Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2





= Selamat membaca =

_________________________






-Jika senyum mu adalah kebahagiaan
Maka peluk mu, adalah kekuatan-








"Kamu gak mampir dulu ci?"

Tanya Gracia setelah Shani mematikan mesin mobil di pekarangan rumah Gracia.

"Gak gee, udah sore banget" jawab Shani "lagian kaya nya mau hujan juga" lanjutnya membuat Gracia mengangguk.

"Peluk dulu gak?" Tanya Gracia diakhiri dengan cengiran nya, membuat Shani terkekeh lalu menarik Gracia kedalam pelukan nya.

"Yaudah aku masuk yaa" pamit Gracia "kabarin aku kalo udah sampe rumah"

"Iyaaa bawel, masuk sana" titah Shani membuat Gracia mendengus.

"Ck! Ngusir" cibir nya "yaudah ah babay"

Brugg!!!

"Astaga! Kebiasaan kalo nutup pintu gak pake kira-kira" ucap Shani sambil memejamkan mata sejenak.

Shani segera masuk ke mobil nya, tak berselang lama setelah memastikan Gracia masuk rumah, Shani menyalakan mesin mobil, lalu keluar meninggalkan rumah Gracia.

Senja tak menyapa sore ini, karena langit sudah berwarna kelabu sejak siang tadi. Semakin hitam kelam padahal waktu baru menunjukkan pukul 5 sore.

Shani fokus mengemudikan mobil kesayangan nya, tatapan nya tak berpaling sedikitpun dari jalan raya di depan nya. Beberapa kali ia membunyikan klakson ketika beberapa pengendara melanggar lalu lintas yang ada. Tak hanya itu, ibu-ibu komunitas sen kiri tapi belok kanan menjadi ancaman nyata bagi Shani yang memang sudah tak fokus sejak tadi.

Entah mengapa tiba-tiba bayangan Gracia mengganggu fikiran nya. Bukan, kali ini bukan suara dan bukan pula senyuman nya yang terlintas di fikiran Shani seperti biasanya. Tapi interaksi nya bersama Bobby, kakak kandung nya sendiri.

Shani sudah bisa menebak jika Gracia memiliki perasaan berbeda pada kakak kandung nya itu, dari sikap nya, tatapan nya, cara nya berinteraksi, Shani sudah menduga bahwa Gracia sudah jatuh hati pada Bobby. Begitupun Bobby, yang tak jarang memberi perhatian lebih pada Gracia.

Shani paham semua hal itu, Tapi apakah Gracia juga paham bagaimana hancur nya hati Shani nanti jika Gracia benar-benar menjadi milik Bobby?.

Ya Tuhan..

Shani tidak mungkin mengibarkan bendera perang di keluarga nya sendiri, karena merebut Gracia dari Bobby sama saja menimbulkan masalah besar nanti nya. Tapi melepas Gracia bersama orang lain, sama saja membunuh diri nya secara perlahan, dan itu sungguh menyakitkan.

Lalu Shani harus apa?

Kenapa Gracia harus lahir di dunia ini? Atau kenapa Gracia tidak lahir di bumi bagian lain nya saja. Dimanapun silahkan, asal jangan sampai bertemu Shani.

Tapi Shani siapa, berani mengatur Takdir Tuhan.

Shani menggeleng pelan, berusaha menghilangkan fikiran-fikiran buruk di kepala nya, mengembalikan fokus nya pada jalan raya.

Mata Shani sedikit memicing saat melihat seseorang yang sedang berdiri di pinggir jalan, merasa bahwa ia mengenali sosok tersebut, segera Shani menepikan mobil nya.

"Anin!" Panggil Shani setelah menurunkan kaca mobil nya "loe mau kemana?"

"Eh Shani" jawab Anin dengan rasa terkejut, ia sedikit menunduk untuk melihat lebih jelas wajah Shani "gue mau pulang nih, lagi nunggu taksi"

"Masuk, gue anter pulang"

"Eh, enggak Shan gak usah, rumah kita beda arah" tolak Anin "ntar loe cape" lanjutnya berusaha menolak sesopan mungkin.

"Cuma beda arah bukan beda dunia, ayo buruan, mau hujan nih"

Anin terkekeh pelan "rese banget" ucap nya lalu masuk ke mobil Shani.

"Dari mana Shan?" Tanya Anin mencoba memecah kesunyian.

"Biasa, rumah Gracia" jawab nya cepat tanpa menoleh sama sekali.

Anin mengangguk lemah "kenapa gak nginep?" Tanya Anin, namun hanya di jawab gelengan kepala oleh Shani.

Hujan mengguyur bumi deras sekali. Jarak pandang semakin berkurang, membuat Shani harus lebih waspada dan menurunkan kecepatan mobil nya.

Sementara Anin sejak tadi hanya diam, sibuk memperhatikan tetesan air hujan. Fikiran nya berfokus pada satu nama yaitu gadis disamping nya. Shani Indira.

Mungkin untuk sebagian orang, Shani adalah seorang gadis yang cuek, dingin, bahkan terkesan menutup diri. Tapi di mata Anin gadis ini berbeda, ia seolah memiliki magnet yang luar biasa, bahkan saking kuat nya, Anin pernah tidak bisa tidur semalaman akibat memikirkan gadis di samping nya ini.

Anin juga tidak mengerti kenapa ia merasa segila ini, entah hanya rasa penasaran atau kagum, Anin tidak mengerti. Yang jelas jika memang di izinkan, Anin ingin bisa mengenal Shani lebih jauh lagi.

Namun apa daya, Shani seolah memasang tembok yang tinggi, tak lupa pagar yang kokoh dibalik sosok Gracia. Jangan kan untuk lebih dekat dengan Shani, menyapa Shani saat ada Gracia saja itu sudah menjadi ajang Uji Nyali bagi Anin, contoh nya tadi.

Namun hal tersebut tak membuat Anin menyerah begitu saja, ia tetap memberanikan diri untuk bisa berinteraksi dengan Shani. Bahkan ini kedua kalinya Anin diantar pulang oleh Shani, suatu pencapaian yang luar biasa bagi Anin.

Sebagai teman sekelas Shani, tentunya Anin sering memperhatikan Shani. Bagaimana cara dia memperhatikan pelajaran, bertanya pada guru, berinteraksi dengan orang lain, sekalipun itu jarang sekali, hingga hal-hal lain nya.

Anin senang memperhatikan Shani diam-diam.

Hal yang mungkin sedikit menyebalkan adalah jika memperhatikan interaksi Gracia dan Shani, sungguh Anin ingin sekali bertukar posisi dengan Gracia.

Tapi... itu mustahil!!!

Terlalu lama melamun, Anin tak menyadari bahwa mobil Shani sudah sampai di depan rumahnya.

"Nin!" Panggil Shani "udah sampai" lanjutnya membuat Anin terkesiap.

"Eh, i-iya Thanks ya Shan"

"Sama-sama"

"Loe gak mampir?" Tanya Anin

"Gausah, lain kali aja"

"Makasih sekali lagi, Gue turun ya" ucap nya lalu hendak membuka pintu mobil, namun suara Shani menghentikan pergerakan nya.

"Nin!"

"Iya Shan, kenapa? "

"Bawa payung nih, ntar loe demam kalo kehujanan" ucap Shani sambil menyodorkan payung lipat ke arah Anin.

Shani tau bahwa jarak dari mobil ke rumah Anin lumayan jauh, kalaupun Anin berlari, tetap saja ia akan basah.

Anin mengulum senyum nya, hati nya tiba-tiba saja menghangat setelah mendengar kalimat Shani barusan.

"Perhatian banget" batin Anin

"Makasih ya Shan"

"Ya"

"Loe hati-hati nyetir nya, hujan nya makin deres"

"Oke"

Shani kembali mengemudikan mobil nya setelah memastikan Anin masuk ke rumah nya dengan selamat. Perjalanan panjang harus Shani tempuh karena jarak rumah nya dengan rumah Anin cukup jauh. Betul kata Anin tadi, hujan semakin deras dan membuat Shani harus lebih ekstra hati-hati.

Sementara itu di kediaman Gracia.

Gadis itu sedang bersembunyi dibalik selimut kesayangan nya, mata nya tak berpaling dari layar televisi yang menampilkan drama korea favoritnya.

"Ck!! Kebiasaan deh cici mah, lama banget di suruh ngabarin doang" gerutu nya sambil menatap sekilas hp nya yang berada di samping kanan "perasaan rumah dia gak jauh-jauh amat, awas aja ya kalo sampe gak ngabarin" lanjutnya lalu kembali fokus ke layar televisi.

30 menit berlalu, dering dari hp Gracia berbunyi. Tangan nya segera keluar dari balik selimut dan mengambil Hp nya.

"Hallo Gee" Sapa Shani di sebrang telp

"Hallo Ci" jawab Gracia "lama banget ngabarin nya" lanjutnya dengan nada kesal.

"Aku baru sampe rumah gee"

Gracia menaikkan sebelah alis nya "melipir kemana?" Tanya nya sewot.

"Tadi ketemu Anin di jalan, jadi anter dulu ke rumah nya"

"Oh!" Ketus nya

"Iyaa gee"

"Di dunia ini udah gak ada Transportasi ya? taksi ? Angkot? Bajaj? Delman? Pada pensi semua??" Sindir Gracia

Shani menutup mata nya sejenak, harus nya ia mandi lalu mengganti baju dulu sebelum mengabari Gracia, karena seperti nya urusan nya akan panjang.

"Gak gitu gee, tadi dia nunggu taksi tapi gak ada yang lewat. Kasian kan ujan deres, kal-...

"Halah, males ah!"

Tuutt

Shani memandang layar Hp nya dengan tatapan heran. Belum selesai ia bicara, Gracia sudah menutup telpon nya.

Hal seperti ini memang sudah sering terjadi, selalu saja Gracia tidak memperbolehkan Shani dekat atau pergi dengan siapapun apalagi Anin, entah ada apa antara Gracia dengan Anin, yang jelas hanya mendengar nama nya saja Gracia akan langsung marah, padahal jelas-jelas Anin hanya teman sekelas Shani.

Tak mau ambil pusing, Shani segera bergegas ke kamar mandi, ia harus segera membersihkan diri nya, lalu kembali membujuk gadis ngambekan kesayangan nya itu.

25 menit berlalu, Shani merebahkan dirinya di atas kasur. Tangan nya meraih hp milik nya diatas meja. Dengan cepat ia mencari kontak Gracia lalu menelpon nya.

"Apa?!" Sewot Gracia dari sebrang telpon membuat Shani terkekeh.

"Galak banget ya ampun" ledek shani "gacape ngambek terus??" Lanjutnya

"Gak!"

"Gee.. dengerin aku"

"Apalagi sih ci? Urusin aja tuh si Anin itu, gausah mikirin aku"

Shani tersenyum tengil sambil menggeleng pelan "bener nih? Aku urusin Anin aja?"

"Ck!! Tau ah!"

Tutt...

Shani kembali menggeleng pelan, entah mengapa dia tidak marah sama sekali dengan sikap Gracia yang seenaknya barusan, ia justru merasa bahwa sikap ngambekan dan posesif Gracia adalah sebuah kebahagiaan tersendiri baginya.

Bahagia Shani sesederhana itu.

Tak ingin membuat Gadis ngambekan itu semakin marah, Shani segera bangkit dari tempat tidur nya, mengambil Jaket, serta kunci mobilnya.

Hujan tak akan jadi penghalang bagi Shani untuk menemui gadis ngambekan yang sudah pasti sedang mengacak-ngacak isi kamar nya sekarang, guna meluap kan kekesalan nya. Selalu seperti itu.

Sejenak Shani melihat sekeliling rumah nya, melihat tidak ada tanda-tanda orang tua serta kakak nya pulang ia hanya mengangkat bahu nya acuh, lalu meneruskan langkah nya ke pintu keluar.

Sendiri di rumah tanpa siapapun sudah menjadi hal yang biasa bagi Shani, entah sudah berapa lama ia tidak makan malam atau bahkan sarapan bersama keluarga lengkap nya. Dan jika boleh memilih, Shani lebih memilih hidup tanpa keluarga dari pada hidup tanpa Gracia. Bodoh memang, tapi begitu kenyataan nya.

Beberapa menit berlalu, Shani tiba di kediaman Gracia. Segera ia memarkirkan mobil nya di parkiran yang tersedia.

"Malam ma pa" sapa Shani saat melihat mama dan papa Gracia sedang duduk di Sofa.

"Haii sayang" sapa mama Gracia "kebetulan banget kamu kesini, mama pusing ngadepin Gracia" adunya membuat Shani terkekeh.

Shani segera menghampiri orang tua Gracia, yang sudah seperti orang tua nya sendiri.

"Kamu urusin deh, terserah mau kamu apain tuh anak" lanjut mama Gracia.

"Emang Gre ngapain ma?" Tanya Shani penasaran "kok mama kesel gitu?"

"Gatau sensi banget tu anak, apalagi pas makan malem tadi. Masa ya Shan, dia sendiri yang jatohin sendok, malah sendok nya yang di marahin abis-abisan. Belom lagi pas dia minum kan airnya tumpah, gelas nya juga ikut kena omel. Pusing mama Shan"

Shani kembali terkekeh "pms kali ma" jawab Shani.

"Tau tuh Shan"

"Kamu udah makan malam Shan?" Tanya Papa Gracia "orang tua kamu masih dinas ya?" Lanjutnya membuat Shani mengangguk lemah sambil menjawab "iya, masih pa, Shani udah makan kok tadi sore"

"Yaudah kamu makan lagi yaa.. biar mama siapin" ucap mama Gracia sambil mengelus kepala Shani sekilas.

"Enggak ma, Shani gak laper. Shani ke kamar Gracia dulu ya" pamit Shani.

"Iyaa, kamu nginep ya, mama gak izinin pulang"

"Iyaa maa pa, Shani pamit dulu yaa"

Keduanya hanya mengangguk.

Shani berjalan menuju kamar Gracia, ia berhenti sejenak di depan pintu yang bertuliskan "Gracia Cantik!". Tanpa berniat mengetuk pintu, Shani segera memutar handle pintu lalu masuk ke kamar Gracia yang memang tidak di kunci. Segera Shani menutup pintu dari dalam, lalu mengunci nya.

Shani tersenyum ketika melihat Gracia sudah berada di dalam selimutnya, kepala Shani menggeleng pelan saat melihat keadaan sekitar nya. Sudah pasti kekacauan ini karena ulah Gracia, dan Shani yang harus merapikan nya nanti.

Segera Shani menghampiri Gracia, menyingkap sedikit selimut Gracia lalu berbaring di samping Gracia yang memunggungi nya. Shani melingkarkan tangan nya di pinggang ramping Gracia, memeluknya dari belakang.

"Kalo kamu kesini cuma mau bujuk aku, kamu gak akan berhasil"

Shani tersenyum sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Gracia, sama sekali tak peduli dengan kalimat yang terlontar dari mulut Gracia barusan.

"Aku akan tetep meluk kamu sekalipun kamu lagi marah, kalo kamu marah sampai pagi, Siap-siap aja aku peluk sampai pagi, bahkan sampai besok pagi lagi, dan pagi-pagi berikutnya".

Seutas senyum terbit di bibir Gracia tanpa diminta, entah kenapa hati nya ikut menghangat, sungguh kalimat Shani barusan mampu meluluhkan hatinya. Namun tetap saja ia gengsi untuk mengakui, ia hanya diam menikmati pelukan dari orang yang selalu saja mampu menenangkan nya.

Gracia tidak mengerti perasaan apa ini, ia juga tidak berniat menggali lebih jauh apa yang ia rasakan. Yang jelas memiliki sahabat sekaligus kakak seperti Shani, merupakan anugerah dari Tuhan yang paling ia Syukuri. Sehingga apapun dan siapapun tidak boleh merebut Shani dari Gracia.

Tidak boleh!!!

Shani masih setia mendekap erat, bibir nya tiba-tiba saja kembali membentuk senyuman saat sebelah tangan Gracia terulur menggenggam tangan Shani yang berada di perut Gracia. Gracia mengusap tangan nya pelan dengan ibu jari, membuat Shani mendekatkan bibirnya ke telinga Gracia sambil berbisik..

"Selamat tidur Tuan Putri"..




= Tbc =

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro