Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kita & Kanker - 09 🎗️

Keesokan harinya, aku bertemu dengan Fino lagi di taman. Dan ternyata, dia kesini untuk menengok ayahnya. Jadi selepas ia bertemu ayahnya, ia selalu menyempatkan diri untuk duduk sebentar di taman. Seperti sekarang, dia tengah duduk bersamaku di taman. Setelah aku menceritakan semua masalahku padanya, sekarang kami seperti jadi makin akrab.

Ternyata, umurnya tidak jauh beda denganku, hanya berbeda 4 tahun saja. Pantas saja, dia nyambung sekali ketika kuajak bercerita tentang anak muda zaman sekarang, juga pada saat aku bercerita tentang kecintaanku pada dunia K-Pop. Sesekali, aku juga bercerita perihal masa-masa sekolahku dulu. Aku memang mempunyai banyak teman di sekolah, bahkan aku tergolong anak yang ramah, dan mudah bergaul.

Setelah aku puas bercerita, kami bergiliran bercerita. Saat aku bercerita, dia dengan antusias mendengarkan. Begitu pula sebaliknya, pada saat dia bercerita, aku dengan setia mendengarkannya. Dia bercerita perihal kuliahnya, membagiku sedikit ilmu sebelum aku duduk dibangku kuliah.

Dia bilang, kuliah itu ada enak, dan ada tidak enaknya. Enak karena tidak ada yang menghukum kalau tidak kerja tugas, tidak ada yang marah kalau alpa. Tapi tidak enaknya, ya jadi ngulang setahun lagi karena sering alpa dan tidak mengumpulkan tugas sesuai jadwalnya. Dia juga bercerita, pada saat masa ospek, dia dibully habis-habisan oleh kakak seniornya karena dia bergaya seperti orang culun. Saat itu, aku menahan tawaku. Aku bingung, antara ingin tertawa atau harus merasa kasihan padanya.

Ngomong-ngomong, Fino memang memakai kacamata, tapi itu tidak membuat kesannya seperti orang culun. Justru kacamata yang bertengger di hidung mancungnya itu menambah kesan pintar padanya. Aku jadi ragu kalau dia pernah mengulang setahun lagi masa kuliahnya.

Tak berakhir di hari itu saja, besok-besoknya kami bertemu lagi di taman. Melanjutkan berbagi cerita tetapi dengan topik yang lain. Ah, rasanya Fino ini benar-benar tipikal orang yang bisa kujadiin teman untuk bercerita.

Namun, satu hal yang aku herankan. Apakah Fino tidak bekerja? Mengapa ia terlihat begitu santai? Setelah menjenguk papanya, ia tidak pulang untuk melanjutkan kerja, melainkan malah duduk di taman dan bercerita denganku.

Ingin sekali, aku mengutarakan pertanyaan itu. Akan tetapi, di setiap kali kami bertemu, selalu saja aku kelupaan untuk menanyakan hal tersebut.

🎗️🎗️🎗️

Suara pintu yang terbuka, berdecit akibat bergesekan dengan lantai ubin. Aku menghentikan aktivitas membaca bukuku, kemudian menoleh.

“Hai.” Suara sapaan itu hanya selintas melewati indra pendengaranku, karena setelah melihat siapa yang datang, aku langsung berpura-pura tidak mendengar sapaannya.

“Kalau ada orang yang bilang “hai”, ya dibalas dengan jawaban serupa dong. Bukannya malah mengalihkan pandangan, dan berpura-pura tidak mendengar,” ucapnya.

“Untuk apa kamu datang ke sini?” tanyaku ketus. Aku dapat mendengar suara tawanya, menggemuruh di telingaku.

“Kamu ini semasa kecil tidak diajarkan sopan santun, ya? Sudahlah tadi tidak membalas sapaanku, sekarang malah bersikap ketus.”

Aku benar-benar jengah. “Mau apa kamu datang ke sini?” tanyaku, kembali mengulangi pertanyaan yang belum ia jawab.

“Oke, gak usah diulang gitu pertanyaannya. Nih ya, aku jawab. Aku datang ke sini, untuk menjenguk mantan pacarnya tunanganku. Nah, sudah kujawab, kan?” jawabnya, sembari menekan kata “tunangan”.

Sepertinya sekarang, aku merasa menyesal karena telah bertanya maksud dan tujuannya datang kemari.

Ngomong-ngomong, kalian pasti penasaran dengan siapa yang datang menjengukku tersebut. Ah, ralat, datang untuk sekadar membuatku merasa kesal. Ya, dia adalah Nayla, tunangan dari Rendy.

Aku kembali fokus pada bacaanku. Namun, sepertinya bukan Nayla namanya jika perempuan itu tidak membuatku merasa kesal.

“Aku gak heran sih sama Rendy, wajar aja dia lebih milih aku. Soalnya, mana mau cowok seganteng Rendy itu mau sama cewek yang penyakitan kayak kamu.”

Aku mendongakkan kepalaku, menatap Nayla tajam. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu, apakah perempuan ini tidak punya hati? Aku sebenarnya tidak mempermasalahkan hal tersebut, hanya saja aku muak melihat tingkahnya.

Namun, ada satu hal yang begitu mengganjal di perasaanku saat ini, atau bahkan sedari awal aku melihat keberadaan Nayla. Mengapa rasanya ia tidak asing bagiku? Seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu.

Kujejakkan pandanganku melihat lebih jelas wajah dari seorang Nayla. Semakin aku memperhatikannya, semakin aku merasa dejavu dengan perempuan itu.

Kulihat Nayla menyunggingkan senyumnya padaku. Ia terlihat hendak berbicara. Aku meneguk ludahku, entah mengapa aku merasa bahwa apa yang ingin disampaikan oleh Nayla ini begitu berat.

“Aku lihat, kamu gak ingat, ya sama aku?” tanyanya.

Aku mengerutkan keningku, tidak paham dengan maksud pertanyaan dari Nayla. Ia bertanya, seolah benar-benar kami dulu saling mengenal. Aku memeras otakku, berusaha mencari ingatan demi ingatan yang ada kaitannya dengan perempuan bernama Nayla Adrianti. Namun, entah mengapa rasanya begitu sulit. Tidak ada satupun ingatan yang melekat di otakku mengenai Nayla.

“Ah, selain penyakitan, ternyata kamu juga mempunyai daya ingat yang begitu buruk. Ralat, sangat buruk.”

“Maksud kamu apa berbicara seperti itu?” Kali ini, aku benar-benar tidak bisa untuk menahan luapan emosiku. Aku rasa, semakin ke sini, Nayla ini makin keterlaluan.

“Eits, jangan marah, dong. Ucapan aku benar, kok. Kamu memang mempunyai daya ingat yang sangat buruk. Bagaimana bisa kamu melupakan sahabat terbaikmu saat kecil dahulu?”

Aku terdiam. Sahabat?

“Ah, rasanya bukan sahabat, deh. Lebih tepatnya, mantan sahabat. Jadi, apakah kamu mengingatku, Keyra?”

Aku masih terdiam, atau lebih tepatnya aku mencoba meresapi setiap perkataan Nayla. Sahabat? Mantan sahabat? Apa maksud Nayla?

“Aku benar-benar gak paham sama maksud kamu. Udah ya, kalau kamu datang ke sini hanya untuk mencari keributan, dengan berat hati aku harus mengusir kamu,” ucapku dengan penegasan di setiap kata-katanya.

“Oh, ngusir, ya? Oke, gak apa-apa, kok. Kebetulan, aku teringat kalau aku punya janji dengan tunangan aku. Jadi, aku pamit pulang dulu, ya,” ucapnya sembari tersenyum sinis.

Aku hanya menganggukkan kepalaku, mengiyakan perkataan Nayla.

“Tapi, kamu tenang aja, besok aku akan datang lagi buat ngejenguk kamu. Sekaligus, aku juga mau membawakan sesuatu yang bisa membuat kamu kembali mengingatku. Ya, semoga aja besok kamu udah ingat, ya.”

Nayla berjalan menuju pintu ruanganku, perempuan itu memutar knop pintu. Namun, pergerakannya seakan terhenti, ia menoleh ke arahku.

“Semoga cepat sembuh, ya. Jangan mati dulu, aku tahu kok, kamu ingin cepat menyusul mendiang mama kamu. Tapi, bukan sekarang waktunya,” ucapnya kemudian menghilang dari balik pintu.

Satu pertanyaan kembali mengepul di pikiranku. Darimana ia tahu perihal mama?

»»----------------¤----------------««

Ada begitu banyak hal yang masih berbentuk kotak misteri di kepalaku, termasuk mengenai masa lalu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro