minuman yang dapat membantu mereka lelap secukupnya dan mendapat energi dan rasa kantuk yang terpuaskan. Dia mengangsurkannya ke Sruni.

"Mantab, Bongkok," Bara tak sengaja keceplosan. Dia disentil Bima. Meski begitu, mereka ikut minum juga.

Tidur mereka tanpa mimpi, karena itu jadi berkualitas. Hanya saja tidak dengan si Bongkok, dia malah kesulitan tidur. Apa jangan-jangan minuman pembantu tidur itu tidak bereaksi padanya. Si Bongkok terbayang muka jelek penuh ancaman dari Lowo Duri. Dia yang jadi sasaran terus kemarin.

Kokok ayam terdengar membuka pagi. Di ruang bawah tanah itu rupanya ada warga desa yang membawa ayam mereka. Atau setidaknya, ayam yang masih bisa mereka selamatkan. Dari cerita para anak muda, hewan-hewan ternak habis dibantai Lowo Duri.

Sruni dibantu oleh Ranto dan Rintis, mengumpulkan para anak muda untuk membahas strategi penanggulangan Lowo Duri.

"Kita harus melawan Lowo Duri dengan senjatanya sendiri. Duri itu. Aku dan temanku akan pergi ke atas untuk mencabut duri itu dan mempelajarinya. Kami pasangi kawat untuk kita lemparkan nanti ketika dia lewat," mulai Sruni.

"Bagaimana dengan tugas kami?" tanya salah satu anak muda.

"Tugas kalian adalah untuk membuat pola bagaimana Lowo Duri datang. Kapan dan bagaimana. Seharusnya kalian sudah punya datanya. Silakan nanti jelaskan pada teman kami Maruli," jelas Sruni. Anak-anak muda mengangguk antusias.

Pertemuan itu dilanjutkan secara eksklusif dengan para pendekar. "Jati Saka akan jadi penanda kapan pastinya Lowo Duri itu muncul. Kerahkan energi kita ke kawat berujung duri Lowo itu dengan ajian pelumpuh saraf." Para pendekar mengangguk sepakat.

Sebelum naik ke atas, Sruni minta diantar Ranto dan Rintis untuk melihat korban. Mereka ditempatkan di ruang tersendiri, tempatnya lebih dingin. Kondisi mereka stasis. Mereka terbujur kaku dengan rambut berdiri lurus sepanjang rambut yang mereka punyai. Korbannya sudah lima belas yang jatuh. "Jangan sampai bertambah."

Lima pendekar dan si Bongkok naik ke atas. Kereta mereka sudah berada dekat dengan pintu masuk bawah tanah. Bara mengambil peralatan yang mereka butuhkan dan membaginya. "Jati, tolong kasih tahu kalau kau mulai berdenyut kepalamu."

Si Bongkok mengangguk.

Mereka menyisiri jalanan desa dan memungut duri-duri dari Lowo Duri. Seorang anak muda muncul tanpa ijin dan menawarkan diri mengangkut duri-duri itu di karung goninya. Sruni mengijinkan, dia meminta Agni untuk menjaga bocah itu.

Setelah dipikir cukup, mereka turun lagi ke bawah tanah untuk memasang kawat panjang ke duri-duri Lowo Duri itu. Saat mereka melewati ruang berkumpulnya warga, mereka disambut bak pahlawan. Kabar sudah tersebar rupanya. Mereka menaruh harapan kepada para pendekar.

Pola kedatangan Lowo Duri sudah terkumpul dan oleh Maruli sudah diringkas. "Jadi, Lowo Duri akan muncul bila mendeteksi bau darah, suara kencang, dan pergerakan tanpa jubah hitam. Kedatangan mereka akan diikuti oleh semilir angin apak dan ribuan kelelawar biasa lainnya."

"Bagus, kita pancing dia nanti sore," putus Sruni. Semua mengangguk sepakat.

"Apakah kalau Lowo Duri sudah dikalahkan, korban-korban langsung pulih?" tiba-tiba salah satu anak muda bertanya.

"Kami berpikir akan seperti itu. Tapi jika pun tidak, kami akan tetap tinggal untuk memulihkan mereka," janji Sruni.

Sore tiba, semua sudah siap. Diselubungi jubah hitam, mereka perlahan naik ke permukaan, bersembunyi di bawah atap-atap rumah. Sebagai umpan, mereka telah membujuk warga yang punya ayam untuk dikorbankan. Ayam itu dibawa ke atas dan disembelih oleh Bima saat mereka tiba di titik yang menguntungkan mereka dari segala sisi.

Para pendekar menempati titiknya masing-masing. Kawat panjang berujung duri Lowo Duri sudah siap di tangan mereka. Si Bongkok mengintil di belakang Maruli.

Bima melempar ayam itu ke tengah jalan. Mereka menunggu. Maruli mengawasi ketat si Bongkok. Kapan berdenyutnya kepala.

Celakanya, perkiraan mereka meleset. Lowo Duri tidak kunjung muncul. Yang muncul justru kelelawar-kelelawar biasa. Datang dalam rombongan yang segera menukik dan melenyapkan bangkai ayam.

"Kepalamu tidak berdenyut?" tanya Maruli kepada si Bongkok.

Si Bongkok menggeleng, sama herannya. Matanya waspada mengawasi langit.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro