8
= Selamat Membaca =
_________________________
Kepala mendongak menatap langit luas, angan berkelana menembus batas. Imaji berlayar tinggi, mencari jejak-jejak nafas yang ditinggalkan hingga terhempas.
Tersenyum nanar, dibalut gusar. Di belenggu rindu di rantai pilu.
Kekehan terdengar menyakitkan dari mulut gadis pemilik gigi gingsul yang sedang duduk bersandar. Memejamkan mata sejenak sambil bergumam lirih menyebut satu nama.. "indira....."
Pemilik nama Shania Gracia menyeka sudut mata nya, yang lagi dan lagi mengeluarkan tetes air mata.
Dua minggu berlalu, dia masih berada di sini, di rumah sakit yang menjadi tempat ia menghabiskan sisa nafas yang masih berhembus walau sesak.
Di taman tak jauh dari kamar inap ia duduk sendiri, walaupun dari jarak jauh ada yang menjaga dengan teliti.
Gracia ingin menghirup udara pagi, menyapa mentari yang mulai menunjukkan eksistensi. Merasakan belaian angin lembut, menerpa seluruh jiwa yang di balut kalut.
"Shani... "
Satu nama yang ia rindukan sosok nya, yang ia ingin kan dekap tubuh nya, yang ia butuh kan hadir nya, dan yang ia ingin dengar suara lembut menyebut nama nya.
"Kamu dimana...?"
Kalimat tanya yang ia ucap kan hampir di setiap detik nya, kalimat tanya yang hingga detik ini tidak ada yang bisa menjawab nya.
Semua membisu.
"Kamu katanya gak akan ninggalin aku"
Lirihan kesakitan tersirat di setiap nada kalimat yang di ucap kan.
"Kamu pembohong Indira"
Kekehan lagi-lagi terdengar.
"Sesakit ini kah rasanya merindukan mu?"
"Sesulit inikah bernafas tanpamu?"
Gracia menahan diri agar tangis nya tak pecah lagi, ia mencoba menikmati setiap rasa sakit yang menjalar hingga sendi.
"Gre..."
Gracia memejamkan mata nya erat saat seseorang memanggil namanya, perlahan terbuka lalu menoleh pada seseorang yang mendekat ke arah nya dengan membawa segenggam bunga.
"Abang ke kamar, ternyata kamu disini"
Gracia memaksa senyum nya tercipta, menyambut laki-laki yang bahkan hampir ia lupakan keberadaan nya.
Laki-laki yang pernah begitu mempesona di mata nya, yang pernah begitu ingin ia genggam hati nya, dan laki-laki yang membuat Gracia keliru tentang apa yang ia rasakan pada saat itu.
Tapi kini semua tak lagi ada, semua yang mempesona hilang dari pandangan mata, semua rasa untuk nya lenyap seketika, semua perasaan yang ia rasa dibawa oleh gadis bernama Shani Indira.
"Ya abang" ucap Gracia lemah.
"Ini buat kamu"
Segenggam bunga di serahkan, lalu diambil perlahan "terimakasih" ucap nya seraya menyimpan nya di samping tubuh sebelah kiri, sementara Bobby duduk di samping kanan.
"Kamu sudah sarapan sama minum obat?"
Pertanyaan tidak berguna yang harus Gracia jawab walau sekena nya.
"Sudah"
"Mm bagus lah, Abang minta maaf ya belum bisa nemuin Shani"
Sesak lagi dan lagi.
"Iya bang gapapa"
"Kamu cepet sehat ya, biar kita bisa sama-sama cari Shani"
Lagi, kalimat-kalimat yang sudah muak Gracia dengar dari sekitar nya.
Bagaimana Gracia bisa sehat, jika Gadis itu masih belum tau dimana Shani berada.
Ia ingin bertemu Shani, ia ingin memberi pelajaran pada gadis yang seenak nya meninggalkan Gracia tanpa kabar apapun, gadis yang berhasil membuat Gracia hidup tapi seolah mati.
Gracia ingin mengeluarkan semua unek-unek nya, semua perasaan nya, mengumpat, memaki atau apapun selama dua puluh empat per tujuh sampai Gracia puas memarahi gadis itu.
Seenak nya saja meninggalkan Gracia tanpa kata.
"Iyaa bang" jawab Gracia
"Yaudah abang mau ke kantor, nanti sore abang balik lagi kesini. Kamu mau abang bawain sesuatu?" Tanya Bobby penuh harap.
"Bawa Shani, itu lebih dari cukup"
Bobby diam membisu, memaksakan kepala nya mengangguk walau ragu.
Laki-laki itu tak mampu lagi berkata, laki-laki itu berusaha menyembunyikan raut kecewa di balik wajah manis nya.
Di hadapan Gracia ada Bobby, yang setiap hari membawa bunga untuk Gracia, yang setiap hari bertanya tentang kabar nya, yang setiap hari mengkhawatirkannya. Namun tak sedikit pun di lihat oleh Gracia.
Bobby tidak menyerah begitu saja, ia yakin mampu menarik hati Gracia, ia yakin mampu mengubah dunia Gracia hingga tak lagi berpusat pada Shani, adik kandungnya.
"Abang pamit dulu, kamu cepet sehat ya"
Kecupan singkat di puncak kepala Gracia Bobby jatuhkan, perlahan memutar tubuh nya meninggalkan Gracia duduk di tempat nya.
Sendirian.
__
Malam datang, gelap mencekam.
Gracia duduk di atas ranjang nya, memeluk erat kedua lutut nya.
Tubuh nya semakin kurus, pipi chubby yang dulu berisi kini semakin tirus.
Tatapan nya kosong, nafas nya berhembus pelan. Seolah menahan sesak yang tak tertahan.
"Mama..." Gracia memanggil sang mama yang kebetulan sedang mengupas buah di sofa.
"Iyaa sayang, Kenapa?" Tanya Sang mama lalu menyimpan buah serta pisau, dan berjalan mendekat ke arah Gracia.
"Mama boleh peluk gege" lirih nya membuat Sang mama mengangguk seraya menarik Gracia dalam pelukan nya.
"Ma.. kenapa cici ninggalin aku?"
Sang mama menutup mata, otak nya sibuk mencerna pertanyaan anak bungsu nya. Hati nya memaksa otak untuk segera menjawab, namun lisan nya diam tak mau berucap.
"Kenapa cici jahat sama aku hikss"
Sang mama semakin mendekap erat, memberi kekuatan lewat pelukan. Mengusap punggung nya perlahan, lalu naik mengelus puncak kepala.
Sang mama masih berkutat dengan fikiran nya, hati kecil nya meronta melihat gadis kecil nya tersiksa. Ibu mana yang tega melihat anak nya tersiksa seperti ini?
"Kamu sayang sama Shani?" Tanya sang mama, bertanya pertanyaan yang jelas-jelas semesta pun tahu jawaban nya.
"Sangat ma..."
"Sesayang apa?"
Gracia menarik nafas cukup banyak, paru-paru nya terasa kosong hingga sesak.
"Lebih dari apapun di dunia"
Sang mama semakin mendekap erat, menyadari ada perasaan berbeda dari anak bungsu nya untuk Shani.
Feeling nya benar selama ini, semua perkiraan-perkiraan nya tidak meleset. Hanya perkiraan tentang kondisi anak nya yang jauh dari yang ia terka.
"Kamu istirahat ya, besok mama cari cici lagi"
Gracia menggeleng pelan "gak usah ma, biar dia sendiri yang datang liat gege, walaupun dengan kondisi berbeda" ucap Gracia yang membuat mama nya sedikit bingung dengan kalimat yang di ucap nya.
"Mama cukup peluk gege aja, karena nanti mama akan sulit melakukan nya"
"Maksud kamu apa sayang?"
Gracia menggeleng sambil tersenyum pilu "ga apa ma"
"Besok cici Shania pulang, kangen kamu katanya"
Gracia mengangguk sebagai jawaban, sayang sekali rasa rindu kakak kandung nya itu tak bisa Gracia balas, karena semua rindu nya sudah untuk Shani seorang.
Pada satu nama pemilik jiwa dan raga,
Pada raga yang entah berpijak dimana
Tahukan kamu tentang bagai mana perasaan Gracia?
Bagaimana kamu memporak-porandakan dunia Shania Gracia?
Bagaimana kamu menarik semua rasa, hingga tanpa mu rasa nya Gracia mati rasa.
"Gege mau tidur ma..."
Sang mana menarik diri, melepas pelukan nya perlahan.
"Iyaa sayang"
Sang mama membantu Gracia merebah kan diri, menarik selimut hingga sebatas dada. Tangan nya terulur mengusap kepala Gracia yang kini memejamkan mata.
Sang mama tak menyangka, efek dari Seorang Indira begitu hebat nya. Ia harus segera mengambil langkah sebelum semua nya terlambat.
Ia ingin putri nya kembali, menjadi seorang Shania Gracia yang ceria, yang semangat, rusuh, usil, random, dan hal absurd lain nya, yang sungguh ia rindukan momen-momen nya.
Gracia memejamkan mata, namun kewarasan nya masih ada. Kesadaran nya masih penuh hanya saja mata nya lelah untuk terbuka.
"Tuhan.. Jika esok manusia paling jahat itu tidak kembali. Ajak aku pulang saja, itu lebih baik seperti nya. Dari pada aku harus hidup tapi jiwa ku mati"
Doa Gracia dalam hati yang di-Aminkan beberapa kali.
___
Pagi datang seperti biasa, mengantar kesadaran Gracia hingga perlahan membuka mata.
Terbangun dengan kondisi yang tidak baik-baik saja sudah biasa di rasakan oleh Gracia.
Gracia menoleh kanan kiri, seolah mencari seseorang yang tak nampak sama sekali.
"Selamat pagi Indira..." lirih nya seraya mengubah posisi menjadi duduk dengan sekuat tenaga.
"Sayang"
Gracia menoleh lalu tersenyum tipis "pagi mama" sapa nya pada sang mama yang baru keluar dari kamar mandi.
"Pagi sayang, mau kemana hmm?" Tanya Sang mama.
"Gak kemana-mana duduk aja"
Jawab nya lemah.
Sang mama mengelus rambut Gracia "sarapan dulu ya sayang, udah lama kamu gak makan. Mama suapin bubur mau?"
Gracia mengangguk "iya ma" jawab nya "papa mana ?" Tanya nya
"Papa pulang dulu, sebentar lagi datang"
Gracia mengangguk sebagai jawaban.
Dengan telaten sang mama menyuapi Gracia, namun baru satu suap saja gadis itu sudah kembali mengeluarkan nya.
"Gamau mah, enek" ucap Gracia lalu meraih segelas air putih, meminum nya dengan paksa sekalipun di indra pengecapnya pahit terasa.
"Yaudah kamu makan buah aja ya" bujuk sang mama
"Nanti aja ya ma, gege mau ketaman boleh?"
"Iyaa sayang, ayo mama antar"
Sang mama dengan hati-hati membantu Gracia turun dari ranjang ke kursi roda, menurunkan selang infus dan memindahkan nya ke tiang di kursi roda.
Gracia berhenti menatap taman untuk kesekian kali nya, lalu meminta sang mama meninggalkan nya.
"Mama pergi aja, gege mau sendirian"
"Iyaa kalo ada apa-apa panggil mama ya"
Sang mama meninggalkan Gracia, namun tak sepenuh nya meninggalkan. Sang mama duduk tak jauh dari tempat Gracia, mengawasi anak bungsu nya dari kejauhan.
Lama menatap kosong, sambil di peluk sepi, indra pendengaran Gracia menyambut suara yang memanggil nya.
"Haii"
Gracia menoleh, sedikit terkejut melihat seseorang yang kini tersenyum manis sambil menenteng sebuah paper bag.
"Apa kabar?" Tanya nya basa basi. Lalu menyimpan paper bag di kursi.
"Baik" jawab Gracia lemah.
"Sepi banget sekolah gak ada kalian" ucap nya membuka obrolan, lalu duduk di kursi samping Gracia "gak ada yang menebar keUwuan, gak ada yang bikin gesrek, gak ada yang bikin iri juga"
Gracia hanya tersenyum tipis.
"Segitu nya" jawab nya pelan.
"Gue kawatir sama loe" ucap nya
"Thanks kak Anin, tapi kaya nya loe lebih kawatir sama Shani"
Anin diam, kalimat Gracia barusan memang benar adanya. Namun melihat kondisi Gracia sekarang, ia sungguh sangat kawatir.
Kenapa adik kelas nya ini berubah drastis sekali?.
"Kalian berdua tepat nya" jawab Anin
"Thanks.."
"Btw, Loe tau dimana Shani?" Tanya Anin membuat Gracia terkekeh pelan "gue ke rumah nya tapi gak ada" lanjutnya.
"Kalo gue tau dimana manusia itu, gue gak akan mungkin lama-lama disini"
Anin mencerna semua kalimat Gracia,
Menerka apa yang terjadi dengan Shani dan Gracia. Anin hanya tau bahwa Shani dan Gracia tidak masuk sekolah karena sakit, selebih nya Anin tidak tau apapun lagi termasuk keberadaan Shani.
Lama diam tanpa kata, keduanya hanya sibuk dengan fikiran nya.
"Loe masih mau bengong disini kak?" Tanya Gracia sambil menoleh kearah Anin.
"Bentar lagi aja, gue temenin loe bengong dulu disini"
Helaan nafas saling bersautan, tak satupun kembali membuka obrolan. Lama berdiam hampir satu jam, akhirnya Anin pamit dari samping Gracia. Membuat Gracia kembali sendiri, memeluk bayang-bayang Shani.
Memeluk bayang-bayang sunyi.
= Tbc =
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro